Hebat sekali, pada umur 18 tahun Ibnu Khaldun sudah menguasai ilmu keislaman dan umum. Pada umur itu ia juga sudah mandiri dalam belajar dan tidak bergantung kepada seorang guru. Tentunya apa yang dialami Ibnu Khaldun berbeda dengan anak-anak kita saat ini, dimana pada umur sekian masih disibukkan dengan les sana- les sini. Anak-anak kita pun belum mandiri dalam belajar dan masih harus terikat pada seorang guru.
Temuan itu diungkap oleh Dinar Kania Dewi, Kandidat Doktor Pendidikan
Islam, dalam Diskusi Sabtuan INSISTS, berjudul Konsep Pendidikan Ibn
Khaldun dalam Kitab Muqaddimah (2011).
Ibnu Khaldun (1332 M/732 H) merupakan salah satu ilmuwan besar yang
lahir ketika peradaban Islam mengalami ujian berat di Timur maupun di
Barat. Bisa dikata Ibnu Khaldun adalah ulama langka. Namanya harum
hingga Eropa dan Amerika sebagai asset ilmuwan dunia yang menguasai
berbagai jenis keilmuan.
Selain menguasai ilmu hadis dan fiqh, Ibn Khaldun juga menguasai
ilmu-ilmu rasional (filosofis), yaitu teologi, logika, ilmu alam,
matematika dan astronomi. Selain itu, Ibnu Khaldun juga seorang
pendidik.
Berbeda dengan konsep Pendidikan Sekular, Ibn Khaldun berpandangan
bahwa kebenaran yang hakiki bersumber dari Allah SWT. “Ibnu Khaldun
selalu meletakkan wahyu sebagai premis mayor, bukan premis minor,” kata
Dinar.
Dalam kitabnya Muqaddimah, Ibnu Khaldun juga menyoroti problematika
pendidikan pada zamannya yang masih relevan hingga saat ini. Menurut
Ulama yang pernah menjadi Qadi di Universitas Al Azhar itu, ringkasan
yang biasa diperintahkan seorang guru kepada murid adalah salah satu
bentuk masalah dalam pengajaran.
“Ini bisa jadi intropeksi juga bagi kita, yang kadang suka baca buku
ringkasan, ketimbang buku rujukannya langsung,” sambung Ibu dua anak
ini. Selain itu, beragamnya metode dalam pendidikan menyebabkan pelajar
menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menguasai berbagai metode
yang sebenarnya maknanya satu dan sama. Dinar pun akhirnya mengkritik
kebijakan pemerintah yang kerap berganti-ganti kebijakan.
“Saat ini pemerintah kita ganti menteri, ganti kebijakan. Metode pun
berbeda-beda dalam pendidikan kita saat ini dari mulai quantum learning,
accelerated learning, hipnoparenting dan lain sebagainya.” Kritik
Direktur Operasional Andalusia Islamic Education Management Service itu.
Salah satu ciri khas konsep pendidikan yang dilahirkan oleh Ulama
kelahiran Tunisia tersebut adalah apa yang disebut dengan malakah.
Malakah bisa dikatakan kebiasaan yang sudah mengakar dalam diri
seseorang hingga bentuk perbuatan itu dengan kokoh tertanam (dalam
pikiran). Mencapai malakah hanya dimungkinkan melalui pembelajaran yang
bertahap (tadrij) disertai pengulangan dan pembiasaan.
“Malakah akan menciptakan pengetahuan reflek pada seseorang. Ilmu
yang sudah dipelajarinya akan menjadi kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari.” jelas Dinar Metode paling mudah untuk memperoleh malakah, kata Ibnu Khaldun,
adalah dengan melalui latihan diskusi atau debat ilmiah guna
mengungkapkan pikiran-pikiran dengan jelas dan perdebatan
masalah-masalah ilmiah. Inilah cara yang mampu menjernihkan persoalan
dan menumbuhkan pengertian dan bukan melalui hapalan tanpa memahami
makna yang terkandung di dalamnya
“Makanya, Ibnu Khaldun itu dianggap ahli dalam ilmu retorika,” ungkap Dinar.
Ada tiga hal metode pengajaran yang diperkenalkan oleh Ibnu Khaldun.
Pertama adalah Penyajian Global (sabil al-ijmal). Pada tahap awal
pengajaran sebuah disiplin ilmu/ aspek keterampilan, guru hendaknya
menyajikan hal-hal pokok, problem-problem yang prinsip dari setiap
materi pembahasan dalam bab-bab yang dijelaskan. Keterangan atau
penjelasan dari guru harus bersifat global (ijmal) serta memperhatikan
potensi intelek (aql) dan kesiapan (isti’dad) dari masing-masing peserta
didiknya untuk menangkap apa yang diajarkan kepadanya.
Kedua, Pengembangan (al-syarh wa al-bayan). Pengetahuan atau
keterampilan yang disajikan harus diangkat ketingkat yang lebih tinggi.
Guru harus menyertakan ulasan tetang berbagai aspek yang menjadi
kontradiksi di dalamnya dan ragam pandangan (teori) yang terdapat pada
materi tersebut. Keahlian pelajar pada tahap ini harus lebih
disempurnakan.
Terakhir adalah penyimpulan (takhallus).Pokok pembahasan harus
disampaikan dengan lebih mendalam dan lebih rinci dalam konteks yang
menyeluruh. Segala aspek yang ada berserta pemahamannya harus dipertajam
lagi dan semua masalah penting, sulit dan kabur harus dituntaskan. Pada
tahap terakhir ini diharapkan malakah dari pelajar mencapai
kesempurnaan.
No comments:
Post a Comment