Monday, August 22, 2016

Perang Dunia II (1)

“Seperti banyak orang lainnya yang yakin bahwa kami adalah sekte pemuja setan yang kepentingannya selalu bertolak-belakangan dengan kepentingan Amerika, dan menghakimi saya beserta keluarga sebagai “Internasionalis”, bersama jaringan kolega saya diseluruh penjuru dunia berkonspirasi untuk mendikte politik dan ekonomi dunia.. Apabila itu tuduhan yang dilayangkan kepada saya, maka SAYA MENGAKU BERSALAH, & BANGGA TELAH MELAKUKANNYA!(1)” (David Rockafeller)

Singkatnya, evolusi sejarah PDII pada empat dasawarsa terakhir telah melahirkan versi simplfifikasi, meng-edit sisi kompleksnya, hanya fokus ke bagian-bagian penuh sensasi yang semakin MENJAUH dari keakurasian, dikerucutkan kepada racauan seorang gila yang bernama Adolf Hitler. Selama lebih dari 40 tahun, sejarawan-sejarawan komersil yang digaji oleh media mainstream (BBC, NatGeo, Wikipedia, Hollywod, dll) telah sukses mensimplifikasi sejarah PDII menjadi cerita horor tentang seorang psikopat rasis yang berambisi membersihkan Eropa dari ras yahudi, dibantu sebuah organisasi bernama “Nazi” yang berisikan monster-monster pembunuh berdarah dingin, lalu bergotong-royong melakukan pembunuhan massal sistematis kepada seluruh yahudi di Eropa.

Dalam IMAJINASI kolektif peradaban barat, tidak ada apapun di dunia yang lebih buruk dari Nazi-isme. Tidak ada dosa yang lebih jahanam, tidak ada kebrutalan yang lebih biadab daripada apa yang telah Nazi lakukan, sebuah penistaan absolut terhadap kemanusiaan. Bangsa Jerman tercabik-cabik dimutilasi oleh pembantaian moral yang masih berlangsung sampai detik ini. Arus informasi berupa buku, artikel, program TV, film-film layar lebar khusus membahas ‘kemonsteran’ Nazi karya media mainstream tak terhitung banyaknya membanjiri dunia, tidak memberikan celah sedikitpun kepada opini lain selain versi mereka.

Berdasarkan riset-riset yang dilakukan oleh para sejarawan revolusioner, disertasi doktoral, jurnal-jurnal para professor, mereka yang tak pernah tinggal diam dan selalu berupaya untuk mengisi titik-titik kosong dalam sejarah, telah menemukan banyak bukti yang menunjukan adanya 15 tahun campur tangan raksasa bisnis Amerika dibawah koordinasi elit-elit politik kerajaan Inggris dalam evolusi Nazi-isme di Jerman (bahkan jauh sebelum PDII dimulai). Kesuksesan Hitler dan Nazi tidak pernah karena faktor keberuntungan. Boleh dibilang, TANPA dukungan finansial terencana dan sistematis dari para super-konglomerat Amerika, tak ketinggalan perlindungan dari para elit kerajaan Inggris, TIDAK akan ada Adolf Hitler, dan TIDAK akan ada Nazi.

Ini adalah bab PDII yang telah di-edit dari penulisan sejarah, dijauhkan dari jangkauan kita, yakni tentang rencana kerajaan Inggris menghancurkan calon pesaing (Jerman Reich muda), dengan cara bersinergi dengan para elit bisnis Amerika melahirkan rencana jenius untuk menata ulang peta kekuatan ekonomi di Eropa melalui 4 tahap:

1. Klub-klub bisnis super elit Wall Street mengalirkan pinjaman dan investasi terbesar dalam sejarah Jerman untuk membantu Hitler dan Nazi membangun angkatan bersenjatanya,

2. Uni Soviet yang bertindak dibawah koordinasi London, memprovokasi Nazi untuk memastikan mereka berangkat menuju perangkap Front Timur,

3. Amerika Serikat secara terkalkulasi menunda membuka Front Barat selama tiga tahun, untuk membiarkan Nazi masuk jauh ke dataran Rusia, dimana telah menunggu ratusan divisi tempur Tentara Merah yang jumlahnya 2-3x lebih banyak,

4. Baru setelah Jerman babak-belur di Rusia, Inggris-Amerika membuka front barat (D-DAY), melumat Jerman, sampai tiada lagi Jerman yang merupakan ancaman, hanyalah sebuah populasi manusia berbahasa Jerman yang hidup di wilayah yang dikontrol para elit Anglo-Amerika.

Peristiwa-peristiwa sejarah ini telah dengan sistematis dihapus dari catatan sejarah, untuk menutupi keterlibatan para elit bisnis dan elit politik kulit putih Anglo-Amerika yang senantiasa menciptakan skenario tatanan dunia, DIGANTI dengan cerita FIKSI heroisme, yakni perang antara GOOD VS. EVIL yang lebih laku dijual. Ada kekuatan yang begitu menakutkan (lebih menakutkan dari Nazi), yaitu kolusi antara para raksasa bisnis dengan para elit negara-negara super power, melalui jaringan super-kompleks, diplomatik, finansial, dan militer, yang selalu berhitung, berencana dan berkomplot untuk menentukan masa depan bangsa-bangsa di dunia, beserta sebuah fakta yang tak kalah penting, bahwa mereka semua adalah kulit putih (sama sekali bukan Yahudi seperti yang diduga banyak orang).

SUMBER:
(1) “David Rockefeller: Memoirs” (Random House NY), David Rockafeller


(2). PERCOBAAN MEMBUAT NAZI-AMERIKA YANG GAGAL

Jendral Smedley Butler adalah putra seorang pengacara dan politisi yang terpilih sebagai Congressman (anggota DPR) pada tahun 1897 di Amerika. Ia bergabung dengan US Army (angkatan bersenjata Amerika) pada umur 16 tahun, dan menjadi Mayor Jendral termuda pada usia 48 tahun. Pada Juli 1934, Jendral Butler didatangi oleh dua orang suruhan yang menawarkannya uang sebesar $30.000.000 (tiga puluh juta dolar) untuk memulai gerakan fasis baru di Amerika dan memimpin 500.000 orang fasis untuk turun ke jalan dan melaksanakan coup d’état (kudeta) untuk mencopot Presiden Franklin D. Roosevelt dari kantor oval gedung putih. Jendral Butler tidak langsung menolak, bahkan menyatakan bersedia menyanggupi permintaan tersebut dengan syarat ia dipertemukan dengan pendana utama, orang-orang yang membiayai langsung gerakan ini.

Dalam tempo singkat, Jendral Butler mendapatkan yang diinginkannya dan bertemu dengan oligarki bisnis yang menguasai 90% pasar dan permodalan di Amerika. Mereka adalah keluarga Du Ponts (pemilik industri baja terbesar di Amerika), Rockefeller (pemilik dari Standard Oil & Chase Bank), para bos dari General Motors, dan Prescott Bush (pengusaha kaya kakek dari George W. Bush). Belakangan Butler mengetahui bahwa keinginan dari para konglomerat ini adalah untuk menginstalasi rezim fasis seperti yang sedang dilakukan Nazi di Jerman, dengan TUJUAN agar Amerika Serikat melakukan invasi militer (PERANG) untuk mengeluarkan negara dari resesi ekonomi yang berkepanjangan. Namun mereka melupakan satu elemen penting, yakni Jendral Butler adalah seorang nasionalis yang berasal dari keluarga konservatif yang tidak mungkin mengadopsi ideologi ekstrim seperti yang mereka tawarkan.(2)

Begitu Butler merasa telah mendapatkan bukti cukup, tanpa membuang banyak waktu ia segera mengadakan pertemuan dengan 2 orang congressman AS, yakni John McCormack dan Samuel Dickstein pada 24 November 1934 untuk melaporkan percobaan kudeta yang didalangi oleh sindikasi konglomerat itu. Meski laporan diterima dengan baik, namun McCormack dan Dickstein seolah enggan menindak-lanjuti kemungkinan pelanggaran konstitusi ini. Bahkan tak lama, pers dan media berbalik menyerang Butler, menyebutnya sebagai penyebar fitnah dengan tujuan mencari sensasi.

SUMBER:
(2)“The New Pearl Harbor: Disturbing Questions About the Bush Administration and 9/11” (Olive Branch Press), David Ray Griffin 

(3). PARA KONGLOMERAT MENCIPTAKAN HITLER & NAZI

Surat yang ditulis William Dodd (Dubes AS untuk Jerman di Berlin) pada tanggal 19 Oktober 1936 kepada Franklin D. Roosevelt, “Saya memiliki rasa takut terhadap peran korporasi-korporasi Amerika dalam kemungkinan terjadinya kehancuran demokrasi di Eropa. Bahkan saat saya menulis surat ini, telah ada ratusan perusahaan Amerika yang membangun bisnisnya di Jerman. Keluarga DuPonts (melalui I.G. Farben), Standard Oil milik Rockefeller (melalui Ersatz Gas), terang-terangan memberikan bantuan langsung kepada riset persenjataan Jerman, Saya menulis ini kepada anda, karena saya khawatir mereka hanya akan memberikan komplikasi kepada bahaya laten perang.”(3)

Selama digelarnya pengadilan atas kejahatan perang Nazi seusai PDII, media dengan giat melansir berita-berita dengan wacana “tidak mungkin bagi khalayak internasional dan komunitas bisnis untuk mengetahui rencana ekspansi militer Jerman”. Sesuatu yang dianggap ABSURD oleh penulis akademis Gabriel Kolko. Dalam sebuah bukunya, Kolko menulis, “Tidak perlu dijelaskan lagi motif perusahaan-perusahaan Amerika yang berkontrak dengan Jerman. Apabila mereka klaim bahwa mereka tidak pro-Nazi, saya tidak tahu lagi cara lain untuk mendifinisikannya. Sama halnya dengan industri media Amerika, yang jelas-jelas telah mengetahui sejak tahun 1935 bahwa ujung dari upaya kemakmuran Jerman adalah mutlak merupakan persiapan untuk perang.”(4)

Berawal dari retribusi yang ditetapkan kepada Jerman oleh Perjanjian Versailes sebagai denda atas kerusakan yang timbul akibat PDI sebesar 132 milyar mark per tahun (terhitung ekuivalen dengan 1/4 nilai ekspor Jerman). Pendudukan Ruhr oleh Prancis dan Belgia membuat situasi tambah rumit bagi Jerman, yang hampir kehabisan nafas dalam melakukan pembayaran. Hal ini dibaca jeli oleh para bankir Wall Street, yang kemudian pada tahun 1924 diprakarsai J.P. Morgan membentuk “Komite Perbankan untuk Jerman” dengan program Dawes Plan 1924 (5) semacam IMF untuk Indonesia, dan berhasil menggelontorkan serangkaian sindikasi pinjaman sebesar $800 juta, yang sebagian besar dialirkan ke industri strategis Jerman yang dikonsolidasikan oelh I.G. Farben dan Vereinigte Stahlwerke yang merupakan industri pengadaan bahan kimia terutama yang mendukung material perang yang digunakan Jerman selama PDII (termasuk bahan peledak dan bom).

Kontribusi yang disumbangkan sindikasi korporasi Amerika dan Inggris untuk persiapan Jerman menjelang PDII boleh dikatakan fenomenal, bahkan sangat krusial kepada evolusi kemampuan militer Jerman. Pada tahun 1950, sejarawan James Stewart Martin, dalam sebuah bukunya menyimpulkan bahwa “Pinjaman rekonstruksi Jerman LEBIH merupakan kendaraan pendukung PDII, daripada program pembangunan pasca-PDI.”(6) Dua macam bahan baku terpenting untuk perang, yakni: bahan peledak dan BBM, keduanya diperoleh Jerman berkat mega investasi yang digelontorkan sindikasi para bankir raksasa finansial Morgan-Rockefeller.

Tak cukup disitu, mereka bahkan terjun langsung memproduksi mesin perang Jerman melalui dua manufaktur kendaraan lapis baja terbesar, yakni Opel yang merupakan sahamnya dimiliki General Motors (manajemen dikontrol penuh oleh J.P. Morgan), dan Ford A.G. Jerman (anak perusahaan Ford Motor Company Detroit). Singkatnya, sindikasi para elit industrialis Amerika yang dipimpin oleh bankir-bankir grup finansial Morgan-Rockefeller telah memberikan peran yang tak ternilai bagi kebangkitan Jerman menjadi negara adidaya dibawah rezim Nazi. Beberapa kocoroan dana (diantara dari sekian banyka) yang berasal dari Wall Street. Diketahui mengalir langsung masuk ke jantung industri strategis Jerman untuk memastikan metamorfosis Jerman menjelma menjadi negara adidaya(7):

1. IG. Farben, supplier terbesar industri perang Jerman (bahan kimia, plastik, karet sintetis, amunisi, dll.) mendapat suntikan dana dari Chase Bank, Standard Oil & Ford Motor Co.
2. Fritz Thyssen & Krupp, produsen baja strategis terbesar Jerman mendapat suntikan dana dari Union Banking Corp, Ford Motor Co. & General Electric.
3. OPEL yang merupakan produsen 60% kampfwagen (kendaraan tempur lapis baja) merupakan anak perusahaan dari Ford Motor Co.
4. Hampir seluruh alat komunikasi pada mesin perang Jerman disuplai oleh ITT & General Electric.
5. DAPAG (Deutsche-Amerikanische Petrolieum AG) perusahaan minyak terbesar Jerman yang merupakan industri perang paling strategis, merupakan anak perusahaan Standard Oil milik Rockefeller.

FYI. Franklin D. Roosevelt adalah salah satu anggota Dewan Direksi (Board of Directors) dari I.G. Farben Amerika.

SUMBER:
(3)“Franklin D. Roosevelt and Foreign Affairs” Volume III: September 1935-January 1937 (Cambridge: Belknap Press), Edgar B. Nixon
(4) ”American Business and Germany, 1930-1941" Volume XV (Western Political Quarterly), Gabriel Kolko
(5)“Tragedy and Hope” A Study on International Affairs (Univ.Georgetown Press), Professor Carroll Quigley
(6)“All Honorable Men” (Boston: Little Brown and Company), James Stewart Martin
(7)“Wall Street and the Rise of Hitler” (Hoover Press), Anthony C. Sutton


No comments:

Post a Comment

Dukhon

Saat ini di dunia dan juga tentu saja termasuk indonesia, sedang perjadi pandemi yang berasal dari corona. Nama legkapnya virus corona. Ata...