Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Barangsiapa
 merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia
 masuk neraka dan mengharamkan baginya surga,” maka salah seorang 
bertanya,”Meskipun sedikit, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Ya, 
meskipun hanya setangkai kayu sugi (siwak).”[HR Muslim]
“Sungguh
 akan datang kepada manusia suatu masa, yaitu seseorang tidak lagi 
peduli dari mana dia mendapatkan harta, dari jalan halal ataukah (yang) 
haram”. [HR Bukhari]
Alhamdulillah,
 segala puji hanyalah milik Allah. Dia-lah yang telah memberikan ampunan
 kepada setiap pelaku dosa. Dan Allah pula yang telah melipat-gandakan 
pahala bagi para pelaku kebajikan. Dia melimpahkan berbagai kebaikan dan
 kenikmatan kepada segenap makhlukNya.
Ketahuilah,
 pemberian terbaik yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba adalah 
keimanan dan ketakwaan. Kekayaan dan kecukupan hidup, hendaknya tidak 
menjadi kendala seseorang untuk bertakwa. Dia juga harus yakin, bahwa 
iman dan takwa merupakan nikmat dan karunia Allah semata. Oleh karena 
itu, pemberian yang sedikit, jika disyukuri dan dirasa cukup, itu lebih 
baik daripada banyak tetapi masih menganggapnya selalu kekurangan. 
Sehingga tidaklah berfaidah limpahan nikmat dan banyaknya harta bagi 
orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah.
Ingatlah,
 kekayaan tidak disebabkan harta yang melimpah. Namun kekayaan yang 
sebenarnya adalah kekayaan yang terdapat pada jiwa. Yaitu jiwa yang 
selalu qana’ah dan menerima dengan lapang dada setiap pemberian Allah 
kepadanya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Sungguh
 beruntung orang yang telah berserah diri, diberi kecukupan rizki dan 
diberi sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya”. [HR 
Muslim]
Dengan sifat 
qana’ah ini, seorang muslim harus bisa menjaga dalam mencari rizki atau 
mata pencaharian. Ketika bermu’amalah dalam mencari penghidupan, jangan 
sampai melakukan tindak kezhaliman dengan memakan harta orang lain 
dengan cara haram. Inilah kaidah mendasar yang harus kita jadikan 
barometer dalam bermu’amalah. Allah berfirman :
“Hai
 orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu 
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku 
dengan suka sama suka di antara kamu…” [an Nisaa/4 : 29].
“Dan
 janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
 dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta 
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta 
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu 
mengetahui”. [al Baqarah/2 : 188].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan :
“Setiap muslim terhadap muslim yang lain adalah haram darahnya, harga dirinya, dan hartanya”. [HR Muslim].
Marilah kita contoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallm. Ketika 
menjual kepada al ‘Adda`, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
menuliskan : “Ini adalah yang telah dibeli al ‘Adda` bin Khalid bin 
Haudhah dari Muhammad Rasulullah. Dia telah membeli tanpa cacat yang 
tersembunyi. Tidak ada tipu daya maupun rekayasa,” kemudian beliau 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan : “Inilah jual beli muslim 
dengan muslim yang lainnya”.
Begitulah
 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh etika jual 
beli sesama muslim, dengan mengadakan akad secara tertulis, dan tidak 
ada unsur dusta.
Namun 
para pemburu dunia yang tamak, telah menempuh jalan menyimpang dalam 
mencari harta. Mereka lakukan dengan cara batil, melakukan tipu daya, 
memanipulasi, dan mengelabuhi orang-orang yang lemah. Bahkan ada yang 
berkedok sebagai penolong kaum miskin, tetapi ternyata melakukan 
pemerasan, memakan harta orang-orang yang terhimpit kesusahan, seolah 
tak memiliki rasa iba dan belas kasih. Berbagai kedok ini, mereka 
namakan dengan pinjaman lunak, gadai, lelang, atau yang lainnya. 
Kenyataannya, bantuan dan pinjaman tersebut tidak meringankan beban, 
apalagi mengentaskan penderitaan, tetapi justru lebih menjerumuskan ke 
dalam jurang penderitaan, kesusahan dan kemiskinan. Benarlah sabda Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Sungguh
 akan datang kepada manusia suatu masa, yaitu seseorang tidak lagi 
peduli dari mana dia mendapatkan harta, dari jalan halal ataukah (yang) 
haram”. [HR Bukhari]
Kita
 menyaksikan pada masa ini, betapa menjamurnya usaha-usaha yang 
diharamkan agama, seperti bandar perjudian, praktek perdukunan, para 
wanita tuna susila, hasil perdagangan dari barang-barang yang diharamkan
 semisal khamr, rokok dan narkoba, hasil pencurian dan perampokan, tidak
 jujur dalam perdagangan dengan penipuan dan mengurangi timbangan, 
memakan riba, memakan harta anak yatim, korupsi, kolusi. Padahal 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita :
“Demi
 Allah, bukanlah kefaqiran yang aku takutkan menimpa kalian. Akan 
tetapi, yang aku takutkan adalah terbukanya dunia bagi kalian, 
sebagaimana telah terbuka bagi umat-umat sebelum kalian. Sehingga kalian
 akan berlomba-lomba, sebagaimana mereka telah berlomba-lomba. Demikian 
itu akan menghancurkan kalian, sebagaimana juga telah menghancurkan umat
 sebelum kalian”. [Muttafaqun 'alaih].
Ketahuilah,
 seseorang yang memakan harta haram, hidupnya tidak akan tenang dan 
bahagia. Doa yang dia panjatkan akan tertolak. Rasulullah telah 
menyebutkan sebuah kisah. Yaitu seorang laki-laki yang telah menempuh 
perjalanan jauh, sampai keadaannya menjadi kusut dan berdebu, kemudian 
dia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa “ya Rabbi, ya 
Rabbi,” akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya 
haram, dikenyangkan dari yang haram. Lantas, bagaimana mungkin doanya 
bisa dikabulkan?! [HR Muslim].
Oleh
 karena itu, ingatlah terhadap hisab, pembalasan dan siksa di akhirat. 
Para pelaku kezhaliman akan mengalami kebangkrutan di akhirat. Meskipun 
ia membawa pahala begitu banyak yang dikumpulkan ketika di dunia, namun 
pahala-pahala yang telah berhasil ia himpun sewaktu di dunia, akan 
dialihkan kepada orang-orang yang pernah dia zhalimi. Jika pahalanya 
telah habis sementara kezhaliman yang ia lakukan belum bisa tertutupi, 
maka dosa orang-orang yang dia zhalimi dialihkan kepada dirinya, 
sehingga dia terbebani dengan dosa orang-orang yang ia zhalimi tersebut,
 sehingga ia pun bangkrut tanpa pahala. Dan akhirnya dilemparkan ke 
dalam api neraka. Wal ‘iyyadzu billah.
Lihatlah 
sekarang ini, begitu banyak orang-orang yang pintar namun licik dengan 
memakan harta orang lain. Bahkan ada di antaranya yang mempermasalahkan 
dan membawanya ke hadapan hakim. Ditempuhlah berbagai cara, supaya bisa 
mendapatkan harta yang bukan menjadi haknya. Padahal, barangsiapa 
mengambil bagian hak milik orang lain, maka hakikatnya dia telah 
mengambil bagian dari bara api neraka.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Barangsiapa
 merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia
 masuk neraka dan mengharamkan baginya surga,” maka salah seorang 
bertanya,”Meskipun sedikit, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Ya, 
meskipun hanya setangkai kayu sugi (siwak).”[HR Muslim]
Kepada
 para majikan, ingatlah! Janganlah Anda menyunat upah para pegawai, atau
 malah enggan membayarnya. Takutlah kepada Allah. Ketahuilah, para 
pegawai yang telah bekerja tersebut, mereka telah mengorbankan pikiran, 
waktu dan tenaga untuk Anda. Para pekerja itu juga memiliki tanggungan 
anak dan isteri yang harus dinafkahi. Sungguh, celakalah orang-orang 
yang berbuat zhalim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah 
mengingatkan.
“Berilah upah kepada para pegawai sebelum kering keringatnya”. [HR Ibnu Majah].
Bahwa
 usaha yang haram tidak akan menghasilkan, kecuali kebinasaan. Suap demi
 suap makanan yang didapat dari jalan haram, akan menurunkan harga diri 
kita di masyarakat. Sebaliknya, usaha yang baik dan halal, walaupun 
sedikit, akan menjadi pahala dan tabungan yang selalu bertambah tidak 
terputus di akhirat dan berbarakah.
Dalam
 kehidupan, terkadang kita tidak bisa dipisahkan dengan apa yang disebut
 dengan hutang, disebabkan adanya keperluan tertentu. Meski demikian, 
sebaiknya kita menjauhi dan menghindari hutang, kecuali keadaan telah 
memaksanya, karena adanya hajat mendesak, yang tak mungkin kecuali harus
 dengan menempuh hutang. Karena seorang yang berhutang, ia akan selalu 
dalam keadaan tertawan, sampai dia melunasi hutangnya.
Dikisahkan, ada seseorang yang bertanya di hadapan Rasulullah :
“Wahai,
 Rasulullah. Bagaimana menurut engkau bila aku terbunuh fi sabilillah, 
apakah dosa-dosaku terhapuskan?” Maka Rasulullah menjawab: “Tentu, bila 
engkau bersabar dan hanya mengharapkan pahala, terus melangkah maju dan 
tidak surut mundur, kecuali jika engkau mempunyai hutang. Sesungguhnya 
Jibril telah mengatakan yang demikian itu kepadaku”. [HR Muslim]
Melihat
 betapa besarnya pengaruh dan akibat yang akan ditanggung oleh orang 
yang berhutang, maka semestinya kita memiliki kepedulian. Karena, 
barangsiapa bisa membantu orang yang sedang dalam kesusahan, ikut 
meringankan beban yang ditanggungnya, memberikan tempo atau bahkan 
membebaskan orang yang terlilit hutang, maka Allah akan menaungi dirinya
 pada hari Kiamat. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barangsiapa
 yang memperhatikan orang yang dilanda kesusahan, atau bahkan ikut 
menghilangkan kesusahannya, maka Allah akan menaungi dirinya pada hari 
Kiamat” [HR Muslim].
Akhirnya, marilah dalam 
mencari rizki, tetaplah dari jalan yang halal, yang diridhai Allah, 
sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kita
 hindari sejauh-jauhnya jalan-jalan yang diharamkan. Dan tidak ada 
kebenaran, kecuali datang dari Allah dan RasulNya. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment