Dalam kehidupan sebagian besar kita, rasa-rasanya, pekerjaan
menempati hal paling utama untuk dilakukan. Pekerjaan selalu
menggelayuti pikiran kita setiap hari jika kita belum tuntas melakukan
pekerjaan-pekerjaan kita. Maklum, dalam pekerjaan, ada akad, ada
kepentingan dengan orang lain, ada interaksi, ada tanggung jawab dan
hak. Kerja ga dikerjakan, konsekuensi ya kita berpikir berkuranglah
penghasilan secara materi kita.
Setelah pekerjaan, biasanya kemudian adalah keluarga. Setelah itu me
time kita pribadi yang bentuknya tentu saja beda-beda. Ada yang senang
main PES. Ada yang suka baca buku. Nonton film. Atau jadi food detective.
Kita—maksudnya, baca: saya—seringkali menomorsekiankan tilawah Quran
dalam perjalanan hidup kita di setiap hari. Kita merasa bahwa tilawah
Quran kita tidak sama halnya dengan kita melakukan shalat fardhu.
Padahal, dalam pekerjaan kita, tilawah Quran adalah sesuatu yang
sangat mendasar. “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang
Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka
dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30). Lihatlah, kita berniaga di dunia.
Alangkah sayangnya jika kita kemudian melupakan “perniagaan” paling
utama kepada Allah SWT.
Kita bekerja, waktu kita akan habis. Kita nonton film waktu kita
juga akan habis. Kita bersama keluarga, waktu juga habis. Kita tidak
membaca Quran, waktu juga akan habis. Demikianlah. Seorang syeikh
ditanya oleh muridnya, “Ya guru kami, ceritakan pada kami bagaimana
orang-orang salaf dulu berhubungan dengan Al-Quran…” Sang syeikh
menjawab sambil menatap murid-muridnya, “Seperti kalian berinteraksi
dengan HP-HP kalian sekarang ini.”
Ayolah, kita punya waktu 24 jam. 1 juz itu rata-rata 20 halaman.
Tilawah 1 juz, kita hanya perlu duduk sekitar 45 menit. Masih jauh lebih
sedikit durasinya dibandingkan “Dilan 1990” apalagi “Kuch Kuch Hotta
Hai” yang sampai 2,5 jam.
“Perumpamaan orang mu’min yang membaca al-Qur’an bagaikan buah
Utrujah, rasa buahnya enak dan baunya wangi. Dan perumpamaan orang
mu’min yang tidak membaca al-Qur’an bagaikan buah Kurma, rasanya enak
namun tidak berbau. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang membaca
al-Qur’an, bagaikan buah Raihanah, baunya enak namun rasanya pahit. Dan
perumpaman orang munafik yang tidak membaca al-Qur’an, bagaikan buah
Hanzalah, rasanya pahit tetapi tidak berbau.” (Hadis sahih, diriwayatkan
oleh al-Bukhari (hadis no. 4632) dan Muslim (hadis no. 1328)
Ayo kita sama-sama coba tilawah setiap hari. Untuk permulaan, bisalah dimulai 1 juz dulu satu hari. Let’s see what miracle could happen to us, to you personally, to our work.
No comments:
Post a Comment