Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang terkenal. Suatu ketika dia pernah berkata, “ayahku pernah bercerita bahwa di antara Nabi-nabi yang bukan Rasul, ada menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara.”
Salah seorang Nabi yang menerima
wahyu melalui mimpi tersebut, pada suatu malam Sang Nabi bermimpi dan
di dalam mimpinya tersebut Sang Nabi tersebut mendapat perintah yang
berbunyi, "Esok engkau harus keluar dari rumah pada waktu pagi menuju ke
arah barat. Engkau harus melakukan apa yang diperintahkan
Pertama, apa yang kamu lihat (hadapi) maka makanlah
Kedua, kamu sembunyikan
Ketiga; kamu harus menerimanya
Keempat, janganlah kamu memutuskan harapan
Dan yang kelima, larilah kamu daripadanya."
Keesokan
harinya, Sang Nabi itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan
kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna
hitam. Sang Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan
memakan pertama aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang
tidak dapat dilaksanakan."
Maka Nabi itu terus berjalan menuju
ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya,
tiba-tiba bukit itu mengecil hingga berukuran sebesar roti. Maka Sang
Nabipun mengambilnya lalu memasukan ke dalam mulutnya. Sungguh, ketika
ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur
'Alhamdulillah'.
Kemudian Sang Nabi itu meneruskan perjalanannya
lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan perintah
dalam mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali
sebuah lubang lalu dikuburkannya mangkuk emas itu, kemudian
ditinggalkannya.
Namun tiba-tiba mangkuk emas itu telah keluar
dan kembali ke tempatnya semula. Sang Nabipun kembali menguburkannya dan
lagi-lagi mangkuk emas itu telah keluar, hingga tiga kali
berturut-turut.
Maka berkatalah Sang Nabi itu, "Aku telah
melaksanakan perintahmu." Lalu Sang Nabipun meneruskan perjalanannya dan
tanpa disadarinya bahwa mangkuk emas itu telah keluar dan kembali ke
tempatnya semula.
Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia
nampaklah seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil.
Kemudian terdengarlah suara burung kecil itu yang berkata, "Wahai Nabi
Allah, tolonglah aku."
Mendengar ratapan burung kecil itu, Sang
Nabi merasa bersimpati lalu Sang Nabipun mengambil burung itu dan
dimasukkan ke dalam bajunya. Melihatkan keadaan seperti itu, lantas
burung elang itu pun datang menghampiri Sang Nabi itu sambil berkata,
"Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak
pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."
Sang
Nabi itu lantas teringat perintah dalam mimpinya yang keempat, yaitu
bahwa beliau tidak boleh memutuskan harapan. Sang Nabi menjadi
kebingungan untuk menyelesaikan masalah itu. Akhirnya dia membuat
keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pahanya
dan diberikan kepada elang itu. Setelah mendapat daging itu, burung
elang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.
Selepas
kejadian itu, Sang Nabi meneruskan perjalannya. Tidak lama kemudian dia
menemukan sebuah bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas
lari dari situ kerana tidak tahan mencium bau yang menusuk hidungnya.
Setelah
menemui kelima kejadian tersebut, maka Sang Nabi kembali ke rumahnya.
Pada malam itu, Sang Nabi pun berdoa. Dalam doanya Sang Nabi berkata,
"Ya Allah, aku telah melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang Engkau
perintahkan di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku arti dari semua
ini."
Di dalam mimpinya, Sang Nabi diberitahu oleh Allah S.W.T.,
"Yang pertama engkau makan itu adalah amarah. Pada mulanya nampak besar
seperti bukit tetapi pada akhirnya jika engkau dapat bersabar dan dapat
menahan diri, maka amarah itu pun akan menjadi lebih manis daripada
madu.
Yang kedua adalah amal kebaikan, walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan nampak juga.
Yang ketiga adalah, apabila engkau telah menerima amanah daeri seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya.
Yang
keempat adalah, apabila ada orang meminta kepadamu, maka berusahalah
untuk membantunya, meskipun kau sendiri mempunyai kepentingan
(berhajat).
Yang kelima adalah bau yang busuk, yang sesungguhnya
itu ialah GHIBAH (membicarakan seseorang / menggunjing / bergosip).
Maka larilah dari orang-orang yang sedang berkumpul sambil membuat
ghibah."
Kelima perkara tersebut hendaknya kita
tanamkan pada diri kita, sebab kelima perkara senantiasa berlaku dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun perkara yang tidak dapat kita hindari
setiap saat adalah mengejek atau menghina orang lain, yang sepertinya
sudah menjadi kebiasaan (buruk) kita. Harus diingat bahwa mengejek atau
menghina orang lain tersebut, akan menghilangkan pahala kita.
Ada
sebuah hadist yang mengatakan bahwa di akhirat kelak ada hamba Allah
akan terkejut melihat terdapat pahala pada dirinya, padahal dia tidak
pernah mengerjakan amal kebaikan sehingga dia mendapatkan ganjaran
berupa pahala yang dimaksud. Lalu dia bertanya, "Wahai Allah,
sesungguhnya pahala yang Kamu berikan ini tidak pernah aku kerjakan
ketika aku masih hidup di dunia."
Maka berkata Allah S.W.T., "Ini adalah pahala orang yang mengejek dan menghina dirimu."
Sadarlah
walaupun ejekan maupun hinaan itu benar adanya, namun hal tersebut akan
merugikan diri kita sendiri. Oleh karenanya, janganlah mengejek atau
menghina orang lain, walaupun itu benar adanya.
No comments:
Post a Comment