MITOS RENCANA PEMBUNUHAN MASSAL YAHUDI
Pada Agustus 1933, Reich Economich Ministry (Kementrian Ekonomi Jerman) dibawah Hjalmar Schacht, menanda-tangani nota kerja-sama bilateral antara Jerman Third Reich dengan Jewish Agency (organisasi embrio cikal bakal pembentukan pemerintahan negara Israel Raya di Palestina). Jewish Agency yang diwakili oleh Chaim Arlosoroff, berhasil membuat kesepakatan kerja-sama yang dikenal dengan sebutan “MOU Haavara” yang dalam bahasa Ibrani berarti “Relokasi”.(20)
Reich Economic Ministry juga membentuk perusahaan kerja-sama bilateral dengan Tel Aviv yang dinamakan INTRIA (International Trade & Investment Agency), yang digunakan sebagai “Escrow Account” (rekening penampung) bagi jaringan pengusaha Yahudi Eropa untuk menyalurkan sumbangannya kepada warga Jerman turunan Yahudi agar mau emigrasi ke Palestina. Selama beroperasi, INTRIA mencatat penyaluran sumbangan sebesar US$900.000 dari pengusaha Yahudi kaya Eropa ke Palestina.”(21)
Selama 26 September sampai dengan 9 Oktober 1934, surat kabar propaganda Nazi “Der Angriff” menerbitkan sebuah artikel yang berjudul “Ein Nazi Fahrt Nach Palastina”, yang menceritakan pengalaman Leopold von Mildenstein, seorang perwira Sicherheitsdienst (SD), Kepolisian Negara Jerman dibawah SS, yang tinggal di Palestina selama 6 bulan. Dalam artikel ini, von Mildenstein menceritakan kekagumannya kepada koloni Yahudi di Palestina, dan memuji prestasi dan semangat para emigrant Yahudi dari Eropa yang kini tinggal disana. Joseph Goebbels, Perdana Menteri Jerman, sampai memberikan penghargaan berupa medali kepada von Mildenstein, dalam jasanya melancarkan upaya emigrasi yahudi-Jerman ke Palestina.(22)
Reinhard Heydrich, pimpinan tertinggi SD, menulis dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam surat kabar “Das Schwarze” terbitan 15 Mei 1935, “Waktunya tidak terlalu lama sebelum Palestina akan menerima putra-putranya yang telah hilang selama ribuan tahun. Harapan dan itikad baik kami akan selalu menyertai mereka.”(23) Dukungan GESTAPO kepada program emigrasi Yahudi-Jerman ke Palestina ini juga diungkapkan oleh Dr. Hans Friedenthal, ketua Federasi Zionis Jerman / Zionistische Vereinigung fur Deutschland (ZVfD) pada sebuah artikel di harian “Judische Rundschau” pada bulan yang sama, “komunitas Yahudi-Jerman telah mendapat semua yang mereka butuhkan dari GESTAPO untuk apapun yang berhubungan dengan persiapan emigrasi ke Palestina.”(24)
Pada 9-10 November 1938, terjadi kerusuhan di hampir seluruh wilayah Jerman, berupa aksi perusakan, pembakaran toko-toko dan tempat ibadah Yahudi, yang dipicu oleh pembunuhan Duta Besar Jerman di Paris, Ernst von Rath oleh seorang Yahudi-Prancis muda bernama Herschel Grynszpan, yang membalas dendam perlakuan tidak adil terhadap keluarganya. Berdasarkan versi umum sejarah yang ditulis oleh sejarawan-sejarawan komersil dalam daftar gaji media mainstream, Malam yang dikenal dengan sebutan “Kristallnacht” (malam pecahan kaca), disebutkan 1099 Yahudi tewas, 30.000 yahudi dibawa ke Kamp Konsentrasi, 1.668 Sinagog dirusak, dan 200 dibakar, tapi tidak seperti itu kenyataannya. Peneliti dan sejarawan Ingrid Weckert melakukan penyelidikan komprehensif mengenai malam naas tersebut, dan menemukan banyak diskrepansi, rekayasa, bahkan kebohongan total dalam penulisan sejarah Kristallnacht.
Surat perintah No.174/38 diterbitkan oleh Rudolf Hess pada 10 November 1938, “Kepada seluruh Markas Gaulaiter (walikota) untuk segera mengambil tindakan. Mengulang Telex pada tanggal 10 November 1938). Atas perintah seluruh Jajaran Tinggi, memerintahkan: pembakaran tempat-tempat usaha Yahudi, dan sejenisnya tidak boleh terjadi dalam situasi dan kondisi apapun.” Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Weckert, dalam sebuah laporan “Situasi di Lapangan” yang diterbitkan Satgas Partai Nazi Sturm Abteilung (SA) disebutkan Komandan SA Viktor Lutze telah memerintahkan seluruh satgas SA untuk mencegah terjadinya perusakan harta benda milik warga Yahudi-Jerman oleh para demonstran Anti-Semit. Weckert juga menemukan sebuah telegram yang disimpan di Bundesarchiv (Pusat Arsip Jerman), yang diterbitkan oleh Heinrich Himmler sebagai Reischsfuhrer (Pimpinan Tertinggi SS) kepada Reinhard Heydrich pimpinan tertinggi SD (Kepolisian Negara Jerman), yang berisikan perintah untuk menghentikan aksi demonstrasi, dan membantu melindungi warga Yahudi-Jerman dari kekerasan.(25)
Pada akhir penyelidikan, Weckert memberikan jumlah 180 Sinagog terbakar, 7.500 jendela hancur, 36 yahudi tewas, 36 terluka, 20.000 Yahudi-Jerman diberikan perlindungan oleh Kepolisian SD, dan 174 penjarah ditangkap. Weckert yakin bahwa malam Kristallnacht diciptakan untuk mendorong warga Yahudi-Jerman untuk mau emigrasi ke Palestina.
Namun program relokasi warga Yahudi-Jerman baru benar-benar dilakukan secara efektif dan sistematis ketika tugas tersebut dibebankan kepada Obersturmbannfuhrer Adolf Eichmann, tangan kanan Reinhard Heydrich di Dinas Kepolisian SD. Pada tahun 1938, Eichmann mendirikan 32 kantor departemen “Die Enlosung der Juden Frage” (Solusi bagi pertanyaan Yahudi) di seluruh Jerman, Austria dan Bohemia/Moravia (Cekoslovakia). Dengan tugas yang diemban: adalah mensukseskan program emigrasi Yahudi-Jerman ke Palestina. Melalui kantor-kantor inilah, Eichmann mengkoordinir emigrasi warga Yahudi Eropa, dan mengirim mereka ke “tanah yang dijanjikan” melalui laut menggunakan kapal-kapal Jerman.(26)
Pengiriman yahudi ke Palestina oleh Eichmann dilakukan dari 1938 sampai masa akhir perang tahun 1944. Kapal-kapal tersebut berangkat dari pelabuhan Hamburg menuju Haifa dibawah pengawasan Dewan Rabbi Hamburg. Selama 1938-1939, tercatat sebanyak 10.000 orang yahudi dengan sukses diemigrasi dengan cara tersebut. Mulai Oktober 1941, kapal-kapal emigran Yahudi ke Palestina menempuh rute melalui Portugal dikawal oleh armada kapal perang Jerman, seiring dengan meningkatnya eskalasi perang antara Jerman dan Inggris. Tanggal 3 Agustus 1944 tercatat sebagai kloter terakhir dari kapal pengangkut emigran Yahudi ke Palestina, berangkat dari pelabuhan Constance, Bulgaria, sebelum Jerman kalah perang setahun kemudian.(27)
Reich Economic Ministry menyalurkan pengalihan kekayaan warga Yahudi dari Jerman ke Palestina sebesar 139,57 juta Reichsmark yang dikompensasi oleh pengiriman berbagai macam produk non-perang dari pabrik-pabrik di Palestina untuk membantu logistik Jerman selama masa perang. Departemen Solusi Masalah Yahudi Eichmann mencatat emigrasi sukses 70.000 warga yahudi dari wilayah Jerman, Austria & Cekoslovakia ke Palestina sepanjang tahun 1938 s/d 1944. Rabbi Agung Berlin, Dr. Isaak Goldstein menulis dalam memoirnya yang kemudian diterbitkan menjadi buku, “Kami berhutang untuk mengatakan kebenaran, bahwa lebih dari 30.000 Yahudi telah dikirim dengan izin Komando Tertinggi Jerman, menggunakan kapal-kapal, melalui Suriah, untuk memasuki Tanah Suci”(28)
SUMBER:
(20 & 24) “The Third Reich and the Palestine Question” (University of Texas), Francis Nicosia
(21) “The Transfer Agreement” (MacMillan, New York), Edwin Black
(22) “A Nazi Travels to Palestine” (History Today), Jacob Boas
(23) “Israel’s Langer Arm” (Govets, Frankfurt), Janusz Piekalkiewicz
(25) “Feuerzeichen: Die Reichskristallnacht” (Grabert) Inggrid Weckert
(26) “The Secret Roads” (Secker & Warburg, London), Jon and David Kimche
(27) “Zionism in the Age of the Dictators” (London’s Croom Helm), Lenni Brenner
(28) “Die Geschicte des Rabbi Goldstein in Berlin” (Heos Publisher, Paris), Goegette Goldstein-Laczko
Pada Agustus 1933, Reich Economich Ministry (Kementrian Ekonomi Jerman) dibawah Hjalmar Schacht, menanda-tangani nota kerja-sama bilateral antara Jerman Third Reich dengan Jewish Agency (organisasi embrio cikal bakal pembentukan pemerintahan negara Israel Raya di Palestina). Jewish Agency yang diwakili oleh Chaim Arlosoroff, berhasil membuat kesepakatan kerja-sama yang dikenal dengan sebutan “MOU Haavara” yang dalam bahasa Ibrani berarti “Relokasi”.(20)
Reich Economic Ministry juga membentuk perusahaan kerja-sama bilateral dengan Tel Aviv yang dinamakan INTRIA (International Trade & Investment Agency), yang digunakan sebagai “Escrow Account” (rekening penampung) bagi jaringan pengusaha Yahudi Eropa untuk menyalurkan sumbangannya kepada warga Jerman turunan Yahudi agar mau emigrasi ke Palestina. Selama beroperasi, INTRIA mencatat penyaluran sumbangan sebesar US$900.000 dari pengusaha Yahudi kaya Eropa ke Palestina.”(21)
Selama 26 September sampai dengan 9 Oktober 1934, surat kabar propaganda Nazi “Der Angriff” menerbitkan sebuah artikel yang berjudul “Ein Nazi Fahrt Nach Palastina”, yang menceritakan pengalaman Leopold von Mildenstein, seorang perwira Sicherheitsdienst (SD), Kepolisian Negara Jerman dibawah SS, yang tinggal di Palestina selama 6 bulan. Dalam artikel ini, von Mildenstein menceritakan kekagumannya kepada koloni Yahudi di Palestina, dan memuji prestasi dan semangat para emigrant Yahudi dari Eropa yang kini tinggal disana. Joseph Goebbels, Perdana Menteri Jerman, sampai memberikan penghargaan berupa medali kepada von Mildenstein, dalam jasanya melancarkan upaya emigrasi yahudi-Jerman ke Palestina.(22)
Reinhard Heydrich, pimpinan tertinggi SD, menulis dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam surat kabar “Das Schwarze” terbitan 15 Mei 1935, “Waktunya tidak terlalu lama sebelum Palestina akan menerima putra-putranya yang telah hilang selama ribuan tahun. Harapan dan itikad baik kami akan selalu menyertai mereka.”(23) Dukungan GESTAPO kepada program emigrasi Yahudi-Jerman ke Palestina ini juga diungkapkan oleh Dr. Hans Friedenthal, ketua Federasi Zionis Jerman / Zionistische Vereinigung fur Deutschland (ZVfD) pada sebuah artikel di harian “Judische Rundschau” pada bulan yang sama, “komunitas Yahudi-Jerman telah mendapat semua yang mereka butuhkan dari GESTAPO untuk apapun yang berhubungan dengan persiapan emigrasi ke Palestina.”(24)
Pada 9-10 November 1938, terjadi kerusuhan di hampir seluruh wilayah Jerman, berupa aksi perusakan, pembakaran toko-toko dan tempat ibadah Yahudi, yang dipicu oleh pembunuhan Duta Besar Jerman di Paris, Ernst von Rath oleh seorang Yahudi-Prancis muda bernama Herschel Grynszpan, yang membalas dendam perlakuan tidak adil terhadap keluarganya. Berdasarkan versi umum sejarah yang ditulis oleh sejarawan-sejarawan komersil dalam daftar gaji media mainstream, Malam yang dikenal dengan sebutan “Kristallnacht” (malam pecahan kaca), disebutkan 1099 Yahudi tewas, 30.000 yahudi dibawa ke Kamp Konsentrasi, 1.668 Sinagog dirusak, dan 200 dibakar, tapi tidak seperti itu kenyataannya. Peneliti dan sejarawan Ingrid Weckert melakukan penyelidikan komprehensif mengenai malam naas tersebut, dan menemukan banyak diskrepansi, rekayasa, bahkan kebohongan total dalam penulisan sejarah Kristallnacht.
Surat perintah No.174/38 diterbitkan oleh Rudolf Hess pada 10 November 1938, “Kepada seluruh Markas Gaulaiter (walikota) untuk segera mengambil tindakan. Mengulang Telex pada tanggal 10 November 1938). Atas perintah seluruh Jajaran Tinggi, memerintahkan: pembakaran tempat-tempat usaha Yahudi, dan sejenisnya tidak boleh terjadi dalam situasi dan kondisi apapun.” Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Weckert, dalam sebuah laporan “Situasi di Lapangan” yang diterbitkan Satgas Partai Nazi Sturm Abteilung (SA) disebutkan Komandan SA Viktor Lutze telah memerintahkan seluruh satgas SA untuk mencegah terjadinya perusakan harta benda milik warga Yahudi-Jerman oleh para demonstran Anti-Semit. Weckert juga menemukan sebuah telegram yang disimpan di Bundesarchiv (Pusat Arsip Jerman), yang diterbitkan oleh Heinrich Himmler sebagai Reischsfuhrer (Pimpinan Tertinggi SS) kepada Reinhard Heydrich pimpinan tertinggi SD (Kepolisian Negara Jerman), yang berisikan perintah untuk menghentikan aksi demonstrasi, dan membantu melindungi warga Yahudi-Jerman dari kekerasan.(25)
Pada akhir penyelidikan, Weckert memberikan jumlah 180 Sinagog terbakar, 7.500 jendela hancur, 36 yahudi tewas, 36 terluka, 20.000 Yahudi-Jerman diberikan perlindungan oleh Kepolisian SD, dan 174 penjarah ditangkap. Weckert yakin bahwa malam Kristallnacht diciptakan untuk mendorong warga Yahudi-Jerman untuk mau emigrasi ke Palestina.
Namun program relokasi warga Yahudi-Jerman baru benar-benar dilakukan secara efektif dan sistematis ketika tugas tersebut dibebankan kepada Obersturmbannfuhrer Adolf Eichmann, tangan kanan Reinhard Heydrich di Dinas Kepolisian SD. Pada tahun 1938, Eichmann mendirikan 32 kantor departemen “Die Enlosung der Juden Frage” (Solusi bagi pertanyaan Yahudi) di seluruh Jerman, Austria dan Bohemia/Moravia (Cekoslovakia). Dengan tugas yang diemban: adalah mensukseskan program emigrasi Yahudi-Jerman ke Palestina. Melalui kantor-kantor inilah, Eichmann mengkoordinir emigrasi warga Yahudi Eropa, dan mengirim mereka ke “tanah yang dijanjikan” melalui laut menggunakan kapal-kapal Jerman.(26)
Pengiriman yahudi ke Palestina oleh Eichmann dilakukan dari 1938 sampai masa akhir perang tahun 1944. Kapal-kapal tersebut berangkat dari pelabuhan Hamburg menuju Haifa dibawah pengawasan Dewan Rabbi Hamburg. Selama 1938-1939, tercatat sebanyak 10.000 orang yahudi dengan sukses diemigrasi dengan cara tersebut. Mulai Oktober 1941, kapal-kapal emigran Yahudi ke Palestina menempuh rute melalui Portugal dikawal oleh armada kapal perang Jerman, seiring dengan meningkatnya eskalasi perang antara Jerman dan Inggris. Tanggal 3 Agustus 1944 tercatat sebagai kloter terakhir dari kapal pengangkut emigran Yahudi ke Palestina, berangkat dari pelabuhan Constance, Bulgaria, sebelum Jerman kalah perang setahun kemudian.(27)
Reich Economic Ministry menyalurkan pengalihan kekayaan warga Yahudi dari Jerman ke Palestina sebesar 139,57 juta Reichsmark yang dikompensasi oleh pengiriman berbagai macam produk non-perang dari pabrik-pabrik di Palestina untuk membantu logistik Jerman selama masa perang. Departemen Solusi Masalah Yahudi Eichmann mencatat emigrasi sukses 70.000 warga yahudi dari wilayah Jerman, Austria & Cekoslovakia ke Palestina sepanjang tahun 1938 s/d 1944. Rabbi Agung Berlin, Dr. Isaak Goldstein menulis dalam memoirnya yang kemudian diterbitkan menjadi buku, “Kami berhutang untuk mengatakan kebenaran, bahwa lebih dari 30.000 Yahudi telah dikirim dengan izin Komando Tertinggi Jerman, menggunakan kapal-kapal, melalui Suriah, untuk memasuki Tanah Suci”(28)
SUMBER:
(20 & 24) “The Third Reich and the Palestine Question” (University of Texas), Francis Nicosia
(21) “The Transfer Agreement” (MacMillan, New York), Edwin Black
(22) “A Nazi Travels to Palestine” (History Today), Jacob Boas
(23) “Israel’s Langer Arm” (Govets, Frankfurt), Janusz Piekalkiewicz
(25) “Feuerzeichen: Die Reichskristallnacht” (Grabert) Inggrid Weckert
(26) “The Secret Roads” (Secker & Warburg, London), Jon and David Kimche
(27) “Zionism in the Age of the Dictators” (London’s Croom Helm), Lenni Brenner
(28) “Die Geschicte des Rabbi Goldstein in Berlin” (Heos Publisher, Paris), Goegette Goldstein-Laczko
MITOS 6 JUTA TEWAS DI KAMP KONSENTRASI
‘
Dalam sebuah Memoir yang diterbitkan menjadi sebuah buku, mantan Komandan Kamp “Konsentrasi” SS-Obergruppenfuhrer Horst Hoyer, bersaksi bahwa kehidupan di dalam Ghetto dan Kamp tidak seperti yang dipropagandakan media. Menurut Hoyer, Eichmann mengirimkan warga keturunan Yahudi dari daerah-daerah jajahan ke Ghetto-Ghetto di Polandia, yang didirikan untuk satu tujuan, yakni: sebagai Kamp Pelatihan bagi para calon emigran yang akan direlokasi ke Palestina. Dr.Epstein, seorang tokoh Yahudi yang bermukim di Berlin, dalam sebuah pertemuan, berkata kepada Hoyer memuji system Ghetto di Polandia sebagai “sebuah sekolah yang baik bagi masa depan para pemukim di Israel”. Pada tahun 1952, tepat 2 minggu setelah Kesepakatan Damai Jerman-Israel diratifikasi di Luxemburg, Hoyer menulis dalam bukunya bahwa ia didekati beberapa pengusaha Yahudi yang menawarkannya 30.000 mark untuk menandatangani surat yang menyatakan bahwa kesaksian dalam buku yang ia tulis sendiri adalah palsu. Hoyer tidak pernah menandatanganinya, dan buku nya menjadi salah satu bukti dari kebohongan Holokos.(29)
Komite Palang Merah Internasional ICRC (International Committee Red Cross) mendokumentasikan laporan penyelidikan menyeluruh terhadap kamp-kamp konsentrasi Jerman, yang diterbitkan dalam 3 volume. Oleh Konvensi Jenewa 1929, ICRC mendapat akses penuh ke kamp-kamp “konsentrasi” milik Jerman di seluruh wilayah Eropa. Dalam laporan setebal 1.600 halaman yang disusun ICRC ini, tidak ada satu kata pun mengenai “kamar gas” atau “pemusnahan sistematis”. Sebuah alinea dalam ICRC Report Vol.III tahun 1948 berbunyi, “Tidak hanya tempat cuci, tapi juga instalasi kamar mandi yang dilengkapi dengan pancuran air, dam tepat air kotor yang tersedia di kamp-kamp konsentrasi (termasuk Auschwitz) telah diperiksa oleh petugas lapangan.”(30)
Dalam Bab lain pada Laporan yang sama, menyatakan bahwa korban yang tewas di kamp-kamp konsentrasi adalah disebabkan oleh bencana kelaparan akibay aksi pemboman oleh sekutu yang memutus logistik Jerman, dan akibat wabah penyakit Tyfus, dan tidak ada satupun yang berbunyi “pemusnahan massal sistematis”. Bahkan pada sebuah tabel yang diberikan label “V-7” melaporkan adanya komunikasi dari pihak Jerman yang meminta bantuan kepada ICRC untuk menangani situasi beberapa kamp yang semakin kritis oleh kondisi kelaparan dan wabah penyakit. Apabila Nazi berniat untuk memusnahkan Yahudi, mengapa melakukan hal seperti itu??
Berdasarkan penelitian Fred Leuchter, seorang sejarawan dan peneliti Polandia, statistik resmi SS yang ia temukan di Bundesarchiv (Pusat Arsip Jerman), mencatat total 110.812 orang tewas di seluruh kamp “konsentrasi” sampai tahun 1943 disebabkan oleh penyakit dan kelaparan. Berdasarkan wawancaranya dengan seorang mantan penghuni Kamp Konsentrasi Sachsenhausen, Dr, Neuhausler, menyatakan bahwa tidak pernah terdapat aktivitas peng-gas-an dan pembakaran hidup-hidup penghuni Kamp oleh Nazi. Bahkan sebuah foto yang memperlihatkan seorang prajurit AS berdiri di depan pintu berlambang tengkorak bertuliskan “ACHTUNG! GAS!”, yang dijadikan sebagai alat bukti “kamar gas” di pengadilan Nuremberg, ternyata adalah sebuah kamar berukuran 3x2 meter yang berfungsi untuk membasmi hama dari pakaian tahanan.(31)
Dr. David Cesarani, Direktur Wierner Library di London juga pernah membuat tulisan dalam sebuah artikel berjudul “Preserving a Death Camp” yang dimuat di majalah “The Guardian” edisi 29 November 1993, menyatakan bahwa ia telah menemukan bukti bahwa Kamar Gas “Krema I” di Auschwitz dibangun pada tahun 1948.(32) Berdasarkan penyelidikan Fred Leuchter, Presiden Polandia Lech Walesa merubah plakat di Auschwitz yang bertuliskan “4 juta tewas disini” menjadi “1,5 juta tewas disini”, tetapi tetap tidak merubah angka 6 juta yahudi tewas yang tertera di sejarah umum.
Pada tahun 1979, ICRC merampungkan laporan mengenai Kamp “Konsentrasi” Jerman, dan memberikan angka akhir sebesar 271.304 korban tewas di seluruh kamp konsentrasi dibawah kontrol Jerman selama Perang Dunia 2. Perhitungan ini tidak beda jauh dengan statistik yang disusun oleh Sonderstandestamt (Dinas Catatan Sipil Khusus Jerman) per tanggal 31 Desember 1984 yang memberikan angka 282.077 sampai dari 373.468 korban tewas di seluruh Kamp “Konsentrasi” Jerman (termasuk Auschwitz). Tidak sampai 5% dari imajinasi 6 juta yahudi tewas berdasarkan sejarah umum.(33)
SUMBER:
(29) “Ein Dokumen zur Judischen Mitschuld an der Endlosung der Judenfrage” (Tubingen), Horst Hoyer
(30,32 & 33) “Hitler: Founder of Israel” (New Century Press), Hennecke Kardel
(31) “The Second Leuchter Report” (Journal of Historical Review), Fred Leuchter
‘
Dalam sebuah Memoir yang diterbitkan menjadi sebuah buku, mantan Komandan Kamp “Konsentrasi” SS-Obergruppenfuhrer Horst Hoyer, bersaksi bahwa kehidupan di dalam Ghetto dan Kamp tidak seperti yang dipropagandakan media. Menurut Hoyer, Eichmann mengirimkan warga keturunan Yahudi dari daerah-daerah jajahan ke Ghetto-Ghetto di Polandia, yang didirikan untuk satu tujuan, yakni: sebagai Kamp Pelatihan bagi para calon emigran yang akan direlokasi ke Palestina. Dr.Epstein, seorang tokoh Yahudi yang bermukim di Berlin, dalam sebuah pertemuan, berkata kepada Hoyer memuji system Ghetto di Polandia sebagai “sebuah sekolah yang baik bagi masa depan para pemukim di Israel”. Pada tahun 1952, tepat 2 minggu setelah Kesepakatan Damai Jerman-Israel diratifikasi di Luxemburg, Hoyer menulis dalam bukunya bahwa ia didekati beberapa pengusaha Yahudi yang menawarkannya 30.000 mark untuk menandatangani surat yang menyatakan bahwa kesaksian dalam buku yang ia tulis sendiri adalah palsu. Hoyer tidak pernah menandatanganinya, dan buku nya menjadi salah satu bukti dari kebohongan Holokos.(29)
Komite Palang Merah Internasional ICRC (International Committee Red Cross) mendokumentasikan laporan penyelidikan menyeluruh terhadap kamp-kamp konsentrasi Jerman, yang diterbitkan dalam 3 volume. Oleh Konvensi Jenewa 1929, ICRC mendapat akses penuh ke kamp-kamp “konsentrasi” milik Jerman di seluruh wilayah Eropa. Dalam laporan setebal 1.600 halaman yang disusun ICRC ini, tidak ada satu kata pun mengenai “kamar gas” atau “pemusnahan sistematis”. Sebuah alinea dalam ICRC Report Vol.III tahun 1948 berbunyi, “Tidak hanya tempat cuci, tapi juga instalasi kamar mandi yang dilengkapi dengan pancuran air, dam tepat air kotor yang tersedia di kamp-kamp konsentrasi (termasuk Auschwitz) telah diperiksa oleh petugas lapangan.”(30)
Dalam Bab lain pada Laporan yang sama, menyatakan bahwa korban yang tewas di kamp-kamp konsentrasi adalah disebabkan oleh bencana kelaparan akibay aksi pemboman oleh sekutu yang memutus logistik Jerman, dan akibat wabah penyakit Tyfus, dan tidak ada satupun yang berbunyi “pemusnahan massal sistematis”. Bahkan pada sebuah tabel yang diberikan label “V-7” melaporkan adanya komunikasi dari pihak Jerman yang meminta bantuan kepada ICRC untuk menangani situasi beberapa kamp yang semakin kritis oleh kondisi kelaparan dan wabah penyakit. Apabila Nazi berniat untuk memusnahkan Yahudi, mengapa melakukan hal seperti itu??
Berdasarkan penelitian Fred Leuchter, seorang sejarawan dan peneliti Polandia, statistik resmi SS yang ia temukan di Bundesarchiv (Pusat Arsip Jerman), mencatat total 110.812 orang tewas di seluruh kamp “konsentrasi” sampai tahun 1943 disebabkan oleh penyakit dan kelaparan. Berdasarkan wawancaranya dengan seorang mantan penghuni Kamp Konsentrasi Sachsenhausen, Dr, Neuhausler, menyatakan bahwa tidak pernah terdapat aktivitas peng-gas-an dan pembakaran hidup-hidup penghuni Kamp oleh Nazi. Bahkan sebuah foto yang memperlihatkan seorang prajurit AS berdiri di depan pintu berlambang tengkorak bertuliskan “ACHTUNG! GAS!”, yang dijadikan sebagai alat bukti “kamar gas” di pengadilan Nuremberg, ternyata adalah sebuah kamar berukuran 3x2 meter yang berfungsi untuk membasmi hama dari pakaian tahanan.(31)
Dr. David Cesarani, Direktur Wierner Library di London juga pernah membuat tulisan dalam sebuah artikel berjudul “Preserving a Death Camp” yang dimuat di majalah “The Guardian” edisi 29 November 1993, menyatakan bahwa ia telah menemukan bukti bahwa Kamar Gas “Krema I” di Auschwitz dibangun pada tahun 1948.(32) Berdasarkan penyelidikan Fred Leuchter, Presiden Polandia Lech Walesa merubah plakat di Auschwitz yang bertuliskan “4 juta tewas disini” menjadi “1,5 juta tewas disini”, tetapi tetap tidak merubah angka 6 juta yahudi tewas yang tertera di sejarah umum.
Pada tahun 1979, ICRC merampungkan laporan mengenai Kamp “Konsentrasi” Jerman, dan memberikan angka akhir sebesar 271.304 korban tewas di seluruh kamp konsentrasi dibawah kontrol Jerman selama Perang Dunia 2. Perhitungan ini tidak beda jauh dengan statistik yang disusun oleh Sonderstandestamt (Dinas Catatan Sipil Khusus Jerman) per tanggal 31 Desember 1984 yang memberikan angka 282.077 sampai dari 373.468 korban tewas di seluruh Kamp “Konsentrasi” Jerman (termasuk Auschwitz). Tidak sampai 5% dari imajinasi 6 juta yahudi tewas berdasarkan sejarah umum.(33)
SUMBER:
(29) “Ein Dokumen zur Judischen Mitschuld an der Endlosung der Judenfrage” (Tubingen), Horst Hoyer
(30,32 & 33) “Hitler: Founder of Israel” (New Century Press), Hennecke Kardel
(31) “The Second Leuchter Report” (Journal of Historical Review), Fred Leuchter
No comments:
Post a Comment