Monday, August 31, 2015

Antara Syukur dan Kufur Nikmat

Abu Hurairah r.a mendengar Rasulullah bersabda: Dahulu di masa Bani Israil ada tiga orang : Belang (sopak), botak dan buta. Allah SWT berkenan akan menguji mereka, maka Allah SWT mengutus Malaikat yang datang pada orang yang berkulit belang, lalu bertanya kepadanya : Apakah yang anda inginkan?
Jawabnya: warna yang bagus dan kulit yang baik, kini aku telah dijauhi oleh orang. Dan orang-orang melihat saya seperti jijik. Maka diusap oleh malaikat itu sehingga hilanglah penyakitnya dan berubah menjadi kulit yang bagus dan warna yang indah. Kemudian ditanya lagi oleh Malaikat tersebut tentang kekayaan apa yang diinginkan. Jawabannya: onta, maka diberinya onta betina yang sedang bunting sambil didoakan, semoga Allah SWT memberkahi untukmu.

Kemudian Malaikat datang kepada yang botak dan bertanya: "Apakah yang anda inginkan?"
Jawabnya: "Rambut yang bagus dan hilangnya botakku ini, sebab orang selalu mengejek aku". 
Maka diusap oleh malaikat itu dan langsung hilang botaknya serta tumbuh kembali rambut yang bagus. Kemudian ditanya lagi oleh malaikat harta kekayaan apakah yang anda inginkan? 
jawabnya: lembu, maka diberinya lembu betina yang sedang bunting sambil didoakan semoga Allah memberkahi untukmu.

Kemudian Malaikat datang kepada yang buta dan bertanya apa yang diinginkan oleh orang yang buta tersebut. Si orang buta tersebut dengan pasti menjawab ingin sekiranya Allah mengembalikan penglihatan mataku. Maka diusap oleh malaikat dan langsung melihat kembali. Dan seperti kedua orang yang sebelumnya disembuhkan dan diberi kekayaan, Malaikat juga menanyakan harta apa yang diingankan oleh orang buta yang sudah bisa melihat lagi itu. Dan orang tadi menjawab kalau dia menginginkan kambing. Lalu diberinya kambing yang bunting.

Setelah sekian waktu yang cukup lama masing-masing dari ketiga orang tersebut memiliki peternakan onta, lembu dan juga peternakan kambing. Kemudian malaikat itu kembali kepada orang yang dahulunya belang. Malaikat tersebut mendatangi dengan menyamar sebagai orang yang kulitnya belang dan sangat mirip seperti yang dialami oleh orang belang yang telah disembuhkan. Dan Malaikat itu berkata berkata: 
"Saya seorang miskin yang telah kelelahan dalam perjalananku ini, maka tiada yang dapat menyampaikan aku ke tujuan kecuali atas pertolongan Allah dan bantuanmu". Pinta sang Malaikat yang sedang menyamar. Kemudian Malaikat tersebut mohon agar Allah SWT yang memberi warna dan kulit yang bagus serta harta kekayaan satu onta untuk bisa melanjutkan perjalanannya. Tapi jawabannya sangat mengecewakan. Orang tersebut menjawab kalau hak-hak orang masih banyak. Lalu Malaikat tersebut mengingatkan kalau orang tersebut nasibnya sama dengan dia ketika masih belang.

"Tidakkah anda dahulu belang, dibenci orang, miskin kemudian diberi kekayaan oleh Allah SWT? Tanya Malaikat.
"Sungguh aku telah mewarisi harta ini dari orang tua". Balas orang yang dulunya belang.
Maka Malaikat berkata: "Jika anda dusta, semoga Allah mengembalikan anda pada keadaan yang dahulu itu.

Kemudian Malaikat datang kepada yang orang yang bekas botak, seperti bentuk si botak dahulu itu
dan berkata kepadanya sebagaimana yang dikatakan kepada si belang itu, maka dijawab sama dengan jawaban yang belang itu, sehingga didoakan: Jika anda dusta semoga Allah mengembalikan anda kepada keadaan yang dahulu itu.

Kemudian datang kepada yang buta dan berkata: 
"Aku seorang miskin, orang rantau yang telah putus hubungan dalam perjalananku, maka aku takkan dapat
sampai ke tujuan kecuali dengan pertolongan Allah kemudian bantuanmu". 
"Aku mohon demi Allah, Allah yang telah mengembalikan penglihatanmu, satu kambing untuk bekal yang dapat menyampaikan aku ke tujuanku. 
Jawabnya: "Benar dahulu aku buta, kemudian Allah mengayakan aku, maka kini ambillah sesukamu, demi Allah aku takkan memberatkan kepadamu dengan sesuatu yang anda ambil karena Allah itu". 
Maka malaikat itu berkata: Tahanlah hartamu, maka kamu bertiga diuji oleh Allah ridha kepadamu dan murka pada kedua kawanmu itu. (Bukhari dan Muslim)

Hikmah yang terkandung dalam cerita ketiga orang tersebut adalah:
1. Kenikmatan yang telah dikaruniakan kepada diri kita berupa kesempurnaan anggota badan dan kesehatan harus dapat kita syukuri dengan menggunakan dan memanfaatkan seluruh potensi badan ke jalan yang dirihoi Allah SWT. Kesempurnaan dan kesehatan jasmani digunakan untuk gerak ibadah dalam segala aspek kehidupan manusia. Kesempurnaan dan kesehatan rohani dijauhkan dari sifat-sifat yang merusak rohani seperti hasud, dengki, burung sangka kepada orang lain dan lain-lain.

2. Karunia Allah kepada kita berupa harta benda, seperti sandang yang cukup atau lebih dan papan beserta perlengkapannya yang cukup atau lebih adalah amanat dari Allah yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Jika kita tdk menggunakan dan memanfaatkannya di jalan Allah maka baginya kenistaan di akherat atau Allah akan menimpakan kenistaan langsung di dunia seperti mengembalikan kita pada asalnya ketika lahir ke bumi dengan tidak bersandang pangan.

3. Sebagai contoh yg baik, maka contohlah sosok Nabiyullah Sulaiman As. Beliau diberi kesempurnaan jasmani dan rohani serta kekayaan yang luas, beliaupun berucap: "Ini adalah karunia Tuhanku, Dia (Allah) mengujiku (dengan karunianya) apakah (dengan ini) aku dapat bersyukur ataukah aku akan menutupi (mengkufuri) nikmat itu.

4. Begitu juga patut kita teladani pada orang yg ketiga, yaitu buta. Setelah kesembuhan itu dikaruniakan oleh Allah SWT dan kekayaan telah dia terima, maka semua itu digunakan untuk beribadah.

dikutip dari al-Hikmah No.52 Th.VII Dzulhijah 1421 H

Saturday, August 29, 2015

Hukum Muslimah Yang Tidak Berjilbab



Mohon maaf bukan niat hati tuk menghakimi temen-temen yang belum bisa memakai jilbab tapi pada dasarnya hanya sekedar untuk saling mengingatkan saja sesama umat islam khususnya wanita,,"
Imam Ali as berkata:
“Saya dan Fathimah menghadap Rasulullah saw dan kami melihat beliau dalam keadaan menangis tersedu-sedu dan kami berkata kepada beliau: “Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu, apa yang membuat anda menangis tersedu-sedu?”
Rasulullah bersabda:
“wahai Ali pada malam mi’raj ketika aku pergi ke langit ,aku melihat wanita–wanita umatku dalam azab dan siksa yang sangat pedih sehingga aku tidak mengenali mereka. Oleh karena itu, sejak aku melihat pedihnya azab dan siksa mereka, aku menangis.
Kemudian beliau bersabda:
1. Aku melihat wanita yang digantung dengan rambutnya dan otak kepalanya mendidih.
Rasulullah saw bersabda:
“Wanita yang digantung dengan rambutnya dan otak kepalanya mendidih adalah wanita yang tidak mau menutupi rambutnya dari pandangan laki-laki yang bukan mahram.
Sepenggal cerita Ali as diatas dari 11 sabda Rasullullah mengenai wanita yang masuk neraka menerangkan dengan jelas bahwasanya seorang wanita akan masuk neraka jika tidak menutupi rambutnya atau memakai jilbab(Hijab)
Mungkin Kaum wanita sekarang menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah dosa kecil,bahkan ada yang bilang lebih baik tak memakai jelbab dari pada memakai juga tak bisa menjaga kelakuannya"Kaum wanita menganggap yang terpenting hatinya dan bisa menjaga prilaku dan mengerjakan sholat, puasa, zakat dan haji yang mereka lakukan.
Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 5 baris terakhir yang artinya sbb:
“….. Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi”.
Sebagaimana telah diterangkan dimuka, memakai jilbab bagi kaum wanita adalah hukum syariat Islam yang digariskan Allah dalam surat An-Nur ayat 59. Jadi kaum wanita yang tak memakainya, mereka telah mengingkari hukum syariat Islam dan bagi mereka berlaku ketentuan Allah yang tak bisa ditawar lagi, yaitu hapus pahala shalat, puasa, zakat dan haji mereka?.
Sikap Allah diatas ini sama dengan sikap manusia dalam kehidupan sehari-hari sebagai terlambang dari peribahasa seperti:“Rusak susu sebelanga, karena nila setitik,”. Contoh segelas susu adalah enak diminum. Tetapi kalau dalam susu itu ada setetes kotoran manusia, kita tidak membuang kotoran, tetapi kita membuang seluruh susu tersebut.
Begitulah sikap manusia jika ada barang yang kotor mencampuri barang yang bersih. Kalau manusia tidak mau meminum susu yang bercampur sedikit kotoran, begitu juga Allah tidak mau menerima amal ibadah manusia kalau satu saja perintah-Nya diingkari.
Di dalam surat Al A’raaf ayat 147, Allah menegaskan lagi sikapNya terhadap wanita yang tak mau memakai jilbab, yang berbunyi sbb.:
“Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, juga mendustakan akhirat, hapuslah seluruh pahala amal kebaikan. Bukankah mereka tidak akan diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan?”
Rasulullah bersabda,
"Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab)." (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)
Kaum wanita yang tak memakai jilbab didalam hidupnya, mereka telah sesuai dengan bunyi ayat Allah diatas ini, hapuslah pahala shalat, puasa, zakat, haji mereka.
Kaum wanita yang tak mau memakai jilbab berada dalam neraka sebagaimana bunyi hadits Nabi Muhammad SAW diatas, juda ditegaskan Allah sebagaimana firmanNya di dalam surat Al A’raaf ayat 36 yang artinya seperti:
“Adapun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya”.
Kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, adalah mendustakan ayat Allah surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab ayat 59 dan menyombongkan diri terhadap perintah Allah tersebut, maka sesuai dengan bunyi ayat tersebut diatas mereka kekal didalam neraka.
Ummat Islam selama ini menyangka tidak kekal didalam neraka, karena ada syafaat atau pertolongan Nabi Muhammad SAW yang memohon kepada Allah agar ummat yang berdosa dikeluarkan dari neraka. Mereka yang dikeluarkan Allah dari neraka, mereka yang dalam hidupnya ada perasaan takut kepada Allah. Tetapi kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, tidak ada perasaan takutnya akan siksa Allah, sebab itulah mereka kekal didalam neraka.
Sekarang kaum wanita yang tak mau berjilbab, dapat menanyakan kepada hati nurani mereka masing-masing. Apakah terasa berdosa bagaikan gunung yang sewaktu-waktu jatuh menghimpitnya atau bagaikan lalat yang hinggap dihidung mereka?.
Kalau kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, menganggap enteng dosa mereka bagaikan lalat yang hinggap dihidungnya, maka tak akan bertobat didalam hidupnya. Atau dalam perkataan lain tidak ada perasaan takutnya kepada Allah, sebab itu mereka kekal didalam neraka sebagaimana bunyi surat Al-A’raaf ayat 36 di atas. Jadi mereka tak mendapat syafaat atau pertolongan Nabi Muhammad SAW nanti di akhirat.
Banyak sekali kaum wanita yang tak berjilbab sungguhpun mereka mendirikan shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi telah hapus nilai pahalanya disisi Allah telah terjadi di zaman kita ini dan akan berketerusan sampai hari kiamat, kecuali dakwah menghidupkan risalah jilbab ini dikerjakan bersama-sama oleh seluruh ummat Islam, yaitu dengan mencetak ulang buku yang tipis ini dengan jumlah yang banyak dan disebarkan secara cuma-cuma ketengah-tengah ummat Islam.
Sesungguhnya banyak kaum wanita yang hapus pahala shalatnya yang hidup di zaman ini dan di zaman yang akan datang, semata-mata karena mereka tidak memakai jilbab didalam hidup mereka, telah diisyaratkan Nabi Muhammad SAW dikala hidup beliau sebagaimana bunyi hadits dibawah ini yang artinya sbb:
“Ada satu masa yang paling aku takuti, dimana ummatku banyak yang mendirikan shalat, tetapi sebenarnya mereka bukan mendirikan shalat, dan neraka jahanamlah bagi mereka”.
Tafsir “…sebenarnya bukan mendirikan shalat…” dari hadits diatas, ialah nilai shalat mereka tidak ada disisi Allah karena telah hapus pahalanya disebabkan kaum wanita mengingkari ayat jilbab. Begitulah Nabi Muhammad SAW memberi peringatan kepada kita semua, bahwa banyak ummatnya dari kaum wanita yang masuk neraka biarpun mereka mendirikan shalat, tetapi tidak memakai jilbab didalam hidup,
"Semoga menjadi renungan kita bersama bahwa yang wajib itu tetap wajib hukumnya,,"
Kalau tidak mulai dari sekarang apakah kita akan menunggu hari lusa atau disaat kita sudah tua,,,?"
Ingat satu hal Malaikat maut itu tidak menunggumu hari lusa besok atau taun depan mungkin satu menit,jam atau hari esok kita telah dicabut nyawanya oleh malaikat maut,,"dan kita benar-benar menjadi orang yang merugi setelah hari itu datang kepada kita,,"
Buat teman-temanku Berjilbab Yuks,,,,"memakai jilbab itu indah dan terhormat dimata manusia juga dimata ALLAH"
Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini... Itu hanyalah dari kami... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...
Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan dan Semoga Bermanfaat serta bisa kita ambil hikmahnya... Amin

Golongan Wanita Ahli Neraka



Isra’ mi’raj adalah peristiwa luar biasa yang dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain keajaiban perjalanan super cepat Makkah-Palestina-Sidratul Muntaha dan mendapatkan perintah langsung shalat lima waktu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga diperlihatkan surga dan neraka. Dan inilah, 4 golongan wanita ahli neraka yang dilihat Nabi saat isra’ mi’raj.

Wanita yang kufur terhadap kebaikan suami

Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah menceritakan neraka yang telah dilihatnya kepada para sahabatnya. Rasulullah memberitahukan bahwa mayoritas penduduknya adalah wanita, karena mereka kufur terhadap kebaikan suami.

وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari itu. Aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Mengapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wanita pezina

Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury menjelaskan di dalam sirah nabawiyah-nya, Ar Rakhiqul Makhtum, bahwa ketika Rasulullah dimi’rajkan oleh Allah dan diperlihatkan neraka, beliau melihat pezina disika di neraka tersebut. Di dekat mereka ada daging yang baik dan ada daging yang busuk. Mereka mengambil daging yang busuk itu dan meninggalkan daging yang baik.

Wanita peng-ghibah

Ghibah, dalam bahasa sederhana adalah gosip, yakni menceritakan sesuatu tentang orang lain yang membuatnya tidak suka seandainya orang tersebut mengetahui/mendengarnya. Dalam Sirah Nabawiyah karya Syaikh Muhammad Ali Ash Shalabi diterangkan, Rasulullah saat isra’ mi’raj diperlihatkan para peng-ghibah disiksa di neraka dengan memakan bangkai-bangkai busuk manusia.

Wanita yang suka ikhtilat

Dalam Ar Rakhiqul Makhtum pula, Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury menyebutkan bahwa diantara penduduk neraka yang dilihat Rasulullah saat isra’ mi’raj adalah wanita-wanita yang suka memasuki tempat tinggal (lingkungan) laki-laki. Mereka disiksa di neraka dengan digantung di bagian payudaranya.
Tentu, banyak golongan lain penghuni neraka yang diperlihatkan kepada Rasulullah saat isra’ mi’raj beliau. Namun tidak semuanya dijelaskan dalam hadits dan sirah nabawiyah. Sebagaimana banyak pula golongan wanita ahli surga yang diperlihatkan kepada Rasulullah saat beliau isra’ mi’raj.
Semoga sahabat webmuslimah dirahmati Allah sehingga tidak termasuk 4 golongan wanita ahli neraka yang dilihat Nabi saat isra’ mi’raj ini, dan dipeliharaNya dari siksa neraka.

http://webmuslimah.com/4-golongan-wanita-ahli-neraka-yang-dilihat-nabi-saat-isra-miraj/

Sahabat Nabi, Sa’id bin Zaid RA

Hasil gambar untuk sahabat nabi
Sa'id bin Zaid al Adawy RA merupakan kelompok sahabat yang memeluk Islam pada masa-masa awal, sehingga ia termasuk dalam kelompok as Sabiqunal Awwalun. Ia memeluk Islam bersama istrinya, Fathimah binti Khaththab, adik dari Umar bin Khaththab. Sejak masa remajanya di masa jahiliah, ia tidak pernah mengikuti perbuatan-perbuatan yang umumnya dilakukan oleh kaum Quraisy, seperti menyembah berhala, bermain judi, minum minuman keras, main wanita dan perbuatan nista lainnya.  Sikap dan pandangan hidupnya ini ternyata diwarisi dari ayahnya, Zaid bin Amru bin Naufal.

            Sejak lama Zaid bin Amru telah meyakini kebenaran agama Ibrahim, tetapi tidak mengikuti Agama Yahudi dan Nashrani yang menurutnya telah jauh menympang dari agama Ibrahim. Ia tidak segan mencela cara-cara peribadatan dan perbuatan jahiliah dari kaum Quraisy tanpa rasa takut sedikitpun. Ia pernah bersandar di dinding Ka'bah ketika kaum Quraisy sedang melakukan ritual-ritual penyembahannya, dan ia berkata, "Wahai kaum Quraisy, apakah tidak ada di antara kalian yang menganut agama Ibrahim selain aku??"

            Zaid bin Amru juga sangat aktif menentang kebiasaan kaum Quraisy mengubur hidup-hidup anak perempuannya, karena dianggap sebagai aib, seperti yang pernah dilakukan Umar bin Khaththab di masa jahiliahnya. Ia selalu menawarkan diri untuk mengasuh anak perempuan tersebut. Ia juga selalu menolak memakan daging sembelihan yang tidak disebutkan nama Allah saat penyembelihannya, dan juga penyembelihan untuk berhala-berhala.

            Seakan-akan ia memperoleh ilham, ia pernah berkata kepada sahabat dan kerabatnya, "Aku sedang menunggu seorang Nabi dari keturunan Ismail, hanya saja, rasanya aku tidak akan sempat melihatnya, tetapi saya beriman kepadanya dan meyakini kebenarannya…..!!"

            Zaid bin Amru sempat bertemu dan bergaul dengan Nabi Muhammad SAW sebelum beliau dikukuhkan sebagai Nabi dan Rasul, sosok pemuda ini (yakni, Nabi Muhammad SAW) sangat mengagumkan bagi dirinya, di samping akhlaknya yang mulia, pemuda ini juga mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya tentang kebiasaan dan ritual jahiliah kaum Quraisy. Tetapi Zaid  meninggal ketika Kaum Quraisy sedang memperbaiki Ka'bah, yakni, ketika Nabi SAW berusia 35 tahun.

            Dengan didikan seperti itulah Sa'id bin Zaid tumbuh dewasa, maka tak heran ketika Nabi SAW menyampaikan risalahnya, ia dan istrinya langsung menyambut seruan beliau. Tak ada ketakutan dan kekhawatiran walau saat itu kaum Quraisy melancarkan siksaan yang tak terperikan kepada para pemeluk Islam, termasuk Umar bin Khaththab, kakak iparnya sendiri yang merupakan jagoan duel di pasar Ukadz. Hanya saja ia masih menyembunyikan keislamannya dan istrinya. Sampai suatu ketika Umar yang bertemperamen keras itu mengetahuinya juga.

            Ketika itu Sa'id dan istrinya sedang mendapatkan pengajaran al Qur'an dari sahabat Khabbab bin Arats,  tiba-tiba terdengar ketukan, atau mungkin lebih tepat gedoran di pintu rumahnya. Ketika ditanyakan siapa yang mengetuk tersebut, terdengar jawaban yang garang, "Umar..!!"

            Suasana khusyu' dalam pengajaran al Qur'an tersebut menjadi kacau, Khabbab segera bersembunyi sambil  terus berdoa memohon pertolongan Allah untuk mereka. Sa'id dan istrinya menuju pintu sambil menyembunyikan lembaran-lembaran mushaf di balik bajunya. Begitu pintu dibuka oleh Sa'id, Umar melontarkan pernyataan keras dengan sorot mata menakutkan, "Benarkan desas-desus yang kudengar, bahwa kalian telah murtad?"

            Sebelum kejadian itu, sebenarnya Umar telah membulatkan tekad untuk membunuh Nabi SAW. Kemarahannya telah memuncak karena kaum Quraisy jadi terpecah belah, mengalami kekacauan dan kegelisahan, penyebab kesemuanya itu adalah dakwah Islamiah yang disampaikan Nabi SAW. Dalam pemikiran Umar, jika ia menyingkirkan/membunuh beliau, tentulah kaum Quraisy kembali tenang seperti semula. Tetapi di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Nu'aim bin Abdulah yang memberitahukan kalau adiknya, Fathimah dan suaminya telah memeluk Islam. Nu'aim menyarankan agar ia mengurus kerabatnya sendiri saja, sebelum mencampuri urusan orang lain. Karena itu, tak heran jika kemarahan Umar itu tertumpah kepada keluarga adiknya ini.

            Sebenarnya Sa'id melihat bahaya yang tampak dari sorot mata Umar. Tetapi keimanan yang telah merasuk seolah memberikan tambahan kekuatan yang terkira. Bukannya menolak tuduhan, ia justru berkata, "Wahai Umar, bagaimana pendapat anda jika kebenaran itu ternyata berada di pihak mereka ??"
Mendengar jawaban itu, Umar langsung menerkam Sa'id, memutar kepalanya kemudian membantingnya ke tanah, setelah itu Umar menduduki dada Sa'id. Sepertinya Umar ingin memberikan pukulan pamungkas untuk Sa'id, seperti kalau ia mengakhiri perlawanan musuhnya ketika sedang berduel di pasar Ukadz. Fathimah mendekat untuk membela suaminya, tetapi ia mendapat tinju keras Umar di wajahnya sehingga terjatuh dan darah mengalir dari bibirnya. Keadaan Sa'id sangat kritis, ia bukan lawan duel sebanding dengan Umar, dan ia hanya bisa pasrah jika Umar akan menghabisinya.

            Tetapi tiba-tiba terdengar pekikan keras istrinya, Fathimah. Bukan ketakutan, tetapi pekikan perlawanan dan permusuhan dengan penuh keberanian, "Hai musuh Allah, kamu berani memukul saya karena saya beriman kepada Allah…! Hai Umar, perbuatlah yang  kamu suka, karena saya akan tetap bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa Muhammad adalah  Rasullullah…!"

            Umar tersentak bagai disengat listrik, pekikan itu seakan menembus ulu hatinya … terkejut dan heran. Umar bin Khaththab seakan tak percaya, wanita lemah ini, yang tidak lain adiknya sendiri berani menentangnya. Tetapi justru dari keheranan dan ketidak-percayaannya ini, amarahnya menjadi reda, dan kemudian menjadi titik balik ia memperoleh hidayah dan akhirnya memeluk Islam.

            Sebagaimana sahabat-sahabat yang memeluk Islam pada masa awal, Sa’id bin Zaid merupakan sosok yang banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah, seorang alim yang sangat zuhud. Hampir tidak pernah tertinggal dalam berbagai pertempuran dalam menegakkan panji-panji keimanan. Ia tidak mengikuti perang Badar, karena saat itu ia ditugaskan Nabi SAW untuk tugas mata-mata ke Syam bersama Thalhah bin Ubaidillah. Tetapi beliau menetapkannya sebagai Ahlul Badr dan memberikan bagian ghanimah dari perang Badar, walau secara fisik tidak terjun dalam pertempuran tersebut. Ada tujuh sahabat lainnya seperti Sa'id, tidak mengikuti perang Badar, tetapi Nabi SAW menetapkannya sebagai Ahlul Badr.

            Sa'id juga termasuk dalam kelompok sepuluh sahabat yang dijamin oleh Nabi SAW akan masuk surga dalam masa hidupnya. Sembilan sahabat lainnya adalah, empat sahabat Khulafaur Rasyidin, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Abu Ubaidah bi Jarrah R.Hum.

            Sa'id sempat mengalami masa kejayaan Islam, di mana wilayah makin meluas dan makin banyak lowongan jabatan. Sesungguhnyalah ia pantas memangku salah satu dari jabatan-jabatan tersebut, tetapi ia memilih untuk menghindarinya. Bahkan dalam banyak pertempuran yang diterjuninya, ia lebih memilih menjadi prajurit biasa. Dalam suatu pasukan besar yang dipimpin oleh Sa'd bin Abi Waqqash, setelah menaklukan Damaskus,  Sa'd menetapkan dirinya sebagai wali negeri/gubernur di sana. Tetapi Sa'id bin Zaid meminta dengan sangat kepada komandannya itu untuk memilih orang lain memegang jabatan tersebut, dan mengijinkannya untuk menjadi prajurit biasa di bawah kepemimpinannya. Ia ingin terus berjuang menegakkan kalimat Allah dan panji-panji kebenaran, suatu keadaan yang tidak bisa dilakukannyan jika ia memegang jabatan wali negeri.

            Seperti halnya jabatan yang dihindarinya, begitu juga dengan harta dan kemewahan dunia. Tetapi sejak masa khalifah Umar, harta kekayaan datang melimpah-ruah memenuhi Baitul Mal (Perbendaharaan Islam), sehingga mau tidak mau, sahabat-sahabat masa awal seperti Sa’id bin Zaid akan memperoleh bagian juga. Bahkan khalifah Umar memberikan jatah (bagian) lebih banyak daripada bagian sahabat yang memeluk Islam belakangan, yaitu setelah terjadinya Fathul Makkah. Namun, setiap kali memperoleh pembagian harta atau uang, segera saja ia menyedekahkannya lagi, kecuali sekedarnya saja.

            Namun dengan cara hidupnya yang zuhud itu, masih juga ada orang yang memfitnah dirinya bersikap duniawiah. Peristiwa itu terjadi pada masa pemerintahan Muawiyah, ketika ia telah menghabiskan sisa hidupnya hanya untuk beribadah di Madinah. Seorang wanita bernama Arwa binti Aus menuduh Sa’id telah merampas tanah miliknya. Pada mulanya Sa’id tidak mau terlalu perduli atau melayani tuduhan tersebut, ia hanya membantah sekedarnya dan menasehati wanita itu untuk tidak membuat kedustaan. Tetapi wanita itu tetap saja dengan tuduhannya, bahkan ia melaporkan kepada gubernur Madinah.

            Marwan bin Hakam, gubernur Madinah yang masih paman dari Muawiyah, atas laporan Arwa bin Aus itu memanggil Sa’id untuk mempertanggung-jawabkan tindakannya. Setelah menghadap, Sa’id membantah tuduhan itu, ia berkata, “Apakah mungkin aku mendzalimi wanita ini (yakni merampas tanahnya), sedangkan aku mendengar sendiri Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang mendzalimi seseorang dengan sejengkal tanah, maka Allah akan melilitnya dengan tujuh lingkaran bumi pada hari kiamat kelak!!”

            Sa’id memang meriwayatkan beberapa hadits Nabi SAW, termasuk hadits yang dijadikan hujjahnya itu. Ada hadits senada lainnya yang juga diriwayatkannya, yakni : Barang siapa yang berbuat dzalim terhadap sejengkal tanah, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh lapis bumi, dan barang siapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia mati syahid.

           Kemudian Sa’id berbalik menghadap kiblat dan berdoa, “Ya Allah, apabila dia (wanita itu) sengaja membuat-buat kebohongan ini, janganlah engkau mematikan dirinya kecuali setelah ia menjadi buta, dan hendaklah Engkau jadikan sumurnya sebagai kuburannya…!!”

            Beberapa waktu kemudian Arwa binti Aus menjadi buta, dan dalam keadaan seperti itu ia terjatuh ke dalam sumur miliknya sendiri dan mati di dalamnya. Sebenarnya saat itu Sa’id berdoa tidak terlalu keras, tetapi beberapa orang sempat mendengarnya. Mereka segera saja mengetahui kalau Sa’id bin Zaid dalam kebenaran, dan doanya makbul. Namanya dan kebaikannya jadi semakin dikenal, dan ia banyak didatangi orang untuk minta didoakan.

            Seperti halnya jabatan dan harta kekayaan, ke-terkenal-an (popularitas) juga tidak disukai oleh Sa’id bin Zaid ini. Walaupun ia sebagai sahabat as sabiqunal awwalin, selalu berjuang dan berjihad di jalan Allah setiap kali ada kesempatan, dan menghabiskan waktu dengan ibadah ketika sedang ‘menggantungkan pedang’, bahkan telah dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW ketika masih hidup bersama (hanya) sembilan sahabat lainnya, tetapi ia tidak terlalu menonjol dan terkenal dibanding sahabat-sahabat lainnya yang memeluk Islam belakangan, seperti misalnya Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Salman al Farisi dan lain-lainnya. Hal ini terjadi karena ia memang lebih suka ‘menyembunyikan diri’, lebih asyik menyendiri dalam ibadah bersama Allah, walau secara lahiriah ia berada di antara banyak sahabat lainnya.

            Setelah peristiwa dengan Arwa bin Aus dan banyak orang yang mendatangi dirinya, Sa’id merasa tidak nyaman. Apalagi kehidupan kaum muslimin saat itu, walau tinggal di Madinah, tetapi makin banyak saja yang ‘mengagung-agungkan’ kemewahan dunia. Jejak kehidupan Nabi SAW dan para sahabat masa awal, baik dari kalangan Muhajirin ataupun Anshar, yang selalu sederhana dan zuhud terhadap dunia sedikit demi sedikit mulai memudar. Karena itu Sa’id pindah ke daerah pedalaman, yakni di Aqiq, dan ia wafat di sana pada tahun 50 atau 51 hijriah. Tetapi jenazahnya dibawa pulang ke Madinah oleh Sa'd bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Umar, keponakannya sendiri, kemudian dimakamkan di Baqi, di antara beberapa sahabat Rasulullah SAW lainnya.

Friday, August 28, 2015

Budak Bernama Mubarok

Kisah Teladan Seorang Budak Bernama Mubarok

Di bawah ini adalah kisah teladan dari seorang budak penjaga kebun yang bernama Mubarok. Dan kelak, Mubarok melahirkan seorang anak yang alim, pakar hadits, zuhud, sekaligus mujahid

Alkisah hiduplah seorang budak yang bernama Mubarok. Menurut suatu riwayat, ia pernah bekerja di sebuah kebun milik seorang majikan. Ia tinggal di sana beberapa lama. Kemudian suatu ketika majikannya, yaitu pemilik kebun tadi yang juga salah seorang saudagar kaya dari Hamdzan datang kepadanya dan mengatakan, "Hai Mubarok, aku ingin satu buah delima yang manis."

Dengan sigap sang budak yang bernama Mubarok itu bergegas menuju salah satu pohon dan mengambilkan delima yang diminta. Majikan tadi lantas memecahnya, ternyata ia mendapatkan rasanya masih asam.
Ia pun marah kepada Mubarok sambil mengatakan, "Aku minta yang manis malah kau beri yang masih asam! Cepat ambilkan yang manis!"
Ia pun beranjak dan memetiknya dari pohon yang lain. Setelah dipecah oleh sang majikan, ia mendapati rasanya masih asam. Kontan majikannya semakin naik pitam. Ia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, majikannya mencicipinya lagi. Ternyata masih juga yang asam rasanya. Setelah itu, majikannya bertanya, "Kamu ini apa tidak tahu, mana yang manis mana yang asam?"
Mubarok, dengan tenang menjawab, "Tidak tuanku". 
"bagaimana bisa seperti itu?"tanya sang majikan
"Sebab aku tidak pernah makan buah dari kebun ini sampai aku benar-benar mengetahui (kehalalan) nya."
"Kenapa engkau tidak mau memakannya?" tanya majikannya lagi.
"Karena Anda belum mengizinkan aku untuk makan dari kebun ini," jawab Mubarok. Pemilik kebun tadi menjadi terheran-heran dengan jawabannya itu.

Tatkala ia tahu akan kejujuran budaknya ini, Mubarok menjadi besar dalam pandangan matanya dan bertambah pula nilai orang ini di sisi dia. Kebetulan majikannya tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang banyak dilamar oleh orang. Ia mengatakan, "Wahai Mubarok, menurutmu siapa yang pantas memperistri putriku ini?"
"Dulu orang-orang jahiliyah menikahkan putri-putri mereka lantaran keturunan. Orang Yahudi menikahkan karena harta, sementara orang Nasrani menikahkan karena keelokan paras. Dan umat islam menikahkan karena agamanya," jawab Mubarok.

Sang majikan kembali dibuat takjub dengan pemikiran jitunya itu. Akhirnya majikan tadi pergi dan memberitahu istrinya sambil berkata, "Menurutku, tidak ada yang lebih pantas untuk putri kita ini selain Mubarok."

Mubarok pun kemudian menikahi dengan putri saudagar dan mertuanya memberinya harta yang cukup melimpah. Di kemudian hari, istri Mubarok ini melahirkan Abdullah bin al-Mubarok, seorang alim, pakar hadits, zuhud sekaligus mujahid. Yang merupakan hasil pernikahan terbaik dari pasangan orang tua kala itu.
Sampai-sampai al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah mengatakan seraya bersumpah dalam perkataannya, "Demi Pemilik Kabah, kedua mataku belum pernah melihat orang yang semisal dengan Ibnu al-Mubarok."
Namun, apa yang terjadi pada saat ini, kecurangan dan penipuan sudah semakin banyak terjadi dalam kehidupan sebagian orang. Sangat jarang kita temukan orang jujur lagi terpercaya dalam menunaikan amanah serta yang jauh dari sifat curang dan penipu.semoga kejujuran tumbuh subur dalam hati muslimin dan muslimah

Arwah Gentayangan



Di lingkungan masyarakat sudah terkenal sekali dengan adanya roh gentayangan. Mereka percaya bahwa orang yang sudah mati bisa hidup kembali berupa roh. Mereka juga beranggapan bahwa orang yang matinya tidak wajar seperti bunuh diri ataupun di bunuh orang lain maka arwahnya penasaran. Arwah tersebut akan meminta sesuatu agar arwahnya bisa tenang. Namun, adakah arwah gentayangan dalam Islam?
Tentang arwah gentayangan atau hantu ini merupakan opini yang salah kaprah. Bukan persoalan ada tidak orang yang telah diganggu oleh hantu tersebut, tetapi dalam hal mengalamatkan siapakah yang menakut-nakuti itu.

Memang ada riwayat yang menyebutkan adanya ruh manusia yang melihat bagaimana orang-orang yang masih hidup memperlakukan jasadnya.
Seperti yang diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Nabi SAW bersabda, “Jika jenazah telah siap, kemudian kaum lelaki memikulnya di atas pundak-pundak mereka, maka jenazah itu orang shalih ia berkata: ‘Segerakanlah aku!’, tetapi jika tidak (shalih), ia berkata kepada keluarganya: ‘Celaka, akan kalian bawa kemana aku?’ Segala sesuatu akan mendengar suaranya selain manusia, dan andaikan manusia mendengarnya niscaya akan jatuh tersungkur,” (HR. Bukhari).

Hal ini juga dikuatkan pula oleh dua hal:
Pertama, keterangan yang shahih menyebutkan bahwa orang kafir mendapat siksa kubur, sedangkan orang yang shalih mendapat nikmat di kubur, bagaimana sempat mereka bergentayangan dengan berbagai motif misal balas dendam, menolong temannya yang masih hidup atau mencari kesenangan lain di dunia?
Kedua, andai saja orang yang telah mati diberi kesempatan untuk beramal lagi, tentulah mereka memilih fokus untuk beribadah, bukan untuk balas dendam atau yang lainnya. Lagi pula bagaimana dengan hisabnya di akhirat jika dia membunuh setelah matinya? Bagaimana pula dengan catatan amalnya? Jelas hal ini menyelisihi dalil-dalil qath’i yang menyebutkan bahwa manusia putus amalnya ketika telah mati. Seperti hadits yang sudah sangat populer, “Jika manusia mati, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya,” (HR. Muslim).

Allah dalam Q.S Al Mukminum: 99-100 memberitakan bahwa orang-orang yang telah dikuburkan mustahil bisa kembali ke dunia, kecuali dibangkitkan setelah hari kiamat. Orang-orang kafir (roh jahat) terkurung dalam penjara alam kubur. Dan pada ayat lain (Q.S Arrum :56), jadi tidak ada kekuasaan manusia (yang telah berada dialam kubur) untuk bisa kembali ke dunia ini.
Rasullah SAW mengabarkan bahwa setelah roh keluar dari tubuh manusia (mati), roh itu diantar oleh malaikat menuju penciptanya (Allah). Setelah itu dikembalikan kealam kubur. Di alam kubur roh mendapat pemeriksaan oleh malaikat Munkar dan Nakir. Melalui pemeriksaan itulah roh ditempatkan pada tempat yang layak baginya, “Kemudian dibukakanlah untuknya pintu ke arah surga. Lalu kepadanya dikatakan; Inilah tempat tinggalmu dan itu pulalah yang diserakan oleh Allah untukmu yaitu segala sesuatu yang ada di dalamnya. Mayit itu merasakan kenikmatan yang besar dan umat berbahagia. Kemudian dikeluarkanlah kuburnya itu sampai 70 hasta dan diberi penerangan di dalamnya. Tubuhnya dikembalikan sebagai mana permulaan dahulu. Rohnya diletakkan di dalam kelompok roh yang suci yaitu dalam tubuh seekor burung yang bertengger di salah satu pohon surga,” (H.R Ahmad).

Berdasarkan keterangan al-Qur’an dan hadis maka jelaslah bahwa tidak ada roh gentayangan, yang ada adalah roh orang yang mukmin tidak bisa terangkat keatas gara-gara utangnya yang belum terbayar. Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa tidak ada hantu, di dalam arti roh mati kedunia mengganggu manusia (HR. Muslim). Apa yang selama ini diyakini oleh sebagian besar umat Islam hanyalah tipu daya setan dari bangsa jin. Setanlah yang menyamar sebagai orang yang telah mati seperti dilihat oleh orang-orang yang tertipu.

Setanlah yang masuk ke dalam tubuh manusia dan mengaku-ngaku sebagi roh orang tua, atau orang-orang saleh. Karena hanya setan (jin) yang diberi kemampuan oleh Allah untuk masuk ke dalam tubuh manusia, sebagaimana keterangan Rasulullah SAW bahwa, “Sesungguhnya setan (jin) beredar di dalam diri manusia seperti aliran darah,” (HR. Bukhari Muslim).

Tuesday, August 25, 2015

Sabar >< Mengeluh



Manusia adalah mahluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna. Namun Manusia memiliki sifat yang jauh dari kata sempurna. Tidak bisa dipungkiri, makhluk yang namanya manusia pasti pernah mengalami perasaan down ketika mendapat masalah. Dari situlah muncul sifat yang bernama mengeluh. Disadari atau tidak, mengeluh seperti sudah menjadi bagian dari hidup. Hanya saja, frekuensi dan kualitas keluhannya yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya.

Biasanya perbedaan ini bersumber pada kedalaman terhadap agama, dalam hal ini adalah agama Islam yang sangat kita cintai. Sikap sabar, ikhlas dan seberapa besar keinginan untuk mengubah sebuah keadaan menjadi lebih baik, biasanya akan meminimalisir keluhan.
Sebaliknya, sikap lemah, apriori, pesimis dan buruk sangka terhadap kejadian yang sedang menimpa secara otomatis akan memunculkan keluhan-keluhan yang alih-alih mendapatkan penyelesaian, malah akan menambah ruwet dan akan menimbulkan masalah baru lagi.

Mengeluh sejatinya perwujudan serta gambaran dari rasa tidak puas Tidak ikhlas dalam menerima sebuah ketentuan yang terjadi, baik dari segi materi dan non materi. Ketika sakit berkeluh kesah, macet mengumpat, banjir atau kekeringan mengkambing hitamkan orang lain. Atau ketika ditimpa musibah menghardik Tuhan tidak adil, gaji kecil, belum punya rumah dan kendaraan pribadi acap menyalahkan suami (bagi para istri) atau anak-anak nakal dan bermasalah tidak jarang meyalahkan istri (bagi para suami).

Ya, sebagian contoh kecil tersebut adalah manifestasi dari rasa tidak puas. Belum lagi kita saksikan fenomena di negeri yang kita cintai ini. Berita di televisi mayoritas menyuguhkan tentang aksi demo dan kekerasan, kerusuhan dimana-mana, tindak kriminal, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi-kolusi dan nepotisme dan banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan pada satu hal : ketidakpuasan! Sebuah potret masyarakat yang diwarnai dengan berbagai keluhan.

Lalu, sebagai seorang yang mengaku muslim dan punya tuntunan yang jelas tentu saja kita tidak akan membiarkan diri kita terperosok lebih jauh ke dalam perbuatan yang sesungguhnya dibenci oleh Allah Swt. Kenapa dibenci oleh Allah Swt.? Karena sesunggunya Allah Swt. menyukai hamba yang senantiasa bersyukur dengan segala ketentuan dan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan.

Melihat fakta yang mayoritas bahwa manusia tidak pernah lepas dari keluh kesah maka sangat penting bagi setiap muslim/muslimah mempunyai manajemen yang tepat agar tidak terpeleset dalam keluh kesah yang tidak diperbolehkan dan pandai menyikapi setiap kejadian yang dihadapi dengan mengacu kepada teladan kita Rasulullah Saw.

Mengeluh Indikasi Tidak Bersyukur
Allah Swt. berfirman dalam QS An-nahl : 18, artinya : “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.”
Ketika seseorang hanyut dalam keluhan, panca inderanya pun tak mampu lagi memainkan perannya untuk melihat, mendengar, mencium dan merasakan nikmat yang bertebaran diberikan oleh Allah Swt. tak henti-hentinya. Hatinya serta merta buta dari mengingat dan bersyukur atas nikmat Allah yang tiada terbatas. Itulah sifat manusia yang selalu mempunyai keinginan yang tidak terbatas dan tidak pernah puas atas pemberian Allah kecuali hamba-hamba yang bersyukur dan itu hanya sedikit.
Pada zaman Sayyidina Umar al-Khattab, ada seorang pemuda yang sering berdoa di sisi Baitullah yang maksudnya: “Ya Allah! Masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit.”
Doa beliau didengar oleh Sayyidina Umar ketika beliau (Umar) sedang melakukan tawaf di Ka’bah. Umar heran dengan permintaan pemuda tersebut. Selepas melakukan tawaf, Sayyidina Umar memanggil pemuda tersebut dan bertanya, “Mengapa engkau berdoa sedemikian rupa (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tidak ada permohonan lain yang engkau mohonkan kepada Allah?”
Pemuda itu menjawab, “Ya Amirul Mukminin! Aku membaca doa itu karena aku takut dengan penjelasan Allah dalam surah Al-A’raaf ayat 10, yang artinya: ‘Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur’. Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit, (lantaran) terlalu sedikit orang yang tahu bersyukur kepada Allah,” jelas pemuda tersebut.
Semoga kita menjadi hamba-hamba yang dikategorikan sedikit oleh Allah dalam ayat tersebut. Dengan selalu menjaga ikhlas dan sabar terhadap segala kejadian atau ketentuan yang diberikan oleh Allah. Dan berprasangka positif bahwa apa yang telah terjadi adalah yang terbaik menurut Allah, sehingga hanya rasa syukur saja yang terlintas di benak, terucap di bibir dan terlihat dari tindakan karena sesungguhnya jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat-Nya dan jika kita ingkar, sesunggunya azab Allah sangat pedih (QS Ibrahim:7).
Mengeluh Hanya Pada Allah Swt
Ketika sebuah kejadian yang tidak diinginkan menimpa seseorang, katakanlah ditimpa sebuah masalah yang berdampak menitikkan air mata, menyakitkan hati, membuat kepala berdenyut-denyut dan menjadikan seseorang itu merasa diberi ujian yang sangat berat dan tidak sanggup mengatasinya sendiri, sebuah tindakan manusiawi jika ia membutuhkan orang lain dalam penyelesaian masalahnya. Lalu, benarkah tindakannya jika ia mengeluhkan masalahnya kepada orang lain?
Rasulullah Saw. pernah mengalami sebuah kondisi yang jauh dari yang beliau inginkan. Para kaum musyrikin mengabaikan seruannya dan juga mencampakkan Al-Quran. Mereka telah mengacuhkan Al-Quran dalam beberapa bentuk diantaranya: mereka tidak mau mengimani Al-Quran, mereka tidak mau mendengarkan Al-Quran, bahkan mereka menolaknya dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah ucapan dan bualan Muhammad si tukang syair dan sihir . Kaum musyrikin juga berusaha untuk mencegah orang-orang yang berusaha mendengarkan Al-Quran dan dakwah Rasulullah Saw.
Dalam kondisi tertekan tersebut Rasulullah Saw. mengeluh dan mengaduh hanya kepada Allah Swt. seperti yang terkandung dalam QS Al-Furqon : 30, yang artinya : “Dan berkatalah Rasul: Ya Tuhanku! Kaumku ini sesung­guhnya telah meninggalkan jauh al-Quran”.
Begitu pula dengan Nabi Ya’qub dan Nabi ayub, sebagaimana firman Allah dimana Nabi Ya’qup berkata, yang artinya: “Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah,“ (QS. Yusuf : 86).
Dan Nabi Ayyub a.s. , yang disebutkan Allah dalam firman-Nya, bahwa Ayyub berkata, yang artinya : “Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau (Allah) adalah Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang,”(QS Al-Anbiyaa’: 83).
Sebaiknya, mengeluhlah hanya kepada Allah Swt., karena sesungguhnya semua kejadian sudah menjadi sebuah ketentuan-Nya dan hanya Dia-lah sebaik-baik pemberi solusi. Tetapi dalam kondisi-kondisi dimana seseorang mengeluh (sharing) tentang masalahnya kepada orang yang ia yakini amanah dan dengan catatan untuk mendapatkan penyelesaian, maka dalam hal ini sebagian ulama memperbolehkan.
Sebagaimana Ibnu Qayyim , dalam ‘Uddatu Ash Shabirin, menyatakan bahwa adapun menceritakan kepada orang lain tentang perihal keadaan, dengan maksud meminta bantuan petunjuknya atau pertolongan agar kesulitannya hilang, maka itu tidak merusak sikap sabar ; seperti orang sakit yang memberitahukannya kepada dokter tentang keluhannya, orang teraniaya yang bercerita kepada orang yang diharapkannya dapat membelanya, dan orang yang tertimpa musibah yang menceritakan musibahnya kepada orang yang diharapkannya dapat membantunya.

Membiasakan Diri dengan Mengeluh Positif
Mengeluh positif ? Spontan pasti muncul pertanyaan ketika membaca subjudul tersebut. Iya, ternyata mengeluh tidak selalu berkonotasi negatif. Tidak sabar menghadapi ujian, kurang ikhlas menerima ketentuan dan hasad/iri pada orang lain acap kali membuat diri menjadi tidak berdaya sehingga mengeluarkan kata-kata yang bermakna tidak puas yang merupakan perwujudan dari mengeluh. Tetapi, jika seseorang hasad/iri terhadap kebaikan dan amal saleh orang lain yang membuat dirinya termotivasi untuk berbuat hal yang sama bahkan lebih tanpa mengurangi/menghilangkan kebaikan orang lain tersebut maka hasad model ini dikategorikan sebagian ulama sebagai hasad yang positif.
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh. Ghibthoh adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.

Jadi, marilah kita sama-sama membekali diri dengan ketaatan hanya kepada Allah Swt. dengan cara senantiasa mendekatkan diri pada-Nya. Tidak pernah puas untuk mengkaji ilmu-ilmu-Nya agar dalam setiap desahan napas selalu mengaitkan dengan hukum-hukum-Nya. Jika ada niat dan tekad dengan sungguh-sungguh, insya Allah ikhlas dan sabar akan menjadi perhiasan yang akan mewarnai akhlak kita sehari-hari dan kita dihindarkan dari lisan dan sikap yang sering berkeluh kesah. Cukuplah mengeluh positif dalam genggaman, yaitu mengeluh dalam rangka bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga dapat meraih derajat taqwa yang sesungguhnya. Wallahu’alam.

Monday, August 24, 2015

Amal Jariyah

''Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.'' (H.R. Muslim)

Hadist di atas menjelaskan amal perbuatan seorang Muslim akan terputus ketika ia meninggal dunia, sehingga ia tidak bisa lagi mendapatkan pahala. Namun, ada tiga hal yang pahalanya terus mengalir walau pelakunya sudah meninggal dunia, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shaleh.

Dalam riwayat Ibn Majah, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa salam menambahkan tiga amal di atas, Rasulullah bersabda:
''Sesungguhnya amal dan kebaikan yang terus mengiringi seseorang ketika meninggal dunia adalah ilmu yang bermanfaat, anak yang dididik agar menjadi orang shaleh, mewakafkan Alquran, membangun masjid, membangun tempat penginapan bagi para musafir, membuat irigasi, dan bersedekah.'' (H.R. Ibn Majah)

Menurut Imam Al-Suyuti (911 H), bila semua hadits mengenai amal yang pahalanya terus mengalir walau pelakunya sudah meninggal dunia dikumpulkan, semuanya berjumlah 10 amal, yaitu:
1. Ilmu yang bermanfaat
2. Doa anak yang shaleh
3. Sedekah jariyah (wakaf)
4. Menanam pohon kurma atau pohon-pohon yang buahnya bisa dimanfaatkan
5. Mewakafkan buku, Kitab atau Al-Qur’an
6. Berjuang dan membela Tanah Air
7. Membuat sumur
8. Membuat irigasi
9. Membangun tempat penginapan bagi para musafir
10. Membangun tempat ibadah dan belajar.

Kesepuluh hal di atas menjadi amal yang pahalanya terus mengalir, karena orang yang masih hidup akan terus mengambil manfaat dari ke-10 hal tersebut.
Manfaat yang dirasakan orang yang masih hidup inilah yang menyebabkannya terus mendapatkan pahala walau ia sudah meninggal dunia.
Dari pemaparan di atas, sudah seharusnya kita berusaha mengamalkan 10 hal tersebut atau paling tidak mengamalkan salah satunya, agar kita mendapatkan tambahan pahala di akhirat kelak, sehingga timbangan amal kebaikan kita lebih berat dari pada timbangan amal buruk.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
''Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.'' (Q.S. Al-A'raaf [7]: 8)

Kisah Neraka Jahanam



Sayidina Ali ra menceritakan suatu ketika melihat Rasulullah menangis manakala ia datang bersama Fatimah. Lalu keduanya bertanya mengapa Rasul menangis. Beliau menjawab, "Pada malam aku di-isra'-kan, aku melihat perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan. Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena, menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya.

Putri Rasulullah kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya. "Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih. Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya. Aku lihat perempuan tergantang kedua kakinya dengan terikat tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking.

Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, di bawahnya dinyalakan api neraka. Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam, memakan tali perutnya sendiri. Aku lihat perempuan yang telinganya pekek dan matanya buta, dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan kusta.

Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar, beribu-ribu kesengsaraan dihadapinya. Aku lihat perempuan yang rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar dari duburnya sementara malikat memukulnya dengan pentung dari api neraka," kata Nabi.

Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu? Rasulullah menjawab, "Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya.

Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang 'mengotori' tempat tidurnya. Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas. Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain.

Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang yang kepada orang lain bersolek dan berhias supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya. Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya ke atasubun-ubunnya diulurkan ular dan kalajengking padanya karena ia bisa shalat tapi tidak mengamalkannya dan tidak mau mandi junub.

Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar ialah tukang umpat dan pendusta. Perempuan yang menyerupai anjing ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami." Mendengar itu, Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis. Dan inilah peringatan kepada kaum perempuan. 

Bumi dan Langit

Salah satu penyebab peristiwa Israk dan Mikraj adalah karena bumi merasa bangga dan menyombongkan diri dengan langit. Berkata bumi kepada langit,

"Hai langit, aku lebih baik dari kamu karena Allah SWT telah memberikan aku dengan berbagai negara yang ada di dalam bumiku, laut, sungai, tanaman yang indah, binatang yang macam-macam dan pegunungan serta gunung yang pemandangannya sangat indah dan lain-lain".

Langit pun menjawab "Hai bumi, aku juga lebih indah dari kamu karena matahari, bulan, bintang-bintang, beberapa falak, buruj, 'arasy, kursi dan syurga ada padaku."

Berkata pula bumi, "Hai langit, ditempatku ada rumah yang dikunjungi dan untuk bertawaf para nabi, para utusan dan arwah para wali dan solihin (orang-orang yang baik)."

Bumi berkata lagi, "Hai langit, sesungguhnya pemimpin para nabi dan utusan bahkan sebagai penutup para nabi dan kekasih Allah seru sekalian alam, seutama-utamanya segala yang wujud serta kepadanya penghormatan yang paling sempurna itu tinggal di tempatku. Dan dia menjalankan syari'atnya juga di tempatku."

Langit tidak dapat berkata apa-apa, apabila bumi berkata demikian. Langit mendiamkan diri dan dia mengadap Allah S.W.T dengan berkata,

"Ya Allah, Engkau telah mengabulkan permintaan orang yang tertimpa bahaya, apabila mereka berdoa kepada Engkau. Aku tidak dapat menjawab kesombongan bumi, oleh itu aku minta kepada-Mu Ya Allah supaya kekasih-Mu yakni Muhammad dinaikkan kepadaku sehingga aku menjadi mulia dengan kebagusannya dan berbangga dengannya kelak."

Lalu Allah S.W.T mengabulkan permintaan langit. Allah SWT memberi wahyu kepada Jibril AS pada malam tanggal 27 Rajab,

"Janganlah engkau (Jibril) bertasbih pada malam ini dan engkau 'Izrail, jangan engkau mencabut nyawa pada malam ini."

Jibrail A.S. bertanya, " Ya Allah, apakah kiamat telah sampai?"

Allah S.W.T berfirman, maksudnya, "Tidak, wahai Jibrail. Tetapi pergilah engkau ke Syurga dan ambillah Buraq dan terus pergi kepada Muhammad dengan buraq itu."

Kemudian Jibrail A.S. pun pergi ke Surga dan dia melihat 40,000 buraq sedang bersenang-lenang di taman Syurga dan di wajah masing-masing terdapat nama Muhammad. Di antara 40,000 buraq itu, Jibrail A.S. terpandang pada seekor buraq yang sedang menangis bercucuran air matanya. Jibrail A.S. menghampiri buraq itu lalu bertanya, "Mengapa engkau menangis, ya buraq?"

Berkata buraq, "Ya Jibrail, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40 tahun, maka pemilik nama itu telah tertanam dalam hatiku dan aku sesudah itu menjadi rindu kepadanya dan aku tidak mahu makan dan minum lagi. Aku laksana dibakar oleh api kerinduan."

Berkata Jibrail A.S., "Aku akan menyampaikan engkau kepada orang yang engkau rindukan itu."

Kemudian Jibrail A.S. memakaikan pelana dan kekang kepada buraq itu dan membawanya kepada Nabi Muhammad S.A.W.Buraq yang diceritakan inilah yang membawa Rasulullah S.A.W dalam perjalanan Israk dan Mikraj.

Sunday, August 23, 2015

Kisah Berkat Dibalik Membaca Bismilah

Ada seorang perempuan tua yang taat beragama, tetapi suaminya seorang yang fasik dan tidak mau mengerjakan kewajiban agama dan tidak mau berbuat kebaikan.
Perempuan itu selalu membaca Bismillah setiap kali hendak berbicara dan setiap kali dia hendak memulai sesuatu senantiasa didahului dengan Bismillah. Suaminya tidak suka dengan sikap istrinya dan selalu memperolok-olokkan istrinya.


Suaminya berkata sambil mengejek, "Asyik Bismillah, Bismillah. Sekejap-sekejap Bismillah."
Istrinya tidak berkata apa-apa sebaliknya dia berdoa kepada Allah SWT agar memberikan hidayah kepada suaminya. Suatu hari suaminya berkata: "Suatu hari nanti akan aku buat kamu kecewa dengan bacaan-bacaanmu itu."

Untuk membuat sesuatu yang mengejutkan isterinya, dia memberikan uang yang banyak kepada isterinya dengan berkata, "Simpan uang ini." Istrinya mengambil duit itu dan menyimpan di tempat yang aman, di samping itu suaminya telah melihat tempat yang disimpan oleh isterinya. Kemudian dengan diam-diam suaminya itu mengambil duit tersebut dan membuang tas uang ke dalam sumur di belakang rumahnya.

Setelah beberapa hari kemudian suaminya itu memanggil isterinya dan berkata, "Berikan padaku uang yang aku berikan kepada engkau dahulu untuk disimpan."
Kemudian istrinya pergi ke tempat dia menyimpan uang itu dan diikuti oleh suaminya dengan berhati-hati dia menghampiri tempat dia menyimpan uang itu dia membuka dengan membaca, "Bismillahirrahmanirrahiim." Ketika itu Allah SWT mengirim malaikat Jibril AS untuk mengembalikan tas uang dan menyerahkan uang itu kepada suaminya kembali.

Alangkah terkejut suaminya, dia merasa bersalah dan mengakui segala perbuatannya kepada istrinya, ketika itu juga dia bertobat dan mulai mengerjakan perintah Allah, dan dia juga membaca Bismillah apabila dia hendak memulai sesuatu pekerjaan.

Kisah Pemuda Berbapak Ibukan Babi


Membaca judul di atas, pasti alis serta kening langsung mengkerut. Kisah ini terjadi pada zaman Nabi Musa AS. Secara logika masa kini yang begitu canggih, apalagi dengan pikiran yang setiap hari sudah sibuk dengan segala rutinitas pekerjaan, maka kita hampir tidak akan percaya
Seperti kita ketahui, bahwa nabi Musa adalah " kalamullah ". Suatu saat Nabi Musa mendapat bisikan langsung dari Allah " Hai Musa, kelak di syurga, Engkau akan mempunya tetangga seorang pemuda, si fulan, rumahnya di desa sana, ini alamat lengkapnya ". begitu kurang lebih kalam Allah yangg ditujukan kepada Nabi Musa. karena penasaran, Nabi Musa mencari alamat itu dan ingin tahu pemuda macam apa yg akan kelak menjadi tetangganya di syurga. nabi Musa bertanya terus dlm hati " punya amalan apa pemuda itu kok sampai Allah mmpersiapkan surga untuknya jauh jauh hari sebelumnya "

Setelah menemukan alamat yang dituju, singkat cerita, nabi Musa mengetuk pintu rumah itu, lalu di bukakan pintu oleh seorang pemuda dan mempersilahkan duduk, Nabi Musa segera duduk, namun belum sempat bicara apa, pemuda tadi langsung mohon pamit kepada Nabi Musa sejenak, " Duhai Nabi Musa, maafkan saya, sy harus tinggalkan anda sejenak, karena saya punya kewajiban yang harus saya tegakkan dengan istiqomah. Nabi Musapun mempersilahkan pemuda itu utk masuk kedalam rumahnya. Nabi Musa penasaran, amalan apa yang diamalkan dengan istiqomah pemuda ini?
Tidak lama kemudian, pemuda itu keluar dari ruangan dalam menuju keluar rumah sambil menggendong dua ekor babi jantan & babi betina. terperanjat Nabi Musa, dalam hati Nabi Musa membatin " Waduh salah alamat kah saya ini, tapi perasaan dalam hati Nabi Musa bergumam "Benar ini alamatnya, masak Allah yg salah kasih informasi " bgitulah nabi Musa sibuk dgn kecamuk batinnya.. sementara pemuda itu diluar rumah asyik penuh lembut memandikan dua ekor babi tadi, di sabun, di gosok penuh mesra, di handuki, bahkan di ciumi laksana bayi. setelah selesai pemuda tadipun membawa dua ekor Babi tadi masuk ke dalam rumah. dan sekarag pemuda ini sudah kembali di hadapan Nabi Musa.
Antara marah, kecewa, tidak percaya, dan perasaan campur aduk lainnya. Nabi Musa bertanya kepada pemuda itu, wahai pemuda, apa agamamu ? Agama saya adalah tauhid seperti halnya Engkau baginda Musa, jawab sang pemuda. Lalu kenapa engkau dengan seenaknya bergelut dengan babi yg mulai kulitnya sampai liurnya adalah haram. Maka pemuda tadi mulai menjelaskan dengan santun.

Wahai Nabi Musa, ketahuilah, bahwa dua ekor babi tadi adalah jelmaan bapak dan ibuku. Kedua orang tuaku adalah tergolong manusia-manusia yang ingkar, manusia-manusia yg bejat penuh dosa, hingga suatu sore saat hujan lebat, kedua orang tuaku disambar petir. Saya kira kedua orang tuaku langsung hangus dan mati, tapi ternyata tidak mati. Dalam hangusnya itu, lambat laun kedua tubuh orang tuaku berubah wujud menjadi seekor babi.. Duhai nabi Musa, sebagai anak, hatiku sangat sedih tak terkira melihat nasib kedua orang tuaku. Sebagai anak, saya tidak punya pilihan lain kecuali merawat mereka dengan penuh kasih sayang. Sebejat apapun, sebusuk apapun, semurtad apapun, dia tetap orang tuaku, biarlah kebusukan orang tuaku mnjadi urusan pribadinya dengan Allah, sedang aku sebagai anak, tidak punya pilihan lain kcuali tetap berbakti dan menyayangi keduanya.
Setelah itu Nabi Musa-pun pamit sambil berlinag air mata, dan lagsung bermunajat kepada Allah tentang kejadian yg baru saja di lihatnya.. maka Allah menjawab " Ya, itulah pemuda yang kelak akan menjadi tetanggamu di surga. Aku tidak melihat babinya, tetapi Aku melihat baktinya anak itu kepada orang tuanya. Ingat Musa, rasa baktinya, rasa hormatnya, rasa ta'dhimnya kepada orang tuanya apapun kondisi orang tuanya ".

Friday, August 21, 2015

Anjing Anjing Neraka



Melihat judul di atas mungkin sudah terbayang akan kengerian kita. Ya, judul di atas memang benar adanya karena kisah tentang anjing-anjing neraka berasal langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Sabda Rasulullah S.A.W kepada Mu'adz, "Wahai Mu'adz, apabila di dalam amal perbuatanmu itu ada kekurangan :

· Jagalah lisanmu supaya tidak terjatuh di dalam ghibah terhadap saudaramu/muslimin.
· Bacalah Al-Qur'an· tanggunglah dosamu sendiri untukmu dan jangan engkau tanggungkan dosamu kepada orang lain.
· Jangan engkau mensucikan dirimu dengan mencela orang lain.
· Jangan engkau tinggikan dirimu sendiri di atas mereka.
· Jangan engkau masukkan amal perbuatan dunia ke dalam amal perbuatan akhirat.
· Jangan engkau menyombongkan diri pada kedudukanmu supaya orang takut kepada perangaimu yang tidak baik.
· Jangan engkau membisikkan sesuatu sedang dekatmu ada orang lain.
· Jangan engkau merasa tinggi dan mulia daripada orang lain.
· Jangan engkau sakitkan hati orang dengan ucapan-ucapanmu.

Niscaya di akhirat nanti, kamu akan dirobek-robek oleh anjing neraka. Firman Allah S.W.T. yang bermaksud, "Demi (bintang-bintang) yang berpindah dari satu buruj kepada buruj yang lain."Sabda Rasulullah S.A.W., "Dia adalah anjing-anjing di dalam neraka yang akan merobek-robek daging orang (menyakiti hati) dengan lisannya, dan anjing itupun merobek serta menggigit tulangnya."Kata Mu'adz, " Ya Rasulullah, siapakah yang dapat bertahan terhadap keadaan seperti itu, dan siapa yang bisa selamat daripadanya?"
Sabda Rasulullah S.A.W., "Sesungguhnya hal itu mudah lagi ringan bagi orang yang telah dimudahkan serta diringankan oleh Allah S.W.T."

Thursday, August 20, 2015

Kisah Lima Perkara Aneh



Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang terkenal. Suatu ketika dia pernah berkata, “ayahku pernah bercerita bahwa di antara Nabi-nabi yang bukan Rasul, ada menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara.”

Salah seorang Nabi yang menerima wahyu melalui mimpi tersebut, pada suatu malam Sang Nabi bermimpi dan di dalam mimpinya tersebut Sang Nabi tersebut mendapat perintah yang berbunyi, "Esok engkau harus keluar dari rumah pada waktu pagi menuju ke arah barat. Engkau harus melakukan apa yang diperintahkan



Pertama, apa yang kamu lihat (hadapi) maka makanlah
Kedua, kamu sembunyikan
Ketiga; kamu harus menerimanya
Keempat, janganlah kamu memutuskan harapan
Dan yang kelima, larilah kamu daripadanya."

Keesokan harinya, Sang Nabi itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Sang Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan pertama aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan."

Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecil hingga berukuran sebesar roti. Maka Sang Nabipun mengambilnya lalu memasukan ke dalam mulutnya. Sungguh, ketika ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.

Kemudian Sang Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan perintah dalam mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu dikuburkannya mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya.

Namun tiba-tiba mangkuk emas itu telah keluar dan kembali ke tempatnya semula. Sang Nabipun kembali menguburkannya dan lagi-lagi mangkuk emas itu telah keluar, hingga tiga kali berturut-turut.
Maka berkatalah Sang Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintahmu." Lalu Sang Nabipun meneruskan perjalanannya dan tanpa disadarinya bahwa mangkuk emas itu telah keluar dan kembali ke tempatnya semula.

Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia nampaklah seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah suara burung kecil itu yang berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku."

Mendengar ratapan burung kecil itu, Sang Nabi merasa bersimpati lalu Sang Nabipun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Melihatkan keadaan seperti itu, lantas burung elang itu pun datang menghampiri Sang Nabi itu sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."

Sang Nabi itu lantas teringat perintah dalam mimpinya yang keempat, yaitu bahwa beliau tidak boleh memutuskan harapan. Sang Nabi menjadi kebingungan untuk menyelesaikan masalah itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pahanya dan diberikan kepada elang itu. Setelah mendapat daging itu, burung elang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.

Selepas kejadian itu, Sang Nabi meneruskan perjalannya. Tidak lama kemudian dia menemukan sebuah bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ kerana tidak tahan mencium bau yang menusuk hidungnya.

Setelah menemui kelima kejadian tersebut, maka Sang Nabi kembali ke rumahnya. Pada malam itu, Sang Nabi pun berdoa. Dalam doanya Sang Nabi berkata, "Ya Allah, aku telah melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang Engkau perintahkan di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku arti dari semua ini."

Di dalam mimpinya, Sang Nabi diberitahu oleh Allah S.W.T.,

"Yang pertama engkau makan itu adalah amarah. Pada mulanya nampak besar seperti bukit tetapi pada akhirnya jika engkau dapat bersabar dan dapat menahan diri, maka amarah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu.

Yang kedua adalah amal kebaikan, walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan nampak juga.

Yang ketiga adalah, apabila engkau telah menerima amanah daeri seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya.

Yang keempat adalah, apabila ada orang meminta kepadamu, maka berusahalah untuk membantunya, meskipun kau sendiri mempunyai kepentingan (berhajat).

Yang kelima adalah bau yang busuk, yang sesungguhnya itu ialah GHIBAH (membicarakan seseorang / menggunjing / bergosip). Maka larilah dari orang-orang yang sedang berkumpul sambil membuat ghibah."

Kelima perkara tersebut hendaknya kita tanamkan pada diri kita, sebab kelima perkara senantiasa berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Adapun perkara yang tidak dapat kita hindari setiap saat adalah mengejek atau menghina orang lain, yang sepertinya sudah menjadi kebiasaan (buruk) kita. Harus diingat bahwa mengejek atau menghina orang lain tersebut, akan menghilangkan pahala kita.

Ada sebuah hadist yang mengatakan bahwa di akhirat kelak ada hamba Allah akan terkejut melihat terdapat pahala pada dirinya, padahal dia tidak pernah mengerjakan amal kebaikan sehingga dia mendapatkan ganjaran berupa pahala yang dimaksud. Lalu dia bertanya, "Wahai Allah, sesungguhnya pahala yang Kamu berikan ini tidak pernah aku kerjakan ketika aku masih hidup di dunia."

Maka berkata Allah S.W.T., "Ini adalah pahala orang yang mengejek dan menghina dirimu."

Sadarlah walaupun ejekan maupun hinaan itu benar adanya, namun hal tersebut akan merugikan diri kita sendiri. Oleh karenanya, janganlah mengejek atau menghina orang lain, walaupun itu benar adanya.

Dukhon

Saat ini di dunia dan juga tentu saja termasuk indonesia, sedang perjadi pandemi yang berasal dari corona. Nama legkapnya virus corona. Ata...