Allah Ta’ala menyebutkan kisah Yusuf bin
 Ya’qub ‘alaihissalam dalam satu surat lengkap yang di dalamnya terdapat
 banyak faidah dan pelajaran yang jumlahnya lebih dari 1000 buah. Nabi 
yang mulia ini diuji dengan ujian yang sangat berat, tetapi beliau 
bersabar. Demikianlah keadaan orang-orang shalih. Akhirnya ujian itu 
berubah menjadi anugerah. Berikut ini kisahnya:
Ibu Yusuf  ‘alaihissalam bernama Rahil. 
Yusuf memiliki sebelas saudara. Ayahnya sangat mencintai Yusuf , maka 
kedengkian mulai menjalar di hati saudara-saudaranya; karena mereka 
adalah satu kelompok, satu jamaah, namun sang ayah begitu mencintai 
Yusuf dan saudaranya, Bunyamin. Apa yang terjadi selanjutnya?
Mereka meminta kepada sang ayah agar dia
 mengizinkan saudara mereka, Yusuf, untuk pergi bersama mereka. Mereka 
memperlihatkan keinginan agar Yusuf ikut menggembala bersama mereka, 
padahal mereka menyembunyikan sesuatu darinya, yang hanya Allah lah Yang
 mengetahuinya. Maka mereka pun mengajak Yusuf, lalu mereka 
melemparkannya ke dalam sumur. Kemudian datanglah rombongan musafir. 
Mereka menurunkan timba (ke dalam sumur) dan Yusuf pun menggayut 
padanya. Kemudian mereka menjual Yusuf kepada seorang pembesar di Mesir 
yang bergelar al-Aziz [1], dan al-Aziz pun membelinya hanya dengan 
beberapa dirham.[2] Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Allah Ta’ala 
berfirman,
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf 
tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya)
 dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, ‘Marilah ke sini.’ Yusuf 
berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah, Sesungguhnya tuanku telah 
memperlakukanku dengan baik.’ Sesungguhnya orang-orang yang zhalim tidak
 akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan 
perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) 
dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya. 
Demikianlah, agar Kami memalingkan kemungkaran dan kekejian darinya. 
Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf: 23-24).
Allah menyebutkan godaan istri al-Aziz 
kepada Yusuf dan permintaannya kepada Yusuf sesuatu yang tidak pantas 
dengan keadaan dan kedudukannya. Yakni wanita itu berada di puncak 
kecantikan, kejelitaan, kedudukannya, dan amat masih muda. Ia menutup 
semua pintu untuk mereka berdua. Ia telah siap untuk menyerahkan 
dirinya, berhias, dan mengenakan pakaiannya yang paling indah dan mewah;
 padahal bersama semua ini, ia adalah seorang istri menteri.
Sedangkan Yusuf kala itu adalah seorang 
pemuda tampan, elok, muda, diinginkan (oleh para wanita), masih perjaka,
 dan tidak ada yang bisa menggantikannya. Ia jauh dari keluarga dan 
kampung halamannya. Sedangkan orang yang tinggal di tengah-tengah 
keluarga dan sahabatnya tentu akan malu jika mereka mengetahui perbuatan
 kejinya, sehingga akan jatuhlah kehormatannya dalam pandangan mereka. 
Tetapi, jika ia berada di negeri asing, maka kendala itu sirna. Apalagi 
wanita itu sendiri yang meminta, sehingga menjadi hilanglah kendala yang
 biasa menghinggapi laki-laki; permintaannya, dan rasa takutnya untuk 
ditolak. Dan wanita itu berada dalam kekuasaan dan rumahnya sendiri, 
sehingga ia tahu persis kapan waktu yang tepat, dan di tempat mana yang 
tak ada seorang pun bisa melihat. Namun bersama ini semua, Yusuf 
‘alaihissalam justru menjaga diri dari perbuatan haram, dan Allah 
menjaganya dari perbuatan keji, karena dia adalah keturunan para nabi. 
Allah menjaganya dari tipu daya dan rencana jahat para wanita. Dan Allah
 pun menggantinya dengan memberinya kekuasaan di negeri Mesir, ia bebas 
pergi ke mana saja yang ia kehendaki di negeri Mesir itu, dan memberinya
 kerajaan. Lalu wanita itu (Zulaikha) datang kepadanya dengan 
merendahkan diri, meminta dan mengiba agar dinikahinya secara halal, 
maka Yusuf pun menikahinya. Ketika malam pertama, Yusuf berkata 
kepadanya, “Ini lebih baik daripada apa yang dulu engkau inginkan.”[3]
Wahai orang Muslim, renungkanlah 
bagaimana setelah ia meninggalkan yang haram, Allah lalu menggantinya 
dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya. Oleh karena itu, Yusuf 
adalah penghulu dari tujuh (golongan) para tokoh yang mulia dan bertakwa
 yang disebutkan dalam ash-Shahihain dari penutup para nabi dari sabda 
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berasal dari Tuhan langit dan 
bumi,
“Ada tujuh (golongan) yang Allah 
menaungi mereka dalam naunganNya, pada hari di mana tidak ada naungan 
kecuali naunganNya, (yaitu): (Pertama), pemimpin yang adil, (kedua), 
laki-laki yang mengingat Allah secara menyendiri kemudian air matanya 
mengalir, (ketiga), laki-laki yang hatinya tertambat dengan masjid saat 
ia keluar darinya sampai la kembali kepadanya, (keempat), dua orang yang
 saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah karenaNya,
 (kelima), laki-laki yang bersedekah dengan suatu sedekah, lalu dia 
menyembunyikan sedekahnya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa 
yang diinfakkan oleh tangan kanannya, (keenam), pemuda yang tumbuh 
(dengan senantiasa) beribadah kepada Allah, dan (ketujuh), laki-laki 
yang diajak (berzina) oleh wanita yang memiliki kedudukan dan 
kecantikan, (tetapi) ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’. “
Foot Note:
[1] AI-Aziz adalah gelar bagi salah seorang menteri di kerajaan Mesir
 saat itu. Ia bernama Qithfir, ada juga yang mengatakan Ithfir bin 
Ruhaib, dan ada juga yang mengatakan Malik bin bin Da’r bin Buwaib bin 
Unuqa bin Madyan bin Ibrahim. Wallahu A’lam. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 
4/378. Ed. T.
[2] Inilah ringkasan kisah Nabi yang 
mulia tersebut. Barangsiapa yang ingin mengetahuinya secara lengkap, 
maka hendaklah dia membaca Surat Yusuf dengan penuh penghayatan, lalu 
merujuk kepada tafsir bil ma’tsur yang mana saja, khususnya Ibnu Katsir,
 dalam Tafsir dan Tarikhnya. Wallahu al’am.
[3] Pernikahan Nabi Yusuf ‘alaihissalam 
dengan Zulaikha ini terjadi setelah suami Zulaikha, al-Aziz meninggal 
dunia. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/396. Ed.T.)
Sumber: Kisah-Kisah Nyata, IBrahim bin Abdullah al-Hazimi, Pustaka Darul Haq
No comments:
Post a Comment