Wednesday, February 6, 2019

Akibat Suka Menunda Sholat

Hasil gambar untuk menunda sholat
Shalat lima waktu merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat Nabi Muhammad SAW. Dan shalat merupakan rukun yang paling ditekankan dalam mengerjakannya selain mengucapkan dua kalimat syahadat. Karena begitu pentingnya ibadah ini, Allah SWT memberikan keringanan bagi mereka yang tidak bisa berdiri boleh melaksanakan dengan duduk, bagi yang tidak bisa duduk diperbolehkan untuk berbaring, dan apabila berbaring juga tidak bisa maka boleh melaksanakannya denga menggerakkan mata sebagai isyarat.

Ini menandakan betapa pentingnya shalat dalam kehidupan manusia. Namun meski sudah diberikan kemudahan dalam pelaksanaannya, tetap saja manusia sering lalai untuk menunaikan.
Apalagi di era seperti sekarang ini, pekerjaan menentukan seberapa besar gaji yang akan diterima.
Maka akan ada banyak orang yang sering sekali lupa waktu ketika telah mengerjakan pekerjaan mereka, dan pada akhirnya ketika waktu shalat datang, mereka pun hanya bisa menundanya karena takut pekerjaan tak akan selesai.

Mengerjakan shalat pada waktu yang sudah ditentukan akan sangat dianjurkan, apalagi jika dikerjakan secara berjamaah di masjid, musholah ataupun majlis. Sholat tepat waktu tentunya memiliki keutamaan disisi Allah Ta'ala seperti lebih baik daripada berbakti kepada orangtua dan jihad. Karena mana mungkin orang dapat dikatakan mencintai Allah jika dia masih mengulur-ulur waktu shalatnya.

Shalat yang dikerjakan tepat pada waktu yang telah ditentukan, maka Allah akan memberikan bebeapa kemuliaan seperti:
1. Lebih dicintai Allah
2. Badannya selalu sehat
3. Keberadaannya selalu dijaga malaikat, dimanapun ia berada maka malaikat akan selalu bersamanya dan melindunginya
4. Rumahnya diberkahi dan dijaga para malaikat
5. Wajahnya menampakkan jati diri orang shalih, nampak bercahaya diwajahnya
6. Hatinya dilunakkan oleh Allah, orang yang lembut hatinya maka akan dengan mudah menerima kebenaran dari Allah
7. Dia akan menyeberang Shirath (jembatan di atas neraka) seperti kilat
8. Akan diselamatkan Allah dari api neraka dan Allah Akan menempatkannya di surga kelak bertetangga dengan orang-orang yang tidak ada rasa takut bagi mereka dan tidak pula bersedih hati
Lantas, apa hukum menunda shalat karena pekerjaan?

Jika penundaan shalat tersebut masih dalam rentang awal hingga akhir waktu, dan shalat masih dikerjakan pada waktunya, maka tidak mengapa.
Karena menyegerakan shalat di awal waktu adalah hal yang utama. Hingga meremehkannya menjadi tindakan yang membahayakan keimanan.

Berikut ini ancaman yang bagi orang-orang yang suka menunda salatnya.
1. Allah SWT memberikan ancaman Neraka bagi mereka yang suka menunda-nunda waktu salatnya tanpa alasan syariat yang dibenarkan. Dintaranya akan dimasukan kedalam Ghayyu dan Wail yang merupakan lembah-lembah yang berada di Neraka Jahanam.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek), yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui “ghayyu“. Kecuali orang-orang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” (QS.Maryam:59-60)
“Maka wail-lah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS.Al-Maun:4-5)
Ghayyu merupakan lembah yang berbau sangat busuk yang sangat jauh kedalamannya dan berisikan nanah dan darah.
Sedangkan wail adalah lembah di neraka jahanam yang seandainya gunung di dunia dijatuhkan ke dalamnya, maka akan hancur lembur karena panasnya.

2. Sengaja menunda ibadah ini juga akan dimasukan kedalam golongan yang menemui kesesatan dan golongan yang mendapat celaka.
Selama ini, manusia memahami bahwa menunda salat hanya akan melanggar maksiat ringan. Padahal, kegiatan menunda ini termasuk dalam dosa besar.
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Maa’uun: 4-5).
Makna menyia-nyiakan shalat menurut sebagian ulama tafsir adalah shalat di luar waktunya dan suka meninggalkan shalat.

3. Orang yang salat namun sengaja menunda hingga akhir waktu tanpa alasan syariat makan tergolong orang-orang yang munafik. Munafik merupakan Sifat dimana seseorang berpura-pura mengikuti ajaran agama namun sebenarnya mereka tidak mengakuinya dalam hati. Berikut ini Qalam Allah dan hadist Nabi Muhammad terkait hal tersebut.
“Sesungguhnya orang-orang munafik menyangka bisa menipu Allah, tapi sungguh Allah lah yang menghinakan mereka. Yaitu ketika mereka diseru untuk shalat, mereka bermalas-malasan…” (QS. An-Nisa: 142)
"Ini adalah Shalatnya orang Munafik. ketika ia duduk mengamati matahari sampai ia berada diantara kedua tanduk syaitan, kemudian ia berdiri untuk mengerjakan shalat 4 rakaat, ia hanya mengingat Allah sedikit saja." (HR. Muslim : 103).

4. Orang yang melalaikan salatnya karena alasan duniawi juga tidak akan mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW di Yaumul Mahsyar kelak.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Janji antara aku dan umatku adalah sholat. Barangsiapa yang tidak sholat, maka tidak ada ikatan janji apa-apa antara aku dan orang itu”.
Jadi utamanya adalah muballigh yang rajin bersholawat tapi tidak mau mengerjakan sholat atau sudah mau mengerjakan shalat tapi lewat waktunya, kelak pada hari kiamat jangan menagih janji meminta syafa’at kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam.

5. Menunda shalat sebenarnya juga merugikan diri sendiri. Terkait penjelasan medis, ternyata shalat diawal waktu memiliki manfaat kesehatan yang begitu menakjubkan.
Rahasia itu terungkap berdasarkan beberapa penelitian dan pengamatan para pakar di bidangnya. Setiap perpindahan waktu sholat, bersamaan dengan terjadinya perubahan tenaga alam dan dirasakan melalui perubahan warna alam.

Artinya kita bisa mengikuti irama alam dan menyerap energy positifnya. Jadi semakin kita menunda salat, maka kita tidak akan mendapat manfaat medis dari tiap waktu yang sudah ditentukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa orang yang sengaja menunda shalat sehingga keluar dari waktunya tanpa udzur syar’i maka ia tidak bisa mengganti shalat tersebut.
Karena sudah keluar dari waktu yang diperintahkan oleh syariat untuk mengerjakannya tanpa udzur, sehingga ia menjadi amalan yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ternyata tidak cukup dengan menjalankan shalat saja, namun harus mengerti tata cara dan waktunya sehingga tidak termasuk orang yang merugi dalam shalat.
Semoga kita termasuk dalam golongan yang selalu menyegerakan shalat dan terhindar dari ancaman-ancaman tersebut.

http://palembang.tribunnews.com/2017/06/05/anda-sibuk-hingga-suka-menunda-nunda-shalat-ini-ancaman-allah-nomor-1-saja-sudah-menakutkan?page=4









Tuesday, February 5, 2019

Alasan Kenapa Perempuan Lebih Utama Shalat di Rumah

Hasil gambar untuk perempuan sholat di rumah
Islam sangat menjaga dan melindungi kehormatan dan kemuliaan wanita. Karena itulah Islam memerintahkan para wanita untuk selalu menetap di dalam rumahnya.

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنّ

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu …” (Al-Ahzab: 33)

Islam juga menganjurkan kepadanya agar melaksanakan shalat di rumahnya dan menjelaskan bahwasanya hal itu lebih baik baginya daripada shalat di masjid, demi menjaga kehormatan, kesucian diri dan kemuliaannya.

Sikap berikut ini menggambarkan kepada kita sebuah akhlak yang mulia dari seorang shahabiyat dalam melaksanakan petunjuk Nabi Shalallaahu’alaihi wa Sallam untuknya, yaitu menunaikan shalat di rumah karena hal ini adalah yang lebih afdhal baginya.

BACA JUGA: Shalat Wanita dan Laki-laki, Ini Perbedaannya

Ath-Thabrani dan lainnya meriwayatkan dari Ummu Humaid, istri Abu Hamid as-Sa’idi –radhiyallāhu ‘anhā–: Ummu Humaid berkata, “Saya berkata (kepada Rasulullah), ‘Wahai Rasulullah! Para suami kami melarang kami shalat bersamamu (di masjid).’ Rasulullah Shalallaahu’alaihi wa Sallam berkata,

صَلَاتُكُنَّ فِي بُيُوتِكُنَّ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي حُجَرِكُنَّ، وَصَلَاتُكُنَّ فِي حُجَرِِكُنَّ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي دُوْرِكُنَّ وَ صَلَاتِكُنَّ فِي دُوْرِكُنَّ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي الجَمَاعَةِ

‘Shalat kalian di tempat tidur kalian lebih baik daripada shalat kalian di kamar kalian, shalat kalian di kamar kalian lebih baik daripada shalat kalian di rumah kalian, dan shalat kalian di rumah lebih baik daripada shalat kalian berjamaah (di masjid)’.”

Hadits ini juga diriwayatkan dengan lafazh mufrad (kata tunggal, bukan jamak), seperti yang terdapat di dalam riwayat Ahmad dan lainnya.

Dalam Al-Mu’jam at-Kabir ath-Thabarani (25/148), al-Haitsami dalam al-Majma’ (2/34) berkata, “Di dalam sanadnya ada Ibnu Luhai’ah; dan di dalamnya ada yang dipermasalahkan. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (93/132) dan Ibnu Syaibah dalam Mushannafnya (2/157).

Ummu Humaid –radhiyallāhu ‘anhā– menuturkan bahwasanya ia pernah datang kepada Nabi Shalallaahu’alaihi wa Sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku senang shalat (berjamaah) bersamamu.” Rasulullah berkata,

قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّيْنَ الصَّلَاةَ مَعِيْ ، وصَلَاتُكِ فِيْ بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِيْ حُجْرَتِكِ، وَ صَلَاتُكِ فِيْ حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِيْ دَارِكِ، وَ صَلَاتُكِ فِيْ دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِيْ مَسْجِدِ قَوْمِكِ ، وَ صَلَاتُكِ فِيْ مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِيْ مَسْجِدِيْ

“Aku tahu kamu senang shalat bersamaku, akan tetapi shalatmu di tempat tidurmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu, shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalatmu di mesjidku.”

Perawi mengatakan, “Setelah itu ia meminta untuk dibangunkan tempat shalat pada bagian dalam rumahnya dan paling gelap. Ia senantiasa melaksanakan shalat di situ hingga wafat.”

Tentang hadits ini, al-Haitsami di dalam Majma’ az-Zawa’id [3] berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, para perawinya adalah para perawi shahih kecuali ‘Abdullah bin Suwaid al-Anshari, ia dinilai tsiqah (dinyatakan bahwa ia seorang perawi yang dapat dipercaya) oleh Ibnu Hibban. Dalam Tuhfat al-Ahwadzi [4] dikatakan, “Sanad riwayat Ahmad ini Hasan (baik).” Az-Zarqani dalam syarahnya terhadap Muwaththa’ Imam Malik menyebutkan, “Hadits ini memiliki syahid (pendukung) dari hadits Ibnu Mas’ud –radhiyallāhu ‘anhu– dalam riwayat Abu Daud.”

BACA JUGA: Tempat yang Paling Baik untuk Wanita Shalat adalah Rumah

Penggalan kisah dalam hadits tersebut menjelaskan kepada setiap muslimah betapa kesungguhan seorang shahabiyah yang mulia ini selalu mengamalkan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullaah Shalallaahu’alaihi wa Sallam. Sebab, saat Nabi Shalallaahu’alaihi wa Sallam menjelaskan kepadanya bahwa shalatnya di dalam rumah lebih baik baginya, ia tidak membantahnya, tidak mengajukan protes dan juga tidak mengeluh. Ia telah mengetahui seyakin-yakinnya bahwa Rasulullah Shalallaahu’alaihi wa Sallam tidak memerintahkan sesuatu kepadanya kecuali apa yang terbaik baginya untuk dunia dan agamanya.



Kriteria Seorang Bisa dinamakan Ulama

Gambar terkait
Secara bahasa, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘aalim. ‘Aalim adalah isim fail dari kata dasar:‘ilmu. Jadi ‘aalim adalah orang yang berilmu, maksudnya ilmu syariah. Dan ulama adalah orang-orang yang punya ilmu ke dalam di bidang ilmu-ilmu syariah.
Dan secara istilah, kata ulama mengacu kepada orang dengan spesifikasi penguasaan ilmu-ilmu syariah, dengan semua rinciannya, mulai dari hulu hingga hilir.

Keutamaan dan Kedudukan Para Ulama
Al-Quran memberikan gambaran tentang ketinggian derajat para ulama,
يَرْفَعِ اللهُ الذينَ آمَنُوا والذينَ أُوتُوا العِلْمَ دَرَجَاتٍ
Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberikan ilmu (ulama) beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah: 11)
Selain masalah ketinggian derajat para ulama, Al-Quran juga menyebutkan dari sisi mentalitas dan karakteristik, bahwa para ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah. Sebagaimana disebutkan di dalam salah satu ayat:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir: 28)
Sedangkan di dalam hadits nabi disebutkan bahwa para ulama adalah orang-orang yang dijadikan peninggalan dan warisan oleh para nabi.
والعلماء ورثة الأنبياء، إن الأنبياء لم يُورِّثوا دينارًا ولا درهمًا ولكنهم وَرَّثوا العلم
Dan para ulama adalah warisan (peninggalan) para nabi. Para nabi tidak meninggalkan warisan berupa dinar (emas), dirham (perak), tetapi mereka meninggalkan warisan berupa ilmu.(HR Ibnu Hibban dengan derajat yang shahih)
Di dalam kitab Ihya’u Ulumud-din karya Al-Imam Al-Ghazali disebutkan bahwa manusia yang paling dekat derajatnya dengan derajat para nabi adalah ahlul-ilmi (ulama) dan ahlul jihad (mujahidin). Karena ulama adalah orang yang menunjukkan manusia kepada ajaran yang dibawa para rasul, sedangkan mujahid adalah orang yang berjuang dengan pedangnya untuk membela apa yang diajarkan oleh para rasul.

Kerancuan Istilah Ulama
Namun istilah ulama di masa kini sering kali menjadi rancu dan tertukar-tukar dengan istilah lain yang nyaris beririsan. Padahal keduanya tetap punya perbedaan mendasar. Misalnya, seorang yang berprofesi sebagai penceramah, seringkali disebut-sebut sebagai ulama, meski tidak punya kapasitas otak para ulama. Kemampuannya di bidang ilmu syariah, jauh dari kriteria seorang ulama.
Penceramah adalah sekedar orang yang pandai berpidato menarik massa, punya daya pikat tersendiri ketika tampil di publik, mungkin sedikit banyak pandai menyitir satu dua ayat Quran dan hadits, tetapi begitu ditanyakan kepadanya, apa derajat hadits itu, ada di kitab apa, siapa saja perawinya, dan seterusnya, belum tentu dia tahu.

Bahkan tidak sedikit penceramah yang buta dengan huruf arab, alias tidak paham membaca kitab berbahasa arab. Padahal sumber-sumber keIslaman hanya terdapat dalam bahasa arab.
Namun penceramah tetap dibutuhkan oleh masyarakat awam, yang betul-betul kurang memiliki wawasan dan pemahaman atas agama Islam. Jadi meski seorang penceramah hanya punya ilmu agama pas-pasan, tetapi tidak ada rotan, akar pun jadilah.
Bahkan terkadang terjadi fenomena sebaliknya, banyak orang yang sudah sampai kepada level ulama, punya ilmu banyak dan mendalam, tetapi kurang fasih ketika berbicara di muka publik. Bahkan boleh jadi figurnya malah kurang dikenal. Sebab beliau tidak mampu berpidato di TV untuk menjaring iklan. Padahal dari sisi ilmu dan kedalamanannya atas kitabullah dan sunnah rasul-Nya, tidak ada yang mengalahkan.

Ulama Satu Bidang Ilmu
Di zaman sekarang ini, nyaris kita tidak lagi mendapatkan ulama dengan penguasaan di berbagai disiplin ilmu syariah. Kita hanya menemukan para ulama yang pernah belajar beberapa bidang ilmu, namun hanya menguasai satu atau dua cabang ilmu.
Misalnya, kita mengenal ada Syeikh Nashiruddin Al-Albani yang tersohor di bidang kritik hadits. Buku yang beliau tulis cukup banyak, namun kita tahu bahwa beliau bukan seorang yang ekpert di bidang lain, misalnya ilmu ushul fiqih, juga bukan jagoan ahli dibidang ilmu istimbath ahkam fiqih secara mendalam.
Kalau mau tahu apakah sebuah hadits itu shahih atau tidak, silahkan tanya beliau. Tetapi kalau tanya kaidah ushul fiqih, tanyakan kepada ulama lain yang ahli di bidangnya. Namun demikian, kita tetap harus hormat dan takzim kepada beliau atas ilmunya.

Ilmu-Ilmu Yang Harus Dikuasai Oleh Ulama
Idealnya, ilmu syariah dan cabang-cabangnya itu harus secara mendalam dikuasai, terlebih olehpara ulama. Sekedar gambaran singkat, di antaranya ilmu-ilmu syariah dan keIslaman yang harus dikuasai seorang ulama antara lain:

1. Ilmu Yang Terkait Dengan Al-Quran
  • Ilmu tajwid yang membaguskan bacaan lafadz AL-Quran
  • Ilmu qiraat (bacaan) Al-Quran, sepertiqiraah-sab’ah yang bervariasi dan perpengaruh kepada makna dan hukum.
  • Ilmu tafsir, yang mempelajari tentang riwayat dari nabi SAW tentang makna tiap ayat, juga dari para shahabat dan para tabi’in dan atbaut-tabi’in.
  • Ilmu tentang asbababun-nuzul, yaitu sebab dan latar belakang turunnya suatu ayat.
  • Ilmu tentang hakikat dan majaz yang ada pada tiap ayat Quran
  • Ilmu tentang makna umum dan khusus yang dikandung tiap ayat Quran
  • Ilmu tentang muhkam dan mutasyabihat dalam tiap ayat Quran
  • Ilmu tentang nasikh dan mansukh dalam tiap ayat Quran
  • Ilmu tentang mutlaq dan muqayyad, manthuq dan mafhum
  • Ilmu tentang i’jazul quran, aqsam, jadal, qashash dan seterusnya
2. Ilmu Yang Terkait dengan Hadits Nabawi
  • Ilmu tentang sanad dan jalur periwayatan serta kritiknya
  • Ilmu tentang rijalul hadits dan para perawi
  • Ilmu tentang Al-Jarhu wa At-Ta’dil
  • Ilmu tentang teknis mentakhrij hadits
  • Ilmu tentang hukum-hukum yang terkandung dalam suatu hadits
  • Ilmu tentang mushthalah (istilah-istilah) yang digunakan dalam ilmu hadits
  • Ilmu tentang sejarah penulisan hadits yang pemeliharaan dari pemalsuan
3. Ilmu Yang Terkait dengan Masalah Fiqih dan Ushul Fiqih
  • Ilmu tentang sejarah terbentuknya fiqih Islam
  • Ilmu tentang perkembangan fiqh dan madzhab
  • Ilmu tentang teknis pengambilan kesimpulan hukum (istimbath)
  • Ilmu ushul fiqih (dasar-dasar dan kaidah asasi dalam fiqih)
  • Ilmu qawaid fiqhiyah
  • Ilmu qawaid ushuliyah
  • Ilmu manthiq (logika)
  • Ilmu tentang iIstilah-istilah fiqih istilah fiqih madzhab
  • Ilmu tentang hukum-hukum thaharah, shalat, puasa, zakat, haji, nikah, muamalat, hudud, jinayat, qishash, qadha’, qasamah, penyelenggaraan negara dan seterusnya.
4. Ilmu Yang Terkait dengan Bahasa Arab
  • Ilmu Nahwu (gramatika bahasa arab)
  • Ilmu Sharaf (perubahan kata dasar)
  • Ilmu Bayan
  • Ilmu tentang Uslub
  • Ilmu Balaghah
  • Ilmu Syi’ir dan Nushus Arabiyah
  • Ilmu ‘Arudh
5. Ilmu Yang Terkait dengan Sejarah
  • Tentang sirah (sejarah nabi Muhammad SAW)
  • Tentang sejarah para nabi dan umat terdahulu dan bentuk-bentuk syariat mereka
  • Sejarah tentang Khilafah Rasyidah
  • Sejarah tentang Khilafah Bani Umayyah, Bani Abasiyah, Bani Utsmaniyah dan sejarah Islam kontemporer.
6. Ilmu Kontemporer
  • Ilmu politik dan perkembangan dunia
  • Ilmu ekonomi dan perbankan
  • Ilmu sosial dan cabang-cabangnya.
  • Ilmu psikologi dan cabang-cabangnya
  • lmu hukum positif dan ketata-negaraan
  • Ilmu-ilmu populer
Di masa lampau, orang yang disebut dengan ulama adalah orang-orang yang menguasai dengan ahli cabang-cabang ilmu di atas tadi. Namun di zaman sekarang ini, nyaris kita tidak lagi menemukannya.
Maka di zaman sekarang ini, para ulama dari beragam latar belakang keilmuwan yang berbeda perlu duduk dalam satu majelis. Agar mereka bisa melahirkan ijtihad jama’i (bersama), mengingat ilmu mereka saat ini sangat terbatas. Sementara ilmu pengetahuan berkembang terus.

Perbedaan Pendapat di Kalangan UIlama
Masalah perbedaan pendapat di kalangan ulama, barangkali yang anda maksud adalah pendapat fiqih dan fatwa-fatwa.
Sebelum kita memilih pendapat mereka yang menurut anda berbeda-beda, anda harus tahu terlebih dahulu latar belakang keilmuan mereka.
Untuk jawaban masalah hukum fiqih, maka janganlah bertanya kepada ulama hadits, atau ulama tafsir, atau ulama bahasa, atau ulama sejarah. Anda salah alamat. Kalau pun mereka jawab, jawaban mereka tetap kalah dibandingkan dengan jawaban ahlinya.
Misalnya, di Mesir saat ini ada ulama yang berfatwa tentang hukum wanita menjadi kepala negara. Sayangnya, beliau bukan ahli fiqih, tetapi doktor di bidang ilmu pendididikan. Tentu saja fatwanya aneh bin ajaib. Para ulama fiqih tentu terpingkal-pingkal kalau mendengar isi fatwanya.
Masalah fiqih tanyakan kepada ulama yang ahli di bidang ilmu fiqih. Sebab ilmu yang mereka miliki memang lebih menjurus kepada ilmu hukum fiqih.

Faktor Perbedaan Kasus dan Fenomena Sosial
Kalau para ahli fiqih berbeda pendapat, maka anda harus melihat pada konteks ketika mereka menjawab masalah itu. Apakah fatwa yang mereka keluarkan sesuai kondisi sosialnya dengan kondisi sosial di mana anda berada.
Misalnya ketika Syeikh bin Bazz mengeluarkan fatwa haramnya ziarah kubur, maka anda harus tahu bahwa fenomena ziarah kubur di negeri tempat tinggalnya memang sulit untuk dibilang tidak syirik. Sebab orang-orang di sana memang nyata-nyata menyembah kuburan, baik dengan jalan mencium, mengusap, meratap dan meminta rezeki kepada kuburan. Wajar sekali bila Syeikh bin Baz mengharamkan ziarah kubur.
Tetapi fatwa haramnya ziarah kubur versi beliau tidak bisa digeneralisir di semua tempat, yang fenomenanya berbeda.
Kalau di negeri kita ada orang yang ziarah kubur, namun tanpa menyembah dan melakukan hal-hal yang dinilai syirik, maka kita tidak bisa mengharamkannya. Karena ziarah kubur itu sunnah nabi, namun harus dengan cara yang dibenarkan.
Terkadang kesalahan bukan datang dari para ulama, tetapi dari orang awam yang salah kutip dan salah penempatan sebuah fatwa.

Faktor Perbedaan Nash dan Dalil
Terkadang perbedaan pendapat itu dilatar-belakangi oleh perbedaan nash dan dalil. Bila perbadaan pendapat itu memang berangkat dari perbedaan nash, yang oleh para ulama memang sejak dulu sudah menjadi titik perbedaan pendapat, maka kita dibolehkan untuk memilih yang mana saja dari pendapat yang berbeda itu.
Misalnya, ada dua hadits yang sama-sama shahih namun berbeda isi hukumnya. Hadits pertama mengatakan bahwa nabi Muhammad SAW sujud dengan meletakkan lutut terlebih dahulu baru kedua tanggannya. Hadits kedua mengatakan sebaliknya, beliau meletakkan tangan terlebih dahulu baru kedua lututnya. Maka yang mana saja dari hadits ini yang kita pakai, keduanya boleh digunakan. Toh keduanya sama-sama didasari oleh hadits shahih.

Faktor Perbedaan Dalam Menilai Keshaihan Hadits
Ada juga perbedaan pendapat karena perbedaan dalam menilai keshahihan suatu riwayat hadits. Sebab keshahihan suatu hadits memang sangat mungkin menjadi perbedaan pendapat. Seorang Bukhari mungkin saja tidak memasukkan sebuah hadits ke dalam kitab shahihnya, karena mungkin menurut beliau hadits itu kurang shahih. Namun sangat boleh jadi, hadits yang sama justru terdapat di dalam shahih Muslim.
Maka perbedaan dalam menilai keshahihan suatu hadits adalah hal yang pasti terjadi dan lumrah serta wajar.
Seperti dalam kasus hadits bahwa nabi Muhammad SAW diriwayatkan selalu melakukan qunut shalat shubuh hingga akhir hayatnya. Sebagian ulama menerima keshaihannya dan sebagian lainnya menolaknya.
Maka dalam hal ini, kita pun boleh menerima yang mana saja dari kedua pendapat itu, karena masing-masing jelas punya argumentasi yang kuat atas pendapat keshahihan riwayat itu.
Pendeknya, ketika sebuah pendapat dari seorang ulama memang betul-betul telah mengalami proses ijtihad dengan benar, meski pun sering kali tidak sama, maka pendapat yang mana pun boleh kita pakai.
Bahkan meski tidak konsekuen dalam menggunakan pendapat seorang ulama. Kita dibolehkan untuk mengambil sebagian pendapat dari seorang ulama dan dibolehkan juga untuk meninggalkan sebagian pendapatyang lainnya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Monday, February 4, 2019

Jaga Lisanmu Sebelum Membinasakanmu

Hasil gambar untuk jaga lisan
Mulutmu adalah harimaumu. Kalimat tersebut mungkin tak asing lagi bagi kita, apa lagi pada zaman sekarang kalimat tersebut seringkali terdengar sebagai suatu kewaspadaan terhadap dampak yang akan kita rasakan apabila tak menjaga perkataan yang akan keluar melalui lisan kita.

Mengapa diibaratkan bagaikan harimau? Karena, seekor harimau terkenal akan terkamannya yang menakutkan, bisa kita bayangkan bagaimana apabila lisanmu sendiri menjadi seekor harimau yang akan menerkammu? Sungguh kejadian yang menakutkan bukan?

Maksudnya adalah agar kita selalu senantiasa menjaga lisan kita dalam setiap mengeluarkan perkataan yang baik, dan janganlah mengeluarkan perkataan buruk yang membuatmu akan binasa karena perkataanmu sendiri, dapat kita ketahui perkataan yang buruk tersebut seperti, berbicara yang sia-sia, berdusta, mengejek orang lain dan masih banyak lagi.

Tak sedikit kalam Allah dan hadits Nabi yang memerintahkan kita agar selalu senantiasa menjaga lisan. Seperti kata mutiara yang berbunyi “Manusia itu akan dinilai dari dua anggota tubuhnya yang paling kecil, yaitu “hati dan lidahnya.”

Hati dan lidah adalah dua hal yang saling berhubungan. Kedua anggota tubuh tersebut memang terlihat kecil, namun kedua anggota tubuh ini adalah sesuatu yang sangat berpengaruh pada pandangan (penilaian) seseorang terhadap kita, mengapa demikian?

Karena semua perkataan yang keluar dari mulut atau perkataan yang kita ucapkan sudah mampu menjadi penggambaran dari apa yang ada dalam hati kita. Apabila semua perkataan yang keluar adalah perkataan yang baik maka, tak diragukan lagi bahwa hatinya juga baik, begitu pula sebaliknya apabila perkataan yang kita keluarkan adalah sebuah perkataan yang buruk maka, hal itu dapat menggambarkan bagaimana kualitas hati kita.

So, jadilah seseorang yang selalu mengatakan perkataan yang baik dan benar sebagaimana firman Allah SWT, dalam QS. Al-Ahzab ayat 70 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.”

Dari ayat di atas telah jelas bahwa Allah SWT memerintahkan kita agar selalu senantiasa mengatakan perkataan yang benar. Allah memerintahkan kepada kita agar menjadi seseorang yang bertaqwa dan selalu mengatakan perkataan yang benar, perkataaan yang dapat mendatangkan pahala, perkataan yang dapat bermanfaat bagi orang lain, perkataan yang bisa menjadi sebuah motivasi.

Apabila perkataan yang kita keluarkan dapat merubah hidup seseorang maka kita akan mendapatkan sebuah pahala, dan apabila ia mengajarkan kepada orang lain maka InsyaAllah, Allah akan memberikan pahala kepada kita karena, perkataanmu menjadi sebuah amal jariyah, amal yang pahalanya tidak akan terputus hingga kapanpun. Sebaliknya, apabila kamu mengeluarkan perkataan yang buruk atau perkataan yang tidak baik, maka berhati-hatilah kamu akan perkataan yang akan mendatangkan malapetaka pada dirimu sendiri.

Oleh karena itu, marilah kita selalu senantiasa mengeluarkan perkataan yang baik. apabila kamu mengetahui perkataan yang kamu keluarkan akan sia-sia lebih baik kamu diamlah sebagaimana kata hadits Nabi yang artinya “Berkatalah dengan perkataan yang benar atau hendaklah ia diam.”

Mengenai hadits tersebut Imam Syafi’i ra. Menjelaskan bahwa, jika seseorang ingin mengatakan seseatu, maka hendaklah ia memikirkan terlebih dahulu apa yang hendak ia ucakan, jika kira-kira baik dan memiliki efek yang positif maka ucapkanlah, namun jika bahkan menimbulkan kegaduhan atau menyinggung orang lain, maka lebih baik ia simpan rapat-rapat dalam hatinya sendiri.

Baca Doa ini Saat Sujud

Hasil gambar untuk sujud
Ketika kita bersujud, itu adalah dimana ketika hampir tidak ada hijab dengan Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Maka tidak heran, kita dianjurkan untuk banyak berdoa setiap kali kita bersujud.

Nah, dari semua itu, ada tiga doa yang janganlah kita lupakan dalam sujud.

1. Mintalah diwafatkan dalam keadaan khusnul khotimah

١. اللهم إني أسألك حسن الخاتمة

Allahumma inni as’aluka husnal khotimah

Artinya : “Ya Allah aku meminta kepada-MU husnul khotimah.”

2. Mintalah agar kita diberikan kesempatan taubat sebelum wafat

٢. اللهم ارزقني توبتا نصوحا قبل الموت

Allahummarzuqni taubatan nasuha qoblal maut

Artinya: “Ya Allah berilah aku rezeki taubat nasuha (atau sebenar-benarnya taubat) sebelum wafat.”

3. Mintalah agar hati kita ditetapkan di atas agamaNya.

٣. اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

Allahumma yaa muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘ala diinika

Artinya: “Ya Allah wahai sang pembolak balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.” []

Sumber: https://www.islampos.com/3-doa-ini-jangan-sampai-dilupakan-saat-bersujud-15220/

Sunday, February 3, 2019

Hidayah, dari mana dan untuk siapa?

Hasil gambar untuk hidayah
Seringkali kita menemui, orang-orang pintar yang memiliki pengetahuan yang luar biasa, MasyaAllah banyaknya, akan tetapi hidayah belum masuk pada dirinya. Dan banyak pula, orang yang sukses di luar sana dengan harta yang melimpah, belum ada tanda-tanda datangnya hidayah pada dirinya. Bahkan hidup mereka jauh dari kata tenteram. Seperti ada yang miss dari kehidupan mereka.

Dan banyak pula kita temui, mereka yang hidup dengan sederhana, tidak berpendidikan tinggi, tapi nampak dengan jelas bahwasanya hidayah telah masuk kepada dirinya. Semua lini kehidupannya seakan berjalan dengan baik dan penuh dengan kecukupan.

Dari dua kasus di atas, dapat kita pelajari bahwa, Maha Benar Allah dengan FirmanNya dalam hadits Qudsi yang shahih, “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan berikan petunjuk kepada kalian.” HR Muslim (no. 2577)

Jelas di sini dapat kita perhatikan, Allah-lah yang mendatangkan hidayah kepada siapa saja yang Ia Kehendaki. Diperjelas dalam firmanNya pula yang banyak disebutkan di dalam AlQuran “innallaha yahdi man yasya’,”  “Sesungguhnya Allah Memberikan hidayah kepada siapa yang Allah Kehendaki.”

Lantas, apa yang membuat kita luput dari rasa syukur kita kepada Allah yang telah menjadikan kita sebagai hamba pilihhanNya yang senantiasa dinaungi oleh Hidayah dan Taufiq dariNya? Sudah sepatutnya kita syukuri nikmat yang luar biasa indahnya, luar biasa dahsyatnya, nikmat yang hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihanNya.

Namun, yang perlu kita perhatikan kembali adalah, jangan sampai kita sudah merasa hidayah itu sampai kepada diri kita, kemudian kita merasa aman. Seperti yang sudah Allah jelaskan dalam hadits qudsi tadi, kita harus selalu meminta kepada Allah agar selalu diteguhkan hati kita dalam memegang erat agama Allah.

Seperti yang sudah diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ’Ya muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)’.

Manusia yang maksum dan mendapat jaminan surga dari Allah Ta’ala saja masih mengharapkan dan memohon kepada Allah agar diluruskan kembali hatinya, apalagi kita selaku hamba yang masih sering lalai. Semoga kita selalu dinaungi oleh hidayah dan taufiqnya, dan mati dalam keadaan memegang tali agama Allah yang Hanif ini.

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8). 


Saturday, February 2, 2019

Hukum Menepuk Bahu Untuk Bermakmum

Hasil gambar untuk Hukum Menepuk Bahu Untuk Bermakmum
Persoalan menepuk bahu sering kita alami, baik ketika kita shalat di masjid kampung sendiri atau pun saat di masjid kampung orang atau saat bertamu. Biasanya dilakukakn oleh seseorang yang baru datang dan melihat ada yang tengah shalat sendirian kemudian bermaksud ingin bermakmum kepadanya.

Sejauh penelusuran kami, belum ditemukan keterangan yang mengharuskan atau menganjurkan hal tersebut.

Hadits berikut mungkin bisa membantu menjelaskan tentang hukum menepuk bahu untuk bermakmum. Kami kutip dari konsultasi syariah:

Dari Ibnu Abbas ra, beliau mengatakan,

Pada suatu malam, saya menginap di rumah bibiku Maimunah, di Saya shalat bersama Rasulullah Saw. suatu malam. Setelah larut malam, Nabi Saw bangun dan berwudhu dari air yang terdapat dalam bejana yang menggantung, lalu beliau shalat. Akupun berwudhu seperti wudhu beliau, dan langsung menuju beliau dan aku berdiri di sebelah kiri beliau. Lalu beliau memindahkanku ke sebelah kanan beliau. (HR. Bukhari 138).

Maimunah merupakan salah satu istri Rasulullah Saw sekaligus bibi Ibnu Abbas dari ibunya. Saat Rasulullah Saw memberikan jatah malam di Maimunah, Ibnu Abbas ikut bersama mereka. Dan ketika itu, Ibnu Abbas belum baligh.

Dalam hadis di atas, Ibnu Abbas ra datang ketika Rasulullah Saw telah dalam keadaan shalat. Ibnu Abbas ra tidak menepuk bahu Rasulullah, tetapi langsung berdiri di samping kiri Rasulullah. Karena posisinya yang salah, Ibnu Abbas dipindah ke posisi sebelah kanan.
Bahaya menepuk bahu:

    Yang ditepuk bahunya bisa saja menganggap itu sebagai upaya penghipnotisan
    Yang ditepuk bahunya bisa saja menderita sakit jantung
    Yang ditepuk bahunya bisa saja menganggap tepukan bahu itu sebagai isyarat adanya bahaya.

Kesimpulan: Tindakan menepuk bahu itu tidak ada anjurannya, malah menimbulkan madharat bagi seseorang yang ditepuk bahunya, karena bisa sampai membatalkan shalatnya.

https://www.islampos.com/menepuk-bahu-untuk-bermakmum-haruskah-53641/






Maksud Toleransi Beragama

Hasil gambar untuk dilarang ucapkan selamat natal
Inilah yang dimaksud, TOLERANSI BERAGAMA.

 Indahnya saling mengingatkan.
    Menjelang NATAL..

Muslim : "Bagaimana natalmu? "

David   :
 "Baik, kau tidak mengucapkan selamat natal padaku.?"

Muslim :
"Tidak, Agama kami menghargai toleransi antar agama, termasuk agamamu. Tapi urusan ini, agama saya melarangnya.!"

David :
"Tapi kenapa..? Bukankah hanya sekedar kata2..?

Muslim :
"Benar....
Saya mejadi muslimpun karena hanya sekedar kata2, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat.

Saya halal menggauli istri sayapun, karena hanya sekedar kata2 yaitu akad nikah, dan....

Istri saya yg sa'at ini sedang halal saya gaulipun bisa kembali menjadi haram atau zina jika saya mengucapkan kata talak atau cerai, padahal hanya sekedar kata2.

David :
"Tapi teman2 muslimku yang lain mengucapkannya padaku..?" .

Muslim :
 "Ooh...mungkin mereka belum faham dan mengerti.
 Ohya, bisakah kau mengucapkan dua kalimat Syahadat David?! "

David :
"Oh tidak, saya tidak bisa... Itu akan mengganggu Keimanan saya..!"

Muslim :
"Kenapa? Bukankah hanya kata2 toleransi saja? Ayo, ucapkanlah..!!"

David :
" Ok ok..sekarang, saya paham dan mengerti.."


Meskipun anggapan, hanya Berupa kata-kata keakraban.

Atau sekedar toleransi. namun disisi Allah, nilainya justru menunjukkan kerendahan AQIDAH.

Banyak sekali muslim, yang tidak faham, dan tidak mau mengerti akan konsep ilmu Agama, yang disisi lain, mereka faham akan ilmu2 umum. yang sifatnya tiada kekal, tidak ada gunanya, untuk keselamatan AKHIRATnya yang Abadi nanti.

Bila Pesan ini, bisa ditularkan ke yang lain, berarti kita telah berda'wah kepada orang banyak.

Selamatkan Aqidah keluarga kita dan Saudara Muslim lainnya.

   "Lakum diinukum, waliyadiin" *ntukmu agamamu dan untukku agamaku.*(QS. Alkafirun)

Golongan Manusia Masuk Neraka tanpa Hisab

Surga dan neraka diciptakan oleh Allah SWT sebagai motivasi sekaligus peringatan bagi manusia untuk beramal sebaik-baiknya di dunia ini.

Di hari kiamat kelak, semua manusia akan melalui hisab, yaitu perhitungan amal atas dosa dan pahala yang telah dikerjakannya ketika di dunia. Tetapi amat malang, terdapat 6 golongan manusia yang akan dimasukkan ke dalam neraka tanpa hisab di sebabkan dosa besar dan kemungkaran yang mereka lakukan ketika di dunia.

Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah S.A.W bersabda artinya :

“Enam golongan manusia yang akan dimasukkan ke neraka pada hari kiamat sebelum hisab (perhitungan amal) yaitu:

1. Penguasa yang zalim.
Pemimpin yang telah dipilih oleh rakyat dan diberikan amanah untuk memimpin negara sekiranya ia melakukan kezaliman kepada rakyat dan tidak berlaku adil tidak akan dapat mencium keharuman surga dan dimasukkan kedalam neraka sebelum hisab (perhitungan amal).

Ma’qil Ibnu Yasar r.a berkata

“ Saya mendengar Nabi S.A.W bersabda maksudnya :

“Tidak ada seorang hamba yang Allah serahkan kepadanya untuk memimpin segolongan rakyat lalu ia tidak memelihara rakyatnya itu dengan menuntut dan memimpin mereka kepada kemaslahatan dunia dan akhirat melainkan tiadalah ia mencium bau syurga.”
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
3. Orang yang fanatik (menyombongkan kebangsaannya)
Islam melarang umatnya mengutamakan kemegahan atau ta’ashsub kepada sesuatu kaum/bangsa dan sifat seperti ini disebut memperjuangkan ashabiyah.

“Seorang lelaki (ayah perempuan yang meriwayatkan hadis) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, adakah dianggap ashabiyah puak orang yang sayang kepada kaum bangsanya?’ Jawab baginda S.A.W : ‘Tidak, tetapi ashabiyah ialah apabila seorang itu menolong bangsanya kepada kezaliman”. (Hadis Riwayat Abu Daud, Ibn Majah dan sebagainya)

3. Pemimpin yang Sombong
Hasil gambar untuk rudiantara
Sifat sombong adalah salah satu sifat yang sangat dimurkai oleh Allah SWT. Karena sebenarnya tidak ada yang bisa disombong oleh manusia. Meskipun memilih kekuasaan dan kekayaan yang berlimpah, itu semua adalah milik Allah SWT. Bila Allah berkehendak, maka semua yang dimiliki tersebut dalam waktu singkat.

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi s.a.w., bahwasanya baginda bersabda yang bermaksud, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan.”
Salah seorang berkata, “Sesungguhnya ada orang yang menyukai baju dan sandal yang bagus.”
Rasulullah S.A.W. bersabda yang bermaksud, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”
(Hadis Riwayat Muslim)

4. Pedagang atau Ahli Perniagaan yang Curang

Salah satu cara mencari rezeki yang dianjurkan oleh Allah SWT adalah dengan cara perniagaan. Ini merupakan kegiatan ekonomi jual beli yang dianjurkan untuk dilakukan oleh umat Islam. Ini karena aktivitas perniagaan menjanjikan hasil laba yang berlipat ganda jika berusaha denga bersungguh-sungguh

Namun, jika perniagaan ini dilakukan dengan penipuan yakni menaikkan harga barang, mengubah ukuran timbangan atapun menimbun barang adalah sesuatu yang dilarang. Tujuan perniagaan jika berujuk pada ajaran agama Islam adalah untuk memperbesar, memperpanjang dan memperluas aktivitas syariat Islam dengan tujuan beribadah serta mengharap ridho dari Allah SWT.

5. Orang Bodoh yang Mempertahankan Kejahilannya

Islam adalah agama yang sangat memuliakan ilmu pengetahuan. Terlebih lagi jika ilmu yang dipelajari tersebut diamalkan dan disebarkan untuk dimanfaatkan oleh orang lain.

Nabi S.A.W. bersabda yang maksudnya, ”Barangsiapa menuntut ilmu berarti menuntut jalan ke syurga”. (Hadis Riwayat Muslim)

6. Ahli Ilmu karena Hasad Dengkinya

Hasad atau dengki diartikan sebagai sifat seseorang yang tidak suka jika melihat orang lain mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT. Bahkan, orang ini ingin kenikmatan tersebut hilang dari orang lain. Sifat ini adalah sifat yang miliki oleh Iblis karena ia merasa cukup iri hati kepada Nabi Adam as serta anak cucunya.

Dari Abu Yazid Usamah bin Zaid bin Haritsah r.a yang berkata, “Aku mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda yang bermaksud : ‘Seseorang didatangkan pada hari Qiyamat, lalu dilempar ke Neraka. Maka keluarlah isi perutnya. Dengan isi perut yang keluar itu ia berputar-putar seperti himar yang mengitari porosnya. Para penghuni neraka berkumpul di dekatnya, seraya mengatakan, ‘Wahai si Fulan! Apa yang terjadi padamu? Bukankah (dulu) kamu memerentah kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar?’ Ia menjawab, ‘Ya, memang dulu aku memerintahkannya kepada yang makruf, namun aku tidak melaksanakannya dan mencegah dari yang mungkar, namun aku melanggarnya’.”
(Hadis Riwayat Muttafaq Alaih).

Dukhon

Saat ini di dunia dan juga tentu saja termasuk indonesia, sedang perjadi pandemi yang berasal dari corona. Nama legkapnya virus corona. Ata...