Friday, January 30, 2015

Kisah Seguci Emas





Sebuah kisah yang terjadi di masa lampau, sebelum Nabi kita Muhammad n dilahirkan. Kisah yang menggambarkan kepada kita pengertian amanah, kezuhudan, dan kejujuran serta wara’ yang sudah sangat langka ditemukan dalam kehidupan manusia di abad ini.

Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah z, dia berkata: Rasulullah n bersabda:
اشْتَرَى رَجُلٌ مِنْ رَجُلٍ عَقَارًا لَهُ فَوَجَدَ الرَّجُلُ الَّذِي اشْتَرَى الْعَقَارَ فِي عَقَارِهِ جَرَّةً فِيهَا ذَهَبٌ فَقَالَ لَهُ الَّذِي اشْتَرَى الْعَقَارَ: خُذْ ذَهَبَكَ مِنِّي إِنَّمَا اشْتَرَيْتُ مِنْكَ الْأَرْضَ وَلَمْ أَبْتَعْ مِنْكَ الذَّهَبَ. وَقَالَ الَّذِي لَهُ الْأَرْضُ: إِنَّمَا بِعْتُكَ الْأَرْضَ وَمَا فِيهَا. فَتَحَاكَمَا إِلَى رَجُلٍ فَقَالَ الَّذِي تَحَاكَمَا إِلَيْهِ: أَلَكُمَا وَلَدٌ؟ قَالَ أَحَدُهُمَا: لِي غُلَامٌ. وَقَالَ الآخَرُ: لِي جَارِيَةٌ. قَالَ: أَنْكِحُوا الْغُلَامَ الْجَارِيَةَ وَأَنْفِقُوا عَلَى أَنْفُسِهِمَا مِنْهُ وَتَصَدَّقَا
Ada seorang laki-laki membeli sebidang tanah dari seseorang. Ternyata di dalam tanahnya itu terdapat seguci emas. Lalu berkatalah orang yang membeli tanah itu kepadanya: “Ambillah emasmu, sebetulnya aku hanya membeli tanah darimu, bukan membeli emas.”
Si pemilik tanah berkata kepadanya: “Bahwasanya saya menjual tanah kepadamu berikut isinya.”
Akhirnya, keduanya menemui seseorang untuk menjadi hakim. Kemudian berkatalah orang yang diangkat sebagai hakim itu: “Apakah kamu berdua mempunyai anak?”
Salah satu dari mereka berkata: “Saya punya seorang anak laki-laki.”
Yang lain berkata: “Saya punya seorang anak perempuan.”
Kata sang hakim: “Nikahkanlah mereka berdua dan berilah mereka belanja dari harta ini serta bersedekahlah kalian berdua.”

Sungguh, betapa indah apa yang dikisahkan oleh Rasulullah n ini. Di zaman yang kehidupan serba dinilai dengan materi dan keduniaan. Bahkan hubungan persaudaraan pun dibina di atas kebendaan. Wallahul musta’an.
Dalam hadits ini, Rasulullah n mengisahkan, transaksi yang mereka lakukan berkaitan sebidang tanah. Si penjual merasa yakin bahwa isi tanah itu sudah termasuk dalam transaksi mereka. Sementara si pembeli berkeyakinan sebaliknya; isinya tidak termasuk dalam akad jual beli tersebut.
Kedua lelaki ini tetap bertahan, lebih memilih sikap wara’, tidak mau mengambil dan membelanjakan harta itu, karena adanya kesamaran, apakah halal baginya ataukah haram?
Mereka juga tidak saling berlomba mendapatkan harta itu, bahkan menghindarinya. Simaklah apa yang dikatakan si pembeli tanah: “Ambillah emasmu, sebetulnya aku hanya membeli tanah darimu, bukan membeli emas.”
Barangkali kalau kita yang mengalami, masing-masing akan berusaha cari pembenaran, bukti untuk menunjukkan dirinya lebih berhak terhadap emas tersebut. Tetapi bukan itu yang ingin kita sampaikan melalui kisah ini.

Hadits ini menerangkan ketinggian sikap amanah mereka dan tidak adanya keinginan mereka mengaku-aku sesuatu yang bukan haknya. Juga sikap jujur serta wara’ mereka terhadap dunia, tidak berambisi untuk mengangkangi hak yang belum jelas siapa pemiliknya. Kemudian muamalah mereka yang baik, bukan hanya akhirnya menimbulkan kasih sayang sesama mereka, tetapi menumbuhkan ikatan baru berupa perbesanan, dengan disatukannya mereka melalui perkawinan putra putri mereka. Bahkan, harta tersebut tidak pula keluar dari keluarga besar mereka. Allahu Akbar.
Bandingkan dengan keadaan sebagian kita di zaman ini, sampai terucap dari mereka: “Mencari yang haram saja sulit, apalagi yang halal?” Subhanallah.
Kemudian, mari perhatikan sabda Rasulullah n dalam hadits An-Nu’man bin Basyir c:
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
“Siapa yang terjatuh ke dalam syubhat (perkara yang samar) berarti dia jatuh ke dalam perkara yang haram.”
Sementara kebanyakan kita, menganggap ringan perkara syubhat ini. Padahal Rasulullah n menyatakan, bahwa siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar itu, bisa jadi dia jatuh ke dalam perkara yang haram. Orang yang jatuh dalam hal-hal yang meragukan, berani dan tidak memedulikannya, hampir-hampir dia mendekati dan berani pula terhadap perkara yang diharamkan lalu jatuh ke dalamnya.
Rasulullah n sudah menjelaskan pula dalam sabdanya yang lain:
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ
“Tinggalkan apa yang meragukanmu, kepada apa yang tidak meragukanmu.”
Yakni tinggalkanlah apa yang engkau ragu tentangnya, kepada sesuatu yang meyakinkanmu dan kamu tahu bahwa itu tidak mengandung kesamaran.
Sedangkan harta yang haram hanya akan menghilangkan berkah, mengundang kemurkaan Allah l, menghalangi terkabulnya doa dan membawa seseorang menuju neraka jahannam.
Tidak, ini bukan dongeng pengantar tidur.
Inilah kisah nyata yang diceritakan oleh Ash-Shadiqul Mashduq (yang benar lagi dibenarkan) n, yang Allah l berfirman tentang beliau n:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)
Kedua lelaki itu menjauh dari harta tersebut sampai akhirnya mereka datang kepada seseorang untuk menjadi hakim yang memutuskan perkara mereka berdua. Menurut sebagian ulama, zhahirnya lelaki itu bukanlah hakim, tapi mereka berdua memintanya memutuskan persoalan di antara mereka.
Dengan keshalihan kedua lelaki tersebut, keduanya lalu pergi menemui seorang yang berilmu di antara ulama mereka agar memutuskan perkara yang sedang mereka hadapi. Adapun argumentasi si penjual, bahwa dia menjual tanah dan apa yang ada di dalamnya, sehingga emas itu bukan miliknya. Sementara si pembeli beralasan, bahwa dia hanya membeli tanah, bukan emas.
Akan tetapi, rasa takut kepada Allah l membuat mereka berdua merasa tidak butuh kepada harta yang meragukan tersebut.

Kemudian, datanglah keputusan yang membuat lega semua pihak, yaitu pernikahan anak laki-laki salah seorang dari mereka dengan anak perempuan pihak lainnya, memberi belanja keluarga baru itu dengan harta temuan tersebut, sehingga menguatkan persaudaraan imaniah di antara dua keluarga yang shalih ini.
Perhatikan pula kejujuran dan sikap wara’ sang hakim. Dia putuskan persoalan keduanya tanpa merugikan pihak yang lain dan tidak mengambil keuntungan apapun. Seandainya hakimnya tidak jujur atau tamak, tentu akan mengupayakan keputusan yang menyebabkan harta itu lepas dari tangan mereka dan jatuh ke tangannya.
Pelajaran yang kita ambil dari kisah ini adalah sekelumit tentang sikap amanah dan kejujuran serta wara’ yang sudah langka di zaman kita.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Syarah Riyadhis Shalihin mengatakan:
Adapun hukum masalah ini, maka para ulama berpendapat apabila seseorang menjual tanahnya kepada orang lain, lalu si pembeli menemukan sesuatu yang terpendam dalam tanah tersebut, baik emas atau yang lainnya, maka harta terpendam itu tidak menjadi milik pembeli dengan kepemilikannya terhadap tanah yang dibelinya, tapi milik si penjual. Kalau si penjual membelinya dari yang lain pula, maka harta itu milik orang pertama. Karena harta yang terpendam itu bukan bagian dari tanah tersebut.
Berbeda dengan barang tambang atau galian. Misalnya dia membeli tanah, lalu di dalamnya terdapat barang tambang atau galian, seperti emas, perak, atau besi (tembaga, timah dan sebagainya). Maka benda-benda ini, mengikuti tanah tersebut.

Kisah lain, yang mirip dengan ini, terjadi di umat ini. Kisah ini sangat masyhur, wallahu a’lam.
Beberapa abad lalu, di masa-masa akhir tabi’in. Di sebuah jalan, di salah satu pinggiran kota Kufah, berjalanlah seorang pemuda. Tiba-tiba dia melihat sebutir apel jatuh dari tangkainya, keluar dari sebidang kebun yang luas. Pemuda itu pun menjulurkan tangannya memungut apel yang nampak segar itu. Dengan tenang, dia memakannya.
Pemuda itu adalah Tsabit. Baru separuh yang digigitnya, kemudian ditelannya, tersentaklah dia. Apel itu bukan miliknya! Bagaimana mungkin dia memakan sesuatu yang bukan miliknya?
Akhirnya pemuda itu menahan separuh sisa apel itu dan pergi mencari penjaga kebun tersebut. Setelah bertemu, dia berkata: “Wahai hamba Allah, saya sudah menghabiskan separuh apel ini. Apakah engkau mau memaafkan saya?”
Penjaga itu menjawab: “Bagaimana saya bisa memaafkanmu, sementara saya bukan pemiliknya. Yang berhak memaafkanmu adalah pemilik kebun apel ini.”
“Di mana pemiliknya?” tanya Tsabit.
“Rumahnya jauh sekitar lima mil dari sini,” kata si penjaga.
Maka berangkatlah pemuda itu menemui pemilik kebun untuk meminta kerelaannya karena dia telah memakan apel milik tuan kebun tersebut.
Akhirnya pemuda itu tiba di depan pintu pemilik kebun. Setelah mengucapkan salam dan dijawab, Tsabit berkata dalam keadaan gelisah dan ketakutan: “Wahai hamba Allah, tahukah anda mengapa saya datang ke sini?”
“Tidak,” kata pemilik kebun.
“Saya datang untuk minta kerelaan anda terhadap separuh apel milik anda yang saya temukan dan saya makan. Inilah yang setengah lagi.”
“Saya tidak akan memaafkanmu, demi Allah. Kecuali kalau engkau menerima syaratku,” katanya.
Tsabit bertanya: “Apa syaratnya, wahai hamba Allah?”
Kata pemilik kebun itu: “Kamu harus menikahi putriku.”
Si pemuda tercengang seraya berkata: “Apa betul ini termasuk syarat? Anda memaafkan saya dan saya menikahi putri anda? Ini anugerah yang besar.”
Pemilik kebun itu melanjutkan: “Kalau kau terima, maka kamu saya maafkan.”
Akhirnya pemuda itu berkata: “Baiklah, saya terima.”
Si pemilik kebun berkata pula: “Supaya saya tidak dianggap menipumu, saya katakan bahwa putriku itu buta, tuli, bisu dan lumpuh tidak mampu berdiri.”
Pemuda itu sekali lagi terperanjat. Namun, apa boleh buat, separuh apel yang ditelannya, kemana akan dia cari gantinya kalau pemiliknya meminta ganti rugi atau menuntut di hadapan Hakim Yang Maha Adil?
“Kalau kau mau, datanglah sesudah ‘Isya agar bisa kau temui istrimu,” kata pemilik kebun tersebut.
Pemuda itu seolah-olah didorong ke tengah kancah pertempuran yang sengit. Dengan berat dia melangkah memasuki kamar istrinya dan memberi salam.
Sekali lagi pemuda itu kaget luar biasa. Tiba-tiba dia mendengar suara merdu yang menjawab salamnya. Seorang wanita berdiri menjabat tangannya. Pemuda itu masih heran kebingungan, kata mertuanya, putrinya adalah gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh. Tetapi gadis ini? Siapa gerangan dia?
Akhirnya dia bertanya siapa gadis itu dan mengapa ayahnya mengatakan begitu rupa tentang putrinya.
Istrinya itu balik bertanya: “Apa yang dikatakan ayahku?”
Kata pemuda itu: “Ayahmu mengatakan kamu buta.”
“Demi Allah, dia tidak dusta. Sungguh, saya tidak pernah melihat kepada sesuatu yang dimurkai Allah l.”
“Ayahmu mengatakan kamu bisu,” kata pemuda itu.
“Ayahku benar, demi Allah. Saya tidak pernah mengucapkan satu kalimat yang membuat Allah l murka.”
“Dia katakan kamu tuli.”
“Ayah betul. Demi Allah, saya tidak pernah mendengar kecuali semua yang di dalamnya terdapat ridha Allah”
“Dia katakan kamu lumpuh.”
“Ya. Karena saya tidak pernah melangkahkan kaki saya ini kecuali ke tempat yang diridhai Allah l.”
Pemuda itu memandangi wajah istrinya, yang bagaikan purnama. Tak lama dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang hamba Allah l yang shalih, yang memenuhi dunia dengan ilmu dan ketakwaannya. Bayi tersebut diberi nama Nu’man; Nu’man bin Tsabit Abu Hanifah t.
Duhai, sekiranya pemuda muslimin saat ini meniru pemuda Tsabit, ayahanda Al-Imam Abu Hanifah. Duhai, sekiranya para pemudinya seperti sang ibu, dalam ‘kebutaannya, kebisuan, ketulian, dan kelumpuhannya’.
Demikianlah cara pandang orang-orang shalih terhadap dunia ini. Silahkan ambil pelajaran dari kisah ini.

Kisah Anak yang Mengeraskan Suaranya di Masjid



Seorang imam masjid mengisahkan..

Ada seorang anak kecil yang umurnya blm mencpai 10 thn. Dia selalu menjalankan shalat berjamaah di masjid, dan selalunya berusaha menempati shaf plg depan. Anak itu biasa mengeraskan suara saat shalat, terutama tatkala saya selesai membaca al-fatihah, si anak membaca “aamiin” dengan suara sangat keras.

Suatu kali, saya ingin menasihati anak ini agar merubah kebiasaannya. Akan tetapi setiap kali saya selesai shalat dan berdzikir anak itu telah pergi, saya tidak sempat berbicara dengannya.
Hingga suatu kali, setelah selesai shalat saya langsung memegang tangan anak itu sebelum ia pergi. Lalu saya bertanya, “Nak, mengapa kamu sering berteriak keras sewaktu shalat?”
Anak itu menjawab : Rumah saya dekat dengan masjid, tapi ayah tidak pernah ke masjid sama sekali. Saya mengeraskan suara agar ayah mendengar suaraku melalui loudspeaker masjid. Dengan begitu ayah tahu bahwa saya shalat di masjid. Saya berharap ayah segera menyusul ke masjid setelah mendengar suara saya.

Imam tsb melanjutkan ceritanya, “Betapa merinding bulu kudukku ketika mendengar jawaban anak ini. Maka saya bersepakat dengan sebagian jamaah untuk mengunjungi ayah dari anak tersebut untuk memberikan nasihat dan menceritakan apa yang dilakukan anaknya di masjid.
Hingga akhirnya sang ayah bisa tertib menjalankan shalat jamaah di masjid, Allahu akbar walillahilhamd
[Ust. Abu Umar Abdillah] via Majalah Qiblati

Wednesday, January 28, 2015

Kisah Nabi Luth AS



Dalam berbagai penelitian yang dilakukan, peristiwa atau lokasi kejadian diazabnya umat Luth AS ini adalah di Kota Sodom, di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Laut Mati atau di danau Luth yang terletak di perbatasan antara Israel dan Yordania.
Berikut ini cerita mengenai dihancurkannya umat Nabi Luth tersebut dalam Alquran.”Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.”(QS Asy-Syu’araa [26]: 165-166)
Ajakan Nabi Luth ini justru ditolak oleh umatnya. Bahkan, tatkala Allah SWT mengutus dua orang malaikat dalam wujud manusia kepada Nabi Ibrahim dan Luth (QS Adz-Dzaariyaat [51]: 32, Hud [11]: 62-81), mereka malah meminta Luth untuk menyerahkan kedua tamunya itu untuk dinikahkan kepada mereka. Lalu, Allah menghancurkan umat Luth ini akibat perbuatannya.
Dijelaskan umat Nabi Luth ini dihancurkan dengan cara dijungkirbalikkan (yang atas ke bawah, dan bawah ke atas) lalu dihujani dengan batu belerang yang terbakar secara bertubi-tubi. Selama ribuan tahun terkubur, kini jejak atau sisa-sisa kehancuran umat Nabi Luth ini berhasil ditemukan oleh para ahli arkeologi di sekitar Laut Mati.
Pada tahun 1924 seorang ahli purbakala William Albright melakukan penelitian disekitar laut mati. Beberapa orang yang bersama William Albright mencari keberadaan sisa-sisa Kota Sodom dan Gomorah, hingga akhirnya mereka menemukan situs purbakala Bab-Edh-dhra (dibaca: Babhedra).
Bab-edh-dhra adalah makam terbesar khas zaman perunggu yang mereka gali, panjangnya 15 meter dan lebarnya 7 meter
Mereka juga menemukan makam berisi perhiasan emas dan menggali lebih 700 tembikar yang merupakan hadiah penguburan, termasuk tempat parfum kecil dan banyak benda lain, seperti kain.
Konon, makam ini telah digunakan selama 1000 tahun lamanya, dari zaman Ibrahim hingga penghancuran Kota Sodom. Namun, tak ada apa pun untuk mengaitkan pemakaman kuno itu dengan Sodom, tempat kehidupan Nabi Luth dan umatnya.Keberadaan umat Nabi Luth di sekitar laut mati ini diperkuat dengan ulasan National Geographic edisi Desember 1957. ”Gunung Sodom, tanah gersang dan tandus muncul secara tajam di atas Laut Mati. Belum pernah seorang pun menemukan Kota Sodom dan Gomorah yang dihancurkan, namum para akademisi percaya bahwa mereka berada di Lembah Siddim yang melintang dari tebing terjal ini. Kemungkinan air bah dari Laut Mati menelan mereka setelah gempa bumi.”
Setelah sekian lama tidak ada kabarnya tentang keberadaan umat Nabi Luth, pada tahun 1967 ahli purbakala lainnya, Paul Lapp dan Thomas Schaub, melakukan penggalian kembali di sekitar Laut Mati. Dan kemudian, penggalian diteruskan oleh Werner Keller, seorang ahli arkeologi asal Jerman di sekitar Laut Mati.
Dengan merujuk pada keterangan Alquran mengenai dijungkirbalikkannya kota tempat kediaman umat Nabi Luth, Werner Keller menyatakan:
”Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini, yang persis melewati daerah ini, Lembah Siddim, termasuk Sodom dan Gomorah, dalam satu hari terjerumus ke kedalaman. Kehancuran mereka terjadi melalui sebuah peristiwa gempa bumi dahsyat yang mungkin disertai dengan letusan, petir, keluarnya gas alam serta lautan api.”
Werner percaya bahwa umat Nabi Luth dihancurkan melalui sebuah gempa bumi yang sangat hebat. Peristiwa tersebut dilukiskan dengan keterangan Alquran surah Asy-Syu’araa ayat 173. ”Kami menghujani mereka dengan batu belerang keras sebagaimana tanah liat yang terbakar secara bertubi-tubi.”
Berkaitan dengan hal ini, Werner Keller menulis: ”Pergeseran patahan membangkitkan tenaga vulkanik yang telah tertidur lama sepanjang patahan. Di lembah yang tinggi di Jordania dekat Bashan masih terdapat kawah yang menjulang dari gunung api yang sudah mati; bentangan lava yang luas dan lapisan basal yang dalam yang telah terdeposit pada permukaan batu kapur.”
Tanda-tanda nyata yang disampaikan oleh Danau Luth tentu sangat menarik. Umumnya, kejadian yang diceritakan dalam Alquran terjadi di Timur Tengah, Jazirah Arab, dan Mesir. Tepat di tengah-tengah semua kawasan ini terletak Danau Luth. Danau Luth, serta sebagian peristiwa yang terjadi di sekitarnya, patut mendapat perhatian secara geologis. Danau tersebut diperkirakan berada 400 meter di bawah permukaan Laut Tengah. Karena lokasi terdalam dari danau tersebut adalah 400 meter, dasarnya berada di kedalaman 800 meter di bawah Laut Tengah. Inilah titik yang terendah di seluruh permukaan bumi. Di daerah lain yang lebih rendah dari permukaan laut, paling dalam adalah 100 meter.
Kandungan garam danau luth sangat tinggi, Laut Mati memiliki kadar garam 31,5%, kira-kira 8,6 kali lebih tinggi daripada laut yang lai. Oleh karena itu, tidak ada organisme hidup, semacam ikan atau lumut, yang dapat hidup di dalam danau ini. Hal inilah yang menyebabkan Danau Luth sering disebut sebagai “Laut Mati”.
Kejadian yang menimpa kaum Luth yang disebutkan dalam Alquran berdasarkan perkiraan terjadi sekitar 1.800 SM. Berdasarkan pada penelitian arkeologis dan geologis, peneliti Jerman, Werner Keller, mencatat bahwa Kota Sodom dan Gomorah benar-benar berada di Lembah Siddim yang merupakan daerah terjauh dan terendah dari Danau Luth, dan bahwa pernah terdapat situs yang besar dan dihuni di daerah itu.
Konon, jika seseorang mendayung melintasi Danau Luth ke titik paling utara dan matahari sedang bersinar pada arah yang tepat, ia akan melihat sesuatu yang sangat menakjubkan. Pada jarak tertentu dari pantai dan jelas terlihat di bawah permukaan air, maka akan tampaklah gambaran bentuk hutan yang diawetkan oleh kandungan garam Laut Mati yang sangat tinggi. Batang dan akar di bawah air yang berwarna hijau berkilauan tampak sangat kuno. Lembah Siddim, di mana pepohonan ini dahulu kala bermekaran daunnya menutupi batang dan ranting, merupakan salah satu tempat terindah di daerah ini. Keindahan Laut Mati ini dilukiskan seperti ”like the garden of God.”
Pompei, Ditimpa azab serupa
Kisah-kisah umat terdahulu hendaknya menjadi pelajaran bagi seluruh umat manusia. Namun banyak yang tidak peduli dengan peringatan tersebut. Kehancuran umat Nabi Luth yang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis, rupanya tak cukup menjadi pelajaran dan peringatan.
Itulah yang dilakukan masyarakat di Kota Pompei yang terletak di sebelah timur Gunung Vesuvius, Kota Naples, Italia. Pompei merupakan sebuah simbol kemerosotan dari Kekaisaran Romawi yang juga melakukan perilaku seksual menyimpang sebagaimana umat Luth, dan akhirnya mereka pun mengalami nasib serupa. Kehancuran Pompei disebabkan oleh letusan Gunung Vesuvius.
Gunung Vesuvius adalah simbol bagi Italia, terutama Kota Naples. Karena berdiam diri selama dua ribu tahun terakhir, Vesuvius dinamai ‘Gunung Peringatan.’ Dinamakan demikian, karena bencana yang menimpa Sodom dan Gomorah sangat mirip dengan bencana yang menghancurkan Pompei.
Spoiler for gunung vesuvius:
Catatan historis menyebutkan, Kota Pompei adalah sarang foya-foya dan perilaku menyimpang. Kota ini dikenal dengan meningkatnya pelacuran begitu tinggi sampai-sampai jumlah rumah bordil tidak terhitung lagi. Tiruan alat kelamin dalam ukuran aslinya digantungkan di depan pintu-pintu rumah bordil. Menurut tradisi yang berakar dari kepercayaan Mithra ini, organ seksual dan persetubuhan tidak seharusnya disembunyikan, namun dipertontonkan secara terang-terangan.
Hingga akhirnya, letusan Gunung Vesuvius menghancurkan mereka yang tak sempat melarikan diri.
Dari beberapa temuan yang dilakukan terhadap Kota Pompei, ditemukan adanya sebuah keluarga yang sedang menyantap makanan yang membatu saat itu juga. Bahkan, banyak pasangan ditemukan membatu dalam keadaan sedang berhubungan badan sesama jenis. Wajah dari beberapa jasad membatu yang digali dari Pompei tidak rusak, ekspresi wajah-wajah tersebut pada umumnya menunjukkan terkejut yang lua biasa.

Tuesday, January 27, 2015

Kisah Anak dan Sekantong Paku


Di sebuah daerah yang berada di pinggiran kota, hiduplah seorang anak laki-laki yang mempunyai sifat yang sangat  pemarah. Anak itu mempunyai kebiasaan yang sangat buruk, setiap hari dia selalu marah-marah dengan alasan yang tidak jelas. Ayah anak itu mulai berfikir bagaimana agar anaknya bisa meninggalkan sifat buruknya itu. Akhirnya sang ayah medapatkan sebuah ide. Sang ayah  memberi  anak itu sekantung paku dan sebuah palu, kemudian sang anak disuruh untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia sedang  marah. 

Pada hari pertama, anak itu telah menancapkan 50 buah paku ke pagar, dengan demikian pada hari itu sang anak telah marah sebanyak 50 kali. Pada hari berikutnya sang anak memakukan lebih sedikit paku dari hari sabelumnya. Secara bertahap jumlah paku yang ditancapkan sang anak semakin  hari semakin berkurang. Menurut sang anak menahan amarah itu lebih mudah daripada memakukan paku ke pagar.
Akhirnya sampai pada suatu hari dimana sang anak betul-betul bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat hilang kesabaran. Akhirnya dia memberitahukan hal itu kepada sang ayah. Sang ayah hanya tersenyum simpul, kemudian sang ayah menyuruh anak itu untuk mencabut sebuah paku setiap hari di saat dia sedang tidak marah.

Hari demi hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku yang menancap di dinding pagar belakang rumahnya telah berhasil dicabut. Kemudian sang ayah menuntun anaknya menuju ke pagar itu, “anakku, , , kamu telah berhasil menyelesaikan tugas-tugas yang ayah berikan, tapi lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah sama seperti sebelumnya. Saat kamu mengatakan/melakukan sesuatu dalam kemarahan, kata-kata dan perbuatanmu akan meninggalkan bekas seperti lubang ini…di hati orang lain”. 

Kita bisa menusukan "pisau" ke tubuh seseorang, kita juga bisa mencabutnya kembali. Tapi apa yang terjadi, "pisau" itu akan tetap melukai orang itu. Dan parahnya meskipun kita telah meminta maaf sekalipun luka itu akan tetap ada. Percayalah saat Anda sedang berada dalam kemarahan, hal terbaik yang sebaiknya Anda lakukan hanyalah Diam.

7 golongan yang mendapat naungan Allah SWT

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saudara saudariku yang kucintai. Kali ini kita membahas tujuh golongan manusia yang dimuliakan oleh Allah di hari akhirat kelak.
Ikhwah fillah rahimakumullah, simaklah hadits Rasulullah SAW, hadits mutafaqun'alaih, shahih Bukhari Muslim:

Dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya,

yaitu:
  1. Pemimpin yang adil, 
  2. Pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah),
  3. Seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu melakukan shalat berjamaah di dalamnya),
  4. Dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah,
  5. Seseorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk bezina), tapi ia mengatakan: "Aku takut kepada Allah",
  6. Seseorang yang diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya, dan
  7. Seseorang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya." (HR Bukhari)

Tujuh golongan yang akan mendapat perlindungan dari Allah yang pada hari itu tidak ada perlindungan kecuali hanya perlindungan Allah.

pertama,
imamun adil, pemimpin yang adil, hakim yang adil. Subhanallah, terdepan, yang pertama mendapat perlindungan Allah. Dan sungguh negeri Indonesia yang tercinta ini sangat merindukan pemimpin yang adil, hakim yang adil.

kedua,
pemuda yang aktif, gesit, dalam ibadah kepada Allah SWT. Aktivitasnya mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

ketiga,
manusia, hamba Allah, yang hatinya senang berada di dalam masjid. Dia betah di masjid. Shalat berjama'ah, ia senang, subuh-subuh ia menegakkan shalat berjamaah. Allahu Akbar, tentu ini hamba Allah yang benar-benar beriman kepada Allah.

keempat,
orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu karena Allah, berpisah karena Allah.

kelima,
sangat sulit ini, pemuda yang dirayu, digoda, oleh wanita cantik yang memiliki kekayaan, lalu ia berkata: "Aku takut kepada Allah". Keinginan maksiatnya ada, tapi rasa takutnya kepada Allah lebih hebat, sehingga ia tidak mau melakukan kemaksiatan. Kita sangat merindukan pemuda, yang memiliki kualitas keimanan yang luar biasa, sehingga ia mampu menahan dari berbagai macam godaan.

keenam,
orang yang bersedakah yang tangan kanannya memberi tapi tangan kirinya tidak tahu. Subhanallah.. Apa ini? Orang yang ikhlash, tidak riya, tidak ujub.

ketujuh,
yaitu pemuda, atau hamba Allah, atau orang yang dalam ingatannya kepada Allah, dalam ibadahnya, dalam doanya, dalam dzikirnya, ia menangis. Allahu Akbar

Dua tetesan yang dibanggakan Allah di hari kiamat,
pertama tetesan darah fii sabilillah,
kedua tetesan air mata karena menangis, takut azab Allah, karena merasa bersalah atas segala dosa yang ia lakukan kepada Allah, karena ia sangat mencintai Allah.

Subhanallah.. Inilah golongan yang kelak mendapat pertolongan Allah di hari kiamat kelak.

WALLAHU A'LAM
Subhanakallahumma wabihamdika asyhaduallaailaahailla anta astaghfiruka wa atubuilaik.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Monday, January 26, 2015

Kisah Penciptaan Malaikat JIbril

 

Telah bersabda Rasulullah SAW bahwa :
" Sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan malaikat Jibril dengan bentuk yang sangat elok. Jibril mempunyai 124.000 sayap dan di antara sayap-sayap terdapat dua sayap yang berwarna hijau seperti sayap burung merak, sayap itu antara timur dan barat. Jika Jibril menebarkan hanya satu dari beberapa sayap yang di milikinya, maka sudah cukup untuk menutup dunia ini".

Setelah memandang dirinya yang tampak begitu indah dan sempurna, maka malaikat  Jibril pun berkata kepada Allah :
"Wahai Rabbku, apakah Engkau menciptakan mahluk lain yang lebih baik daripada aku?"
Kemudian Allah SWT menjawab pertanyaan malaikat Jibril: "Tidak".
Mendengar jawaban Allah SWT maka malaikat jibril berdiri dan melakukan shalat dua rakaat untuk bersyukur kepada Allah SWT. 

Pada setiap rakaat shalat yang dikerjakan oleh malaikat Jibril, dia menghabiskan masa 20.000 tahun lamanya.

Setelah malaikat Jibril selesai melaksanakan shalatnya, kemudian Allah SWT berfirman kepadanya:
"Wahai Jibril, kamu telah menyembah Aku dengan ibadah yang sunguh-sungguh dan tidak ada seorang pun yang menyembahku seperti ibadah yang kamu lakukan. Akan tetapi di akhir jaman nanti akan datang seorang nabi yang mulia, yang paling Aku cintai bernama Muhammad. Dia mempunyai umat yang lemah dan senantiasa berbuat dosa. Seandainya mereka mengerjakan sholat dua rakaat walau hanya sebentar dan dalam keadaan lupa serta serba kurang, dengan pikirang yang melayang-layang dan dosa mereka pun besar, maka demi kemuliaanKu dan ketinggianKu, sesungguhnya sholat mereka itu lebih aku sukai daripada sholatmu. Hal tersebut karena mereka telah mengerjakan shalat itu atas perintahkusedangkan shalat kamu bukan atas perintahKu".  

"Ya Rabbku, apakah yang engkau berikan kepada mereka sebagai ganjaran atas ibadah mereka kepadaMu?"

Maka Allah SWT berfirman:
"Ya Jibril, Aku akan berikan syurga Ma'waa sebagai tempat tinggal mereka".

Malaikat Jibril kemudian meminta izin kepada Allah SWT untuk melihat surga Ma'waa tersebut. Setelah Allah SWT memberikan izin kepadanya, maka malaikat Jibril mengembangkan sayapnya dan terbang menuju syurga Ma'waa. Satu kepakan sayap malaikat Jibril adalah sama dengan jarak perjalanan selama 3000 tahun. Maka terbanglah malaikat Jibril sampai beberapa lama perjalanan, malaikat Jibril akhirnya kecapaian dan turun untuk singgah dan berteduh di bawah sebuah pohon. Di sana ia bersujud kepada Allah lalu berkata:
"Ya Rabbku, apakah aku telanh menempuh setengah atau sepertiga atau seperempat dari pejalanan menuju syurga Ma'waa?"

Maka Allah SWT pun berfirman:
"Wahai Jibril, meskipun kamu mampu terbang selama 3000 tahun dan meskipun Aku memberikan kekuatan kepadamu seperti kekuatan yang engkau miliki, lalu kamu terbang seperti yang telah kamu lakukan, niscaya kamu tidak akan sampai kepada sepersepuluh dari beberapa puluhan yang telah kuberikan kepada umat Muhammad terhadap imbalan shalat dua rakaat yang mereka kerjakan".

Sabda Rasulullah SAW :
"Sebelah kanan sayap Jibril terdapat gambar surga beserta segala isinya termasuk bidadari, istana, pelayan dan sebagainya. Sedangkan sayap kirinya terdapat gambar neraka dan segala isinya yang terdiri dai ular berbisa dan kalajengking yang penjaganya yang terdiri dari malaikat yang ganas dan garang yakni malaikat Zabaniyah".

kemudian Rasulullah bersabada lagi:   
"apabila telah sampai ajal seorang manusia, maka akan masuklah malaikat ke dalam lubang kecil pada badan manusia. Kemudian mereka akan menarik rohnya dari kedua telapak kaki hingga lutut dan mereka pun keluar. Setelah itu datang lagi malaikat yang lain menarik roh dari lutut ke perut. Kemudian seterusnya dari perut ke dada. Dan dada ke kerongkonganya. itu saat sakaratul maut manusia. 

Ketika seorang muslim yang taat menghadapi sakaratul maut, maka malaikat Jibrl akan menebarkan sayap kanannya sehingga orang itu dapat melihat tempatnya di surga, sehingga ia lupa orang-orang di sekelilingnya.
Jika orang yang sedang sakaratul maut adalah orang yang tidak beriman, maka malaikat Jibril akan menebarkan sayap sebelah kirinya sehingga orang yang tidak beriman tersebut takut karena melihat tempatnya di neraka serta lupa akan orang-orang di sekelilingnya.

Sunday, January 25, 2015

Malaikat Maut Tertawa dan Menangis Ketika Mencabut Nyawa

 
 
ALLAH swt. bertanya kepada malaikat maut: “Apakah kamu pernah menangis ketika kamu mencabut nyawa anak cucu Adam?”
Maka Malaikat pun menjawab: “Aku pernah tertawa, pernah juga menangis, dan pernah juga terkejut dan kaget.”
“Apa yang membuatmu tertawa?”
“Ketika aku bersiap-siap untuk mencabut nyawa seseorang, aku melihatnya berkata kepada pembuat sepatu, ‘Buatlah sepatu sebaik mungkin supaya bisa dipakai selama setahun’,”.
“Aku tertawa karena belum sempat orang tersebut memakai sepatu dia sudah kucabut nyawanya.”
Allah swt. lalu bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?”
Maka malaikat menjawab: “Aku menangis ketika hendak mencabut nyawa seorang wanita hamil di tengah padang pasir yang tandus, dan hendak melahirkan. Maka aku menunggunya sampai bayinya lahir di gurun tersebut. Lantas kucabut nyawa wanita itu sambil menangis karena mendengar tangisan bayi tersebut karena tidak ada seorang pun yang mengetahui hal itu.”
“Lalu apa yang membuatmu terkejut dan kaget?”
Malaikat menjawab: “Aku terkejut dan kaget ketika hendak mencabut nyawa salah seorang ulama Engkau. Aku melihat cahaya terang benderang keluar dari kamarnya, setiap kali Aku mendekatinya cahaya itu semakin menyilaukanku seolah ingin mengusirku, lalu kucabut nyawanya disertai cahaya tersebut.”
Allah swt bertanya lagi: “Apakah kamu tahu siapa lelaki itu?
“Tidak tahu, ya Allah.”
“Sesungguhnya lelaki itu adalah bayi dari ibu yang kaucabut nyawanya di gurun pasir gersang itu, Akulah yang menjaganya dan tidak membiarkannya.” 

[dedih mulyadi/islampos/kitab Tadzkirah karangan imam Qurthubi]

Friday, January 23, 2015

Al Quran sebagai Pembela di Akherat

Abu Umamah RA berkata: "Rasulullah SAW telah menganjurkan supaya kami semua mempelajari Al Quran, Setelah itu Rasulullah memberitahu tentang kelebihan Al Quran".

Telah bersabda Rasulullah SAW: "Belajarlah kamu kamu akan Al Quran, di akherat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya. "Ia akan datang dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, "Kenalkah kamu kepadaku?" Dan orang yang pernah membaca akan menjawab: "Siapakah kamu?"

Maka berkatalah Al Quran: "Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung serta telah bangun malam untukku dan juga di siang hari". Kemudian berkata orang yang membaca Al Quran itu: "Adakah kamu Al Quran?". Lalu Al Quran mengakui dan menuntun orang yang pernah membaca menghadap Allah SWT.

Lalu orang itu di beri kerajaan di tangan kanan dan akan kekal di tangan kirinya. Kemudian meletakan mahkota di atas kepalanya. Pada kedua ayah dan ibunya pula yang muslim di beri perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat ganda. Sehingga keduanya akan bertanya:"Dari manakah kami memperoleh ini semua, padahal amal kami tidak sampai segini?". Lalu dijawab:"Kamu di beri ini semua karena anak kamu telah membaca dan mempelajari Al quran (amal jariyah).

Wednesday, January 21, 2015

Muslimah yang Memajang Foto di FB



Yaa akhwati fillah, hendaklah kalian berpikir dua kali untuk memajang foto kalian, baik itu di blog kalian, website kalian, facebook atau semacamnya. Ketahuilah, wajah kalian, meskipun bukan termasuk aurat, merupakan sumber fitnah yang bisa menggoda lelaki kapansaja! Maukah kalian menjadi sumber fitnah bagi kaum pria?! Maukah paras elokmu dengan bebasnya dipandang dan dinikmati oleh mata-mata khinat!? Pikirkanlah!

Permasalahannya, bukan haram tidaknya foto makhluk bernyawa (yang masih terjadi perselisihan antara ulama, dan kita masing-masing memiliki pendirian terhadap hal ini), tapi permasalahannya yaitu, FITNAH yang dapat ditimbulkan disebabkan foto kalian yang menyebabkan orang tertipu daya dengan rayuan syaithon sehingga menyebabkan dosa bagi mereka dengan memandangmu dengan syahwat.

Sata memposting hal ini sebagai bentuk kepedulianku terhadap diriku, terhadapmu dan terhadap seluruh lelaki yang mengakses internet.

Jika memang Allah SWT menganugerahkan dirimu paras yang cantik.. maka syukurilah dengan menjaganya untuk tidak seenaknya dipandang oleh mata-mata pria.. jagalah perhiasan itu untuk suamimu kelak, yang membuatmu lebih suci dimatanya..

Wahai para suami, jujurlah pada diri kalian..
Ridhokah kalian jika istri (atau istri-istri) kalian dipandang secara bebas oleh para pria?
Wahai para pemuda, jujurlah juga pada diri kalian..
ridhokah kalian jika calon istri kalian, telah terlebih dahulu wajah cantiknya dilihat dan dinikmati dengan bebasnya oleh orang-orang sebelum kamu?

silahkan berpikir dengan hati yang jernih ...

Senyuman Rasulullah Muhammad SAW



Ketika Anda membuka lembaran sirah kehidupan Muhammad saw., Anda tidak akan pernah berhenti kagum melihat kemuliaan dan kebesaran pribadi beliau saw. Sisi kebesaran itu terlihat dari sikap seimbang dan selaras dalam setiap perilakunya, sikap beliau dalam menggunakan segala sarana untuk meluluhkan kalbu setiap orang dalam setiap kesempatan.

Sarana paling besar yang dilakukan Nabi Muhammad saw. dalam dakwah dan perilaku beliau adalah, gerakan yang tidak membutuhkan biaya besar, tidak membutuhkan energi berlimpah, meluncur dari bibir untuk selanjutnya masuk ke relung kalbu yang sangat dalam.

Jangan Anda tanyakan efektifitasnya dalam mempengaruhi akal pikiran, menghilangkan kesedihan, membersihkan jiwa, menghancurkan tembok pengalang di antara anak manusia!. Itulah ketulusan yang mengalir dari dua bibir yang bersih, itulah senyuman!
Itulah senyuman yang direkam Al Qur’an tentang kisah Nabi Sulaiman as, ketika Ia berkata kepada seekor semut,
“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. An Naml:19
Senyuman itulah yang senantiasa keluar dari bibir mulia Muhammad saw., dalam setiap perilakunya. Beliau tersenyum ketika bertemu dengan sahabatnya. Saat beliau menahan amarah atau ketika beliau berada di majelis peradilan sekalipun.

Diriwayatkan dari Jabir dalam sahih Bukhari dan Muslim, berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah saw tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.”
Suatu ketika Muhammad saw. didatangi seorang Arab Badui, dengan serta merta ia berlaku kasar dengan menarik selendang Muhammad saw., sehingga leher beliau membekas merah. Orang Badui itu bersuara keras, “Wahai Muhammad, perintahkan sahabatmu memberikan harta dari Baitul Maal! Muhammad saw. menoleh kepadanya seraya tersenyum. Kemudian beliau menyuruh sahabatnya memberi harta dari baitul maal kepadanya.”
Ketika beliau memberi hukuman keras terhadap orang-orang yang terlambat dan tidak ikut serta dalam perang Tabuk, beliau masih tersenyum mendengarkan alasan mereka.
Ka’ab ra. berkata setelah mengungkapkan alasan orang-orang munafik dan sumpah palsu mereka:
“Saya mendatangi Muhammad saw., ketika saya mengucapkan salam kepadanya, beliau tersenyum, senyuman orang yang marah. Kemudian beliau berkata, “Kemari. Maka saya mendekati beliau dan duduk di depan beliau.”

Suatu ketika Muhammad saw. melintasi masjid yang di dalamnya ada beberapa sahabat yang sedang membicarakan masalah-masalah jahiliyah terdahulu, beliau lewat dan tersenyum kepada mereka.
Beliau tersenyum dari bibir yang lembut, mulia nan suci, sampai akhir detik-detik hayat beliau.
Anas bin Malik berkata diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim, “Ketika kaum muslimin berada dalam shalat fajar, di hari Senin, sedangkan Abu Bakar menjadi imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan oleh Muhammad saw. yang membuka hijab kamar Aisyah. Beliau melihat kaum muslimin sedang dalam shaf shalat, kemudian beliau tersenyum kepada mereka!”
Sehingga tidak mengherankan beliau mampu meluluhkan kalbu sahabat-shabatnya, istri-istrinya dan setiap orang yang berjumpa dengannya!

Menyentuh Hati
Muhammad saw. telah meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman. Beliau mampu “menyihir” hati dengan senyuman. Beliau menumbuhkan harapan dengan senyuman. Beliau mampu menghilangkan sikap keras hati dengan senyuman. Dan beliau saw. mensunnahkan dan memerintahkan umatnya agar menghiasi diri dengan akhlak mulia ini. Bahkan beliau menjadikan senyuman sebagai lahan berlomba dalam kebaikan. Rasulullah saw. bersabda,
“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” At Tirmidzi dalam sahihnya.
Meskipun sudah sangat jelas dan gamblang petunjuk Nabi dan praktek beliau langsung ini, namun Anda masih banyak melihat sebagaian manusia masih berlaku keras terhadap anggota keluarganya, tehadap rumah tangganya dengan tidak menebar senyuman dari bibirnya dan dari ketulusan hatinya.

Anda merasakan bahwa sebagian manusia -karena bersikap cemberut dan muka masam- mengira bahwa giginya bagian dari aurat yang harus ditutupi! Di mana mereka di depan petunjuk Nabi yang agung ini! Sungguh jauh mereka dari contoh Nabi muhammad saw.!
Ya, kadang Anda melewati jam-jam Anda dengan dirundung duka, atau disibukkan beragam pekerjaan, akan tetapi Anda selalu bermuka masam, cemberut dan menahan senyuman yang merupakan sedekah, maka demi Allah, ini adalah perilaku keras hati, yang semestinya tidak terjadi. Wal iyadzubillah.

Pengaruh Senyum
Sebagian manusia ketika berbicara tentang senyuman, mengaitkan dengan pengaruh psikologis terhadap orang yang tersenyum. Mengkaitkannya boleh-boleh saja, yang oleh kebanyakan orang boleh jadi sepakat akan hal itu. Namun, seorang muslim memandang hal ini dengan kaca mata lain, yaitu kaca mata ibadah, bahwa tersenyum adalah bagian dari mencontoh Nabi saw. yang disunnahkan dan bernilai ibadah.
Para pakar dari kalangan muslim maupun non muslim melihat seuntai senyuman sangat besar pengaruhnya.
Dale Carnegie dalam bukunya yang terkenal, “Bagaimana Anda Mendapatkan Teman dan Mempengaruhi Manusia” menceritakan:
“Wajah merupakan cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah yang ceria, penuh senyuman alami, senyum tulus adalah sebaik-baik sarana memperoleh teman dan kerja sama dengan pihak lain. Senyum lebih berharga dibanding sebuah pemberian yang dihadiahkan seorang pria. Dan lebih menarik dari lipstik dan bedak yang menempel di wajah seorang wanita. Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan yang murni.”
Ia melanjutkan, “Saya minta setiap mahasiswa saya untuk tersenyum kepada orang tertentu sekali setiap pekannya. Salah seorang mahasiswa datang bertemu dengan pedagang, ia berkata kepadanya, “Saya pilih tersenyum kepada istriku, ia tidak tau sama sekali perihal ini. Hasilnya adalah saya menemukan kebahagiaan baru yang sebelumnya tidak saya rasakan sepanjang akhir tahun-tahun ini. Yang demikian menjadikan saya senang tersenyum setiap kali bertemu dengan orang. Setiap orang membalas penghormatan kepada saya dan bersegera melaksanakan khidmat -pelayanan- kepada saya. Karena itu saya merasakan hidup lebih ceria dan lebih mudah.”
Kegembiraan meluap ketika Carnegie menambahkan, “Ingatlah, bahwa senyum tidak membutuhkan biaya sedikitpun, bahkan membawa dampak yang luar biasa. Tidak akan menjadi miskin orang yang memberinya, justeru akan menambah kaya bagi orang yang mendapatkannya. Senyum juga tidak memerlukan waktu yang bertele-tele, namun membekas kekal dalam ingatan sampai akhir hayat. Tidak ada seorang fakir yang tidak memilikinya, dan tidak ada seorang kaya pun yang tidak membutuhkannya.”

Betapa kita sangat membutuhkan sosialisasi dan penyadaran petunjuk Nabi yang mulia ini kepada umat. Dengan niat taqarrub ilallah -pendekatan diri kepada Allah swt.- lewat senyuman, dimulai dari diri kita, rumah kita, bersama istri-istri kita, anak-anak kita, teman sekantor kita. Dan kita tidak pernah merasa rugi sedikit pun! Bahkan kita akan rugi, rugi dunia dan agama, ketika kita menahan senyuman, menahan sedekah ini, dengan selalu bermuka masam dan cemberut dalam kehidupan.
Pengalaman membuktikan bahwa dampak positif dan efektif dari senyuman, yaitu senyuman menjadi pendahuluan ketika hendak meluruskan orang yang keliru, dan menjadi muqaddimah ketika mengingkari yang munkar.

Orang yang selalu cemberut tidak menyengsarakan kecuali dirinya sendiri. Bermuka masam berarti mengharamkan menikmati dunia ini. Dan bagi siapa saja yang mau menebar senyum, selamanya ia akan senang dan gembira. Allahu a’lam

Tuesday, January 20, 2015

Tangis Abdurrahman Bin Auf RA (Masuk Surga Dengan Merangkak)

Pada suatu hari, saat kota Madinah sunyi senyap, debu yang sangat tebal mulai mendekat dari berbagai penjuru kota hingga nyaris menutupi ufuk. Debu kekuning-kuningan itu mulai mendekati pintu-pintu kota Madinah. Orang-orang menyangka itu badai, tetapi setelah itu mereka tahu bahwa itu adalah kafilah dagang yang sangat besar. Jumlahnya 700 unta penuh muatan yang memadati jalanan Madinah. Orang-orang segera keluar untuk melihat pemandangan yang menakjubkan itu, dan mereka bergembira dengan apa yang dibawa oleh kafilah itu berupa kebaikan dan rizki. Ketika Ummul Mukminin Aisyah RHA mendengar suara gaduh kafilah, maka dia bertanya, "Apa yang sedang terjadi di Madinah?" Ada yang menjawab, "Ini kafilah milik Abdurrahman bin Auf RA yang baru datang dari Syam membawa barang dagangan miliknya." Aisyah bertanya, "Kafilah membuat kegaduhan seperti ini?" Mereka menjawab, "Ya, wahai Ummul Mukminin, kafilah ini berjumlah 700 unta." Ummul Mukminin menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Aku bermimpi melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak'." (al-Kanz, no. 33500)

Renungkanlah, wahai orang-orang yang punya akal pikiran; Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak!

Sebagian sahabatnya menyampaikan berita ini kepadanya. Ia teringat bahwa ia pernah mendengar hadits ini dari Nabi SAW lebih dari sekali, dan dengan lafazh yang berbeda-beda. Ia pun melangkahkan kakinya menuju rumah Ummul Mukminin Aisyah RHA dan berkata kepadanya, "Sungguh engkau telah menyebutkan suatu hadits yang tidak akan pernah aku lupa-kan."

Kemudian ia berkata, "Aku bersaksi bahwa kafilah ini berikut muatan dan pelananya, aku infakkan di jalan Allah SWT."

Muatan 700 unta itu pun dibagi-bagikan kepada penduduk Madinah dan sekitarnya dalam "pesta besar". Itulah Abdurrahman bin Auf, seorang pedagang sukses, orang kaya raya, mukmin yang mahir... yang menolak bila kekayaannya itu menjauhkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Bagaimana tidak? Sedangkan ia adalah salah seorang dari delapan orang yang telah lebih dahulu masuk Islam, dan termasuk salah seorang yang diberi kabar gembira dengan surga.

Ia adalah salah seorang dari enam anggota musyawarah yang ditunjuk oleh al-Faruq Umar RA untuk memilih khalifah di antara mereka sepeninggalnya seraya berkata, "Rasulullah SAW wafat dalam keadaan ridha kepada mereka."

Ia berhijrah ke Habasyah, kemudian kembali ke Makkah. Kemudian berhijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya. Kemudian berhijrah ke Madinah, dan mengikuti perang Badar, Uhud dan semua peperangan.

Ketika Rasulullah SAW mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, beliau mempersaudarakan antara Abdurrahman bin Auf dengan Sa'd bin ar-Rabi' RA. Mengenai hal itu, Anas bin Malik RA menuturkan, "Sa'd berkata kepada Abdurrahman, 'Wahai saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang paling banyak hartanya, lihatlah separuh hartaku lalu ambillah. Aku punya dua istri, lihatlah mana di antara keduanya yang paling engkau kagumi, maka aku akan menceraikannya untuk engkau nikahi.' Abdurrahman bin Auf menjawab, 'Semoga Allah memberkahimu berkenaan dengan keluargamu dan hartamu... Tunjukkanlah padaku letak pasar.' Lalu ia pergi ke pasar, lalu membeli dan menjual serta mendapatkan keuntungan."

Perdagangannya sukses lagi diberkahi, dia mencari yang halal dan menjauhi yang haram serta syubhat. Dalam perdagangannya terdapat bagian yang sempurna untuk Allah, yang disampaikan untuk keluarga dan saudara-saudaranya, serta untuk menyiapkan pasukan kaum muslimin.

Ia pernah mendengar Rasulullah a bersabda kepadanya pada suatu hari,
يَا ابْنَ عَوْفٍ، إِنَّكَ مِنَ اْلأَغْنِيَاءِ، وَإِنَّكَ سَتَدْخُلُ الْجَنَّةَ حَبْوًا، فَأَقْرِضِ اللهَ يُطْلِقْ لَكَ قَدَمَيْكَ

"Wahai Ibnu Auf, sesungguhnya kamu termasuk kaum yang kaya raya, dan kamu akan masuk surga dengan merangkak. Oleh karena itu, pinjamkanlah suatu pinjaman kepada Allah sehingga Allah membebaskan kedua telapak kakimu." (HR. al-Hakim, 3/ 311 dan al-Hilyah, 1/ 99)

Sejak saat itu, ia memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, sehingga Allah melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Suatu hari ia menjual tanah seharga 40.000 dinar, kemudian membagikan semuanya untuk keluarganya yaitu Bani Zahrah, untuk Ummahatul Mukminin, dan kaum fakir dari kalangan kaum muslimin. Suatu hari ia memberikan untuk pasukan kaum muslimin se-banyak 500 kuda. Pada hari yang lain, ia memberikan sebanyak 1500 unta. Ketika meninggal, ia mewasiatkan sebanyak 50.000 dinar di jalan Allah. Ia mewasiatkan untuk masing-masing orang yang masih hidup dari peserta perang Badar mendapat-kan 400 dinar di jalan Allah. Sampai-sampai Imam Syahid Utsman bin Affan RA mengambil bagiannya dari wasiat tersebut seraya berkata, "Harta Abdurrahman adalah halal dan bersih, dan menikmati harta tersebut menjadi kesembuhan dan keberkahan."

Karena itu dia berkata, "Penduduk Madinah semuanya adalah sekutu Ibnu Auf berkenaan dengan hartanya... karena sepertiganya ia pinjamkan kepada mereka, sepertiganya untuk membayarkan hutang mereka, dan sepertiganya lagi ia sampai-kan dan berikan kepada mereka."

Sekarang... mari kita lihat air mata orang shalih ini yang menjadikannya sebagai golongan orang-orang yang shalih, zuhud, dan jauh dari dunia berikut segala isinya.

Suatu hari ia dibawakan makanan untuk berbuka, karena ia berpuasa. Ketika kedua matanya melihat makanan itu dan mengundang seleranya, ia menangis seraya berkata, "Mush'ab bin Umair gugur syahid dan ia lebih baik daripada aku, lalu ia dikafani dengan selimut. Jika kepalanya ditutupi, maka kedua kakinya kelihatan dan jika kedua kakinya ditutupi, maka kepalanya kelihatan. Hamzah gugur sebagai syahid dan ia lebih baik daripada aku. Ia tidak mendapatkan kain untuk mengkafaninya selain selimut. Kemudian dunia dibentangkan kepada kami, dan dunia diberikan kepada kami sedemikian rupa. Aku khawatir bila pahala kami telah disegerakan kepada kami di dunia."

Pada suatu hari sebagian sahabatnya berkumpul untuk me-nyantap makanan di kediamannya. Ketika makanan dihidangkan di hadapan mereka, maka ia menangis. Mereka bertanya, "Apa yang membuatmu menangis, wahai Abu Muhammad?" Ia menjawab, "Rasulullah SAW telah meninggal dalam keadaan beliau berikut ahli baitnya belum pernah kenyang makan roti gandum... Aku tidak melihat kita diakhirkan, karena suatu yang lebih baik bagi kita."

Demikianlah Abdurrahman bin Auf, sampai-sampai dikatakan tentang dia, seandainya orang asing yang tidak mengenalnya melihatnya sedang duduk bersama para pelayannya, maka ia tidak bisa membedakan di antara mereka.

Ketika al-Faruq Umar bin al-Khaththab RA akan melepas nyawanya yang suci, dan memilih enam orang dari sahabat Rasulullah SAW untuk memilih khalifah baru, di antara mereka ialah Abdurrahman bin Auf, maka pada saat itu banyak jari yang menunjuk ke arah Ibnu Auf. Ketika sebagian sahabat mendu-kungnya berkenaan dengan hal itu, maka ia berkata, "Demi Allah, mata anak panah diambil lalu diletakkan di kerongkonganku, kemudian diteruskan ke sisi lainnya, lebih aku sukai daripada menjadi khalifah."

Setelah itu, ia memberitahukan kepada kelima saudaranya bahwa dirinya mundur dari pencalonan. Tetapi mereka ber-pendapat agar dialah yang menjadi hakim dalam memilih khalifah. Dialah orang yang dinilai oleh Imam Ali bin Abi Thalib RA, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW menyifatimu sebagai orang kepercayaan di penduduk langit dan orang keper-cayaan di penduduk bumi."

Di sinilah terjadi pemilihan yang benar. Ia memilih Dzun Nurain, seorang yang dermawan dan pemalu, penggali sumur untuk kaum muslimin, orang yang menyiapkan pasukan penak-lukan Makkah, Imam Syahid Utsman bin Affan RA. Akhirnya, yang lainnya mengikuti pilihannya.

Pada tahun 32 H., Ibnu Auf menghembuskan nafas terakhirnya. Ummul mukminin Aisyah RHA ingin memberikan penghar-gaan khusus kepadanya yang tidak pernah diberikannya kepada selainnya. Aisyah menawarkan kepadanya, pada saat Ibnu Auf berbaring di atas ranjang kematiannya, untuk dikuburkan di kamarnya di sisi Rasul SAW, Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab RA. Tetapi ia seorang muslim yang terdidik dengan sangat baik oleh keislamannya, sehingga ia merasa malu mengangkat dirinya kepada derajat seperti ini. Apalagi ia punya perjanjian yang sangat kuat bersama Utsman bin Mazh'un RA, ketika keduanya mengadakan perjanjian pada suatu hari, bahwa siapa di antara keduanya yang mati belakangan, maka ia diku-burkan di dekat sahabatnya.

Ketika ruhnya siap untuk melakukan perjalanan baru, maka kedua matanya mengalirkan air mata, dan lisannya berucap, "Sesungguhnya aku takut tertahan untuk berjumpa sahabat-sahabatku karena banyaknya harta yang aku miliki."

Tetapi Allah SWT menurunkan ketentramanNya, dan wajahnya berbinar-binar dengan cahaya. Seolah-olah ia mendengar sesuatu yang menyejukkan yang dekat dengannya. Sepertinya ia mendengar suara sabda Rasul SAW di masa lalu, "Abdurrahman bin Auf masuk surga."

Sepertinya ia mendengar janji Allah dalam Kitab SuciNya, "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemu-dian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Al-Baqarah: 262).

Abdurrahman bin Auf az-Zuhri al-Qurasyi, salah seorang dari sepuluh orang yang diberi kabar gembira dengan surga, salah seorang yang lebih dulu masuk Islam. Meninggal pada tahun 32 H.

Nabi Muhammad SAW dan Pengemis Buta Yahudi



Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.”

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah saw mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad—orang yang selalu ia caci maki dan sumpah serapahi.

Rasulullah saw melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah saw praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar berkunjung ke rumah anaknya Aisyah, yan g tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah. Ia bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?”
Aisyah menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja.”

“Apakah Itu?” tanya Abubakar penasaran. Ia kaget juga karena merasa sudah mengetahui bagaimana kebiasaan Rasulullah semasa hidupnya.

“Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana,” kata Aisyah.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu ?”

Abubakar menjawab, “Aku orang yang biasa.”

“Bukan! Engkau bukan ora ng yang biasa mendatangiku,” bantah si pengemis buta itu dengan ketus “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku.”

Abubakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw.”

Seketika itu juga kaget pengemis itu. Ia pun menangis mendengar penjelasan Abubakar, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…. ” Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar saat itu juga dan sejak hari itu menjadi Muslim.

Monday, January 19, 2015

10 Sahabat yang Dijamin Masuk Surga


Bagi umat Muslim, masuk surga adalah sebuah tujuan akhir dari perjalanan hidup ini. Maka, ketika Rasulullah menyatakan bahwa ada di antara para sahabatnya yang dijamin masuk surga, tentu saja menimbulkan ghirah bagi kita semua.

Siapa saja mereka? berikut adalah sahabat-sahabat tersebut:

1. Abu Bakar Siddiq ra.
Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga dalam al- Quran Surah At-Taubah ayat 40 yang berbuny Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadits.

2. Umar Bin Khatab ra.
Beliau adalah khalifah kedua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat.
Di zaman kekhalifahannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukinya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak dalam masjid Nabawi di Madinah.

3. Usman Bin Affan ra.
Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannya lah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

4. Ali Bin Abi Thalib ra.
Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Kufah, Iraq sekarang.

5. Talhah Bin Abdullah ra.
Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Di dalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Talhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.

6. Zubair Bin Awaam
Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.

7. Sa’ad bin Abi Waqqas
Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

8. Sa’id Bin Zaid
Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi’.

9. Abdurrahman Bin Auf
Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’.

10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah
Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah saw. Meninggal pada tahun 18 H di Urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum Muslimin

Sunday, January 18, 2015

Jangan Mudah Sembarang Curhat ( di Medsos )






SETIAP manusia pasti mengalami berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Bahkan, sampai ada yang merasa bahwa hidup ini sudah tak berarti lagi. Nah, dalam keadaan seperti ini, biasanya orang-orang terdekat yang menjadi pendengar keluh kesah mereka, telah bersedia memasang telinga untuk mendengarkan curhatan mereka.

Mungkin Anda pernah melakukan curhat pada orang lain? Atau bahkan sering? Ya, itulah manusia sebagai makhluk sosial. Dalam keadaan sedang galau alias gelisah atau hati yang tak karuan, mereka pasti akan mencari orang-orang terdekatnya untuk meluapkan isi hati dan pikiran mereka.

Namun, ada hal yang harus Anda ketahui. Kita boleh-boleh saja curhat kepada orang-orang terdekat kita, tapi apakah kita memikirkan bahwa mereka mau mendengarkan curhatan kita itu? Tentu tidak kan? Karena biasanya, saking terbawa oleh suasana hati dan pikiran yang sedang tidak karuan itu, membuat kita lupa bahwa orang lain pun pasti memiliki masalah.

Jika kita curhat pada teman dekat misalnya, saat itu memang ia rela meluangkan waktunya untuk mendengarkan curhatan kita, tapi apakah di kemudian hari ia akan melakukan hal yang sama? Belum tentu. Karena manusia memiliki keadaan hati yang cenderung berubah-ubah. Boleh jadi, beberapa hari mendatang, terdapat konflik antara Anda dan dia. Dan, biasanya orang yang sudah melampaui puncak emosi, mulutnya sudah tak bisa terkunci rapat lagi. Jadi, apa yang Anda curhatkan saat itu, bisa jadi terbongkar hanya karena masalah yang sepele.

Bukan hanya teman, saudara sekandung pun terkadang ada yang melakukan hal serupa. Kita tidak tahu isi hati dan pikiran oranglain. Kita pun tak dapat memprediksi seberapa lama, kedekatan kita dengan orang-orang yang memang dianggap dekat itu bertahan.

Dan sekarang yang lagi ngetren adalah curhatan di berbagai media sosial. Kadang curhatan tersebut berbuah dengan cibiran yang berujung pada permusuhan antar teman. Yang lebih celaka lagi bukan curhatan yang ditampilkan, tapi hujatan yang berujung pada masalah hukum. Kalau di lihat, Curhatan di media sosial juga berujung pada membuka aib sendiri tanpa di sadari
 
Maka dari itu, jika memang Anda tak mampu lagi memendam kejanggalan yang ada pada hati dan pikiran Anda, ada dua tempat yang dapat dijadikan peraduan Anda. Mereka adalah orangtua, terutama ibu dan Allah SWT.
Orangtua dapat menjadi sosok yang dijadikan bahan pengaduan bagi kita. Mengapa? Karena, semarah apa pun orangtua terhadap kita, ia tak akan mungkin tega mengumbar aib anaknya sendiri. Tapi, namanya manusia pasti memiliki kelemahan. Dan satu kelemahannya ialah usia. Ya, kita tak bisa selamanya curhat kepada mereka, karena suatu saat nanti, mereka pasti akan pergi meninggalkan kita.
Hanya ada satu yang kekal, yakni Allah SWT. Selain rahasia kita aman pada-Nya, ia pun akan selalu ada untuk mendengarkan keluh kesah kita. Bahkan, hingga ajal menjemput kita. Karena, Allah SWT itu Mahasegalanya. Allah akan merasa senang kepada hamba-Nya yang meminta pertolongan kepada Dia.
Selain dapat meluapkan isi hati dan pikiran yang mengganjal, ketenangan dan kenyamanan pun dijamin oleh Allah SWT. Kita bisa dengan puasnya meluapkan unek-unek yang mengganggu pikiran. Bukan hanya itu, dengan hanya melakukan curhat kepada Allah, maka hal itu menjadi bukti bahwa kita sangat membutuhkan-Nya. Dan menjadi cerminan diri, bahwa kita bukanlah orang yang sombong, yang tak disukai oleh Allah SWT.

Kisah Nabi Shaleh AS



Nabi Shaleh AS dikirim Tuhan untuk mengingatkan Kaum Tsamut yang terjerat kesesatan. Nabi Shaleh as Merupakan keturunan ke enam dari Nabi Nuh as, anak dari Ubaid bin Jabir bin Tsamut.

Masyarakat Tsamut sendiri merupakan keturunan Tsamut bin Jattsir (Amir) bin Iram bin Sam bin Nuh. Sama halnya dengan kaum Ad, Tsamut adalah keturunan Nabi Nuh as yang telah meninggalkan kebenaran.

Kaum Tsamut adalah penyembah berhalaw, semisal Wad, Jad, Had, Syams, Manaf, Manaat, al-Lata dan seterusnya. Kepada merekalah Shaleh diutus agar meninggalkan berhala. Kepada mereka Nabi Shaleh as berkata,

“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
[726] Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.” (QS. Hud: 61)

Ajakan kebenaran dari Nabi Shaleh as dianggap angin lalu, masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Seruan Nabi Shaleh as dianggap sepi, ia dianggap telah kehilangan akal budi akibat terkena sihir lantas mengaku sebagai utusan ilahi. Bukan malah itu, mereka malah menantang Shaleh agar memberi bukti bahwa dia benar-benar seorang Nabi. Mereka berkata kepada Nabi Shaleh as, “Jika engkau seorang Nabi datangkan suatu mukjizat kepada kami”

Mendapat tantangan ini, maka atas berkat rahmat ilahi Shaleh mendatangkan seokor unta betina dari tengah-tengah gurun pasir secara ajaib. Unta itu sangat besar, bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan unta yang ada di sekelilingnya.

Kisah Nabi Shaleh as dan Seekor Unta Betina

Melihat mukjizat ini, beberapa kaum Tsamut mulai mempercayai Nabi Shaleh as dan mengikuti ajaran Nabi Shaleh as. Kejadian ini membuat para petinggi kaum Tsamut geram dan khawatir jika semua kaum Tsamut sedikit-sedikit mengikuti ajaran Nabi Shaleh

“Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka, Maka tunggulah (tindakan) mereka dan bersabarlah. Dan beritakanlah kepada mereka bahwa Sesungguhnya air itu terbagi antara mereka (dengan unta betina itu); tiap-tiap giliran minum dihadiri (oleh yang punya giliran) [1436] ” (QS Al-Qamar)

Petinggi kaum Tsamut dan orang-orang yang membencinya mulai merencanakan akal bulus untuk menghalau gelombang kaum Tsamut yang semakin hari mengikuti ajaran Nabi Shaleh as. Mereka pun merencanakan untuk membunuh unta betina tersebut.

Kaum Tsamut sudah diperingatkan untuk tidak menyentuh unta betina tersebut, namun mereka tidak mempedulikan peringatan tersebut. Dalam pikiran mereka, ketika niat untuk membunuh unta tersebut terlaksana, maka kau Tsamut yang tadinya mengikuti ajaran Nabi Shaleh as perlahan-lahan akan meninggalkan Nabi Shaleh as karena azab yang tak kunjung datang.

Di tengah malam, mereka bekerja sama untuk menyembelih unta betina tersebut. Mereka dengan takabur berkata dengan bangga, “Hai Shaleh datangkan apa yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu betul-betul seorang Nabi utusan ilahi”
Kepada mereka Nabi Shaleh as berkata, “Bersuka rialah kalian selama tiga hari, setelah itu janji Tuhan pasti tidak dapat didustakan”

Di tengah tiga hari penantian atas kutukan Tuhan, Kaum Tsamut kembali merencanakan akal bulusnya. Mereka berniat untuk membunuh Nabi Shaleh as . mereka bersepakat untuk tidak mengatakan siapa orang yang membunuh Nabi Shaleh as jika kerabat dan pengikut setianya melakukan penelusuran kematian Nabi Shaleh as. Namun, Allah Yang MahaTahu tidak membiarkan hal tersebut dan menyelamatkan Nabi Shaleh as dari akal bejat tersebut.

Sebaliknya Allah menurunkan kepada mereka yang berbuat ingkar dan aniaya. Allah menurunkan petir yang suaranya memecahkan gendang telinga. Allah menurunkan As-Shaiqah atau guntur dengan frekuensi yang maha dasyat dan bertalu-talu, bahkan sampai menghancur leburkan benda yang tersentuh oleh ekor apinya.

Allah swt menyebutnya dengan Ar Raifah, karena ketika terjadi di suatu tempat suaranya dapat mengguntur sampai ke tempat lain dan menimbulkan gempa di mana-mana. (lihat QS. Adz Dzaariyat: 44, QS. Huud: 67, QS. Al Haaqqah: 5, dan QS. Al Araaf:78).

Al hasil mayat mayat bergelimpahan, dan kaum Tsamut ditumpas habis akibat kedurhakaan. Sementara Nabi Shaleh as beserta pengikutnya, pindah ke negari sekitar Hadramaut (Yaman) dan sebagian lagi pinda ke Mekkah sampai akhir hayat.


Nabi Hud AS



"Aad" adalah nama bapak suatu yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama "Al-Afqaf" terletak di utara Hadramaut Yamman dan Umman dan termasuk suku yang tertua sesudah kaum nabi nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk yang besar dan sasa. Mereka dikaruniai oleh Allah S.W.T tanah yang subur dengan sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru sehingga memudahkan mereka bercocok tanam untuk bahan makanan mereka dan memperindah tempat tinggal merek.

Sebagaimana dengan kaum Nabi Nug AS, kaum hud adalah suku Aad yang kehidupan rohaninya tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa pencipta alam semeta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama shamud dan alhatar. Patung tersebut mereka sembah karena menurut kepercayaan mereka patung tersebut dapat memberikan kebaikan, kebahagian, keuntungan serta dapat menolak kejahatan serta musibah. Ajaran Nabi Idris AS dan Nabi Nuh AS sudah tidak berbekas di hati serta diterima mereka. kenikmatan hidup yang mereka dapatkan dari tanah yang subur mereka persembahkan buat patung-patung berhala tersebut.

Akibat dari aqidah yang sesat itu, cara hidup mereka menjadi dikuasai oleh iblis laknatullah. Nilai-nilai moral serta ahlaq dari agama islam bukan menjadi tuntunan hidup mereka. Sifat keduniawian yang mengagungkan benda menjadikan tindak kesewenagan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hukum rimba berlaku di sini, dimana yang kuat akan menang Bagi yang kuat dan menang maka akan menindas yang lemah. 

Ketika semakin bertambah kejahatan dan kesewenang-wenangan mereka terhadap para hamba Allah. Mereka berkata:
مَنْ أَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً
“Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami?” (Fushshilat:15)
Selain itu, kaum ‘Aad juga melakukan kesyirikan terhadap Allah dan kedustaan terhadap para rasul. Maka, Allah mengutus Nabi Hud ke tengah-tengah mereka untuk mengajak mereka agar menyerahkan semua ibadah hanya untuk Allah satu-satunya dan melarang dari perbuatan syirik dan kesewenang-wenangan terhadap hamba-hamba Allah. Beliau mengajak kaumnya dengan segala cara dan mengingatkan mereka akan berbagai nikmat yang telah Allah berikan berupa kebaikan dunia, kelebihan rizki dan kekuatan tubuh. Tapi mereka menolak seruan tersebut dan menampakkan sikap sombong, tidak mau menyambut seruan Nabi Hud. Mereka bahkan mengatakan:
يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ
“Wahai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata.” (Hud: 53)
Mereka telah melakukan kedustaan dengan pernyataan ini. Karena tidak ada satu nabi-pun, melainkan pasti telah Allah berikan ayat-ayat, yang semestinya dengan ayat itu semua orang akan beriman. Seandainya tidak ada yang menjadi ayat-ayat (tanda-tanda kebenaran) para rasul tersebut kecuali ajaran agama yang mereka bawa itu sendiri, itu pun sudah cukup menjadi dalil atau bukti paling utama bahwasanya ajaran agama ini adalah dari sisi Allah. Di samping kokoh dan sistematisnya untuk kemaslahatan manusia, kapan dan di mana saja, sesuai dengan situasi dan kondisi. Kebenaran berita yang ada dalam agama ini berupa perintah terhadap semua kebaikan dan larangan dari segala kejahatan, turut menjadi bukti kebenaran para rasul. Juga masing-masing rasul itu membenarkan rasul yang datang sebelumnya dan menjadi saksi akan kebenaran dakwahnya. Sekaligus membenarkan dan menjadi saksi pula bagi rasul yang akan datang setelahnya.
Nabi Hud sendirian dalam berdakwah, menganggap mimpi-mimpi kaumnya sebagai suatu kebodohan dan menyatakan mereka sesat, serta mencela sesembahan mereka. Sementara kaum Nabi Hud adalah orang-orang yang tubuhnya sangat kuat dan suka berbuat sewenang-wenang. Mereka menakut-nakuti Nabi Hud dengan sesembahan mereka. Bila beliau tidak berhenti, niscaya Nabi Hud –menurut ancaman mereka- akan ditimpa penyakit kegilaan dan kejelekan. Namun Nabi Hud justru terang-terangan melemparkan tantangan kepada mereka, dan berkata:
إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ
مِن دُونِهِ ۖ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنظِرُونِ
إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُم ۚ مَّا مِن دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا ۚ إِنَّ رَبِّي عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku, dan saksikanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan, dari selain-Nya. Sebab itu jalankanlah tipu daya kalian semuanya terhadapku dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Rabb-ku dan Rabb kalian. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 54-56)
Maka ayat mana lagi yang lebih besar dari tantangan Nabi Hud kepada musuh-musuhnya yang sangat menentang seruan beliau dengan berbagai macam cara. Ketika kejahatan mereka telah melampaui batas, Nabi Hud meninggalkan dan mengancam mereka dengan turunnya adzab Allah. Maka datanglah adzab tersebut menyebar di seluruh cakrawala. Mereka dilanda kekeringan yang parah dan sangat membutuhkan siraman air hujan. Di saat mereka dalam keadaan bergembira dan berkata:
هَٰذَا عَارِضٌ مُّمْطِرُنَا
“Inilah awan yang akan menurunkan hujan.” (Al-Ahqaf: 24)
Allah pun berfirman:
بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُم بِهِ ۖ
“(Bukan)! Bahkan itulah adzab yang kalian minta supaya datang dengan segera.” (Al-Ahqaf: 24)
Yaitu, kalian minta disegerakan dengan ucapan kalian: “Datangkanlah apa yang engkau janjikan kepada kami kalau engkau orang yang benar.”
Allah berfirman:
رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ
“(Yaitu) angin yang mengandung adzab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu.” (Al-Ahqaf: 24-25)
Yakni, menghancurkan semua yang dilaluinya. Allah berfirman:
سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَىٰ كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ
“Yang Allah timpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus. Maka kamu lihat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” (Al-Haqqah: 7)
فَأَصْبَحُوا لَا يُرَىٰ إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
“Maka jadilah mereka tidak ada yang terlihat lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” (Al-Ahqaf: 25)
Semua itu terjadi di saat mereka dahulunya senantiasa tertawa gembira, kemuliaan yang baligh (nyata), kemewahan dunia yang berlimpah, dan seluruh kabilah dan daerah-daerah di sekitarnya tunduk kepada mereka. Kemudian tiba-tiba Allah kirimkan kepada mereka angin yang sangat kencang dalam beberapa hari secara terus-menerus agar mereka merasakan siksaan yang menghinakan dalam kehidupan dunia. Padahal sungguh adzab akhirat itu lebih menghinakan sedangkan mereka tidak diberi pertolongan.
وَأُتْبِعُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا لَعْنَةً وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ أَلَا إِنَّ عَادًا كَفَرُوا رَبَّهُمْ ۗ أَلَا بُعْدًا لِّعَادٍ قَوْمِ هُودٍ
“Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini, dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘Aad itu kafir kepada Rabb mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum ‘Aad (yaitu) kaumnya Hud itu.” (Hud: 60)
Allah menyelamatkan Nabi Hud serta orang-orang yang beriman bersama beliau. Sesungguhnya di dalam kisah ini benar-benar terdapat ayat yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah dan pemuliaan-Nya terhadap para rasul dan para pengikut mereka, pertolongan Allah kepada mereka di dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). Juga ayat tentang batilnya kesyirikan, dan kesudahannya yang sangat buruk dan mengerikan, dan juga di dalamnya terdapat ayat atau bukti atas kehidupan sesudah mati dan dikumpulkannya seluruh manusia. Beberapa pelajaran penting dari kisah Nabi Hud Sebagaimana juga dalam kisah Nabi Nuh, di dalam kisah ini terdapat beberapa faedah yang sama pada semua rasul. Faedah-faedah itu antara lain:
1. Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya mengisahkan kepada kita berita umat-umat yang bertetangga dengan kita di Jazirah Arab dan sekitarnya.
Al Qur’an telah menyebutkan metode paling tinggi dalam memberikan pelajaran atau peringatan. Allah juga telah menerangkan berbagai pelajaran dengan keterangan yang sebenar-benarnya. Tentunya tidak diragukan lagi bahwa di daerah-daerah lain yang lebih jauh dari kita, di Timur atau di Barat, telah Allah utus seorang Rasul kepada mereka. Begitu pula telah dipaparkan bagaimana sambutan, penolakan, atau pemuliaan serta akibat yang mereka terima. Tidak ada satu umat pun melainkan telah Allah utus kepada mereka seorang Rasul.
Sangat bermanfaat bagi kita untuk mengingat keadaan daerah-daerah di sekitar kita serta apa yang kita terima dari generasi ke generasi. Juga apa yang dapat kita saksikan dari peninggalan mereka ketika kita melewati (bekas-bekas) tempat kediaman mereka setiap saat dan kitapun memahami bahasa mereka, dan tabiat mereka lebih dekat kepada tabiat yang ada pada kita. Tentu saja manfaat ini sangat besar, dan lebih pantas kita ingat daripada memaparkan keadaan umat yang belum pernah kita dengar tentang mereka, yang tidak kita kenal bahasa mereka dan tidak sampai kepada kita keadaan mereka seperti yang Allah ceritakan kepada kita. Dari sini dapat disimpulkan bahwa mengingatkan orang dengan sesuatu yang lebih dekat dengan pemahaman mereka, lebih sesuai dengan keadaan mereka serta lebih mudah mereka dapatkan, akan lebih bermanfaat bagi mereka dibanding yang lain.
Tentunya lebih pantas untuk disebutkan dengan cara yang lain meskipun juga mengandung kebenaran. Namun kebenaran itu bertingkat-tingkat. Seorang pengajar atau pendidik bila dia menempuh cara ini, dan berupaya keras menyebarkan ilmu dan kebaikan kepada manusia dengan jalan-jalan yang mereka kenal, tidak membuat umat lari dari dakwah atau dengan suatu metode yang lebih tepat untuk menegakkan hujjah terhadap mereka, niscaya akan bermanfaat. Allah telah mengisyaratkan hal ini pada bagian akhir kisah bangsa ‘Aad. Firman Allah:
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُم مِّنَ الْقُرَىٰ وَصَرَّفْنَا الْآيَاتِ
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu, dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang.” (Al-Ahqaf: 27)
Yakni telah Kami sebutkan berbagai macam ayat atau tanda kekuasaan Kami:
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Supaya mereka kembali (bertaubat).” (Al-Ahqaf: 27)
Yaitu agar lebih mudah untuk mendapatkan pelajaran.
2. Menjadikan bangunan-bangunan yang besar dan megah sebagai suatu kebanggaan dan kesombongan serta perhiasan dan menindas hamba-hamba Allah dengan sewenang-wenang adalah perbuatan yang sangat tercela dan merupakan warisan generasi yang melampaui batas sebagaimana diterangkan Allah dalam kisah bangsa ‘Aad yang diingkari oleh Nabi Hud:
أَتَبْنُونَ بِكُلِّ رِيعٍ آيَةً تَعْبَثُونَ
“Apakah kalian mendirikan bangunan pada tiap-tiap tanah yang tinggi untuk bermain-main.” (Asy-Syu’ara: 128)
Secara umum bangunan untuk istana, benteng, rumah dan bangunan lainnya, mungkin saja dijadikan tempat tinggal karena memang dibutuhkan. Kebutuhan itu sendiri beraneka ragam dan berbeda-beda tingkatnya. Semua ini adalah perkara mubah (dibolehkan) dan justru menjadi wasilah (jalan) kepada kebaikan apabila disertai dengan niat yang lurus. Atau dapat pula dijadikan sebagai benteng pertahanan dari serangan musuh dan menjaga keamanan suatu daerah atau manfaat lain bagi kaum muslimin. Ini juga termasuk rangkaian jihad di jalan Allah, berkaitan dengan perintah harus berhati-hati terhadap musuh. Namun bisa saja itu semua dimanfaatkan demi kesombongan dan kekejaman terhadap hamba-hamba Allah, atau pemborosan harta yang sebetulnya dapat digunakan di jalan yang bermanfaat. Ini tentu saja merupakan hal yang sangat dicela oleh Allah pada bangsa ‘Aad atau yang lainnya.
Faedah yang lain, bahwa akal pikiran ataupun kecerdasan dan yang mendukung semua itu serta hasil atau pengaruh yang ditimbulkan. Betapapun besar dan luasnya tetap tidak akan bermanfaat bagi pemiliknya kecuali bila ia mengimbangi dengan keimanan kepada Allah dan para rasul-Nya. Sedangkan orang yang menentang ayat-ayat Allah, mendustakan para rasul Allah, walaupun dia mendapatkan kesempatan atau diberi tangguh untuk menikmati kehidupan dunia, kesudahan yang akan dia hadapi nanti sangatlah buruk. Pendengaran, penglihatan dan akalnya tidak akan dapat membelanya sedikitpun jika datang keputusan Allah. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam kisah ‘Aad:
وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ فِيمَا إِن مَّكَّنَّاكُمْ فِيهِ وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً فَمَا أَغْنَىٰ عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلَا أَبْصَارُهُمْ وَلَا أَفْئِدَتُهُم مِّن شَيْءٍ إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikitpun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka perolok-olokkan.” (Al-Ahqaf: 26)
Dalam ayat lain:
فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مِن شَيْءٍ لَّمَّا جَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ ۖ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“Karena itu tidaklah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sesembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu adzab Rabb-mu datang. Dan sesembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.” (Hud: 101)

Dukhon

Saat ini di dunia dan juga tentu saja termasuk indonesia, sedang perjadi pandemi yang berasal dari corona. Nama legkapnya virus corona. Ata...