Sepenggal kisah dari Al-Azhar Cairo
Seorang Syekh yang alim sedang berjalan-jalan santai, bersama salah
seorang muridnya di sebuah taman. Di tengah-tengah asyik berjalan sambil
bercerita, keduanya melihat sepasang sepatu yang sudah usang lagi
lusuh. Mereka berdua yakin kalau itu adalah sepatu milik pekerja kebun
yang bertugas di sana, yang sebentar lagi akan segera menyelesaikan
pekerjaannya.
Sang murid melihat kepada syekhnya sambil berujar, “Bagaimana kalau kita
candai tukang kebun ini dengan menyembunyikan sepatunya, kemudian kita
bersembunyi di belakang pohon-pohon? Nanti, ketika dia datang untuk
memakai sepatunya kembali, ia akan kehilangannya. Kita lihat bagaimana
dia kaget dan cemas!”
Syekh yang alim dan bijak itu menjawab, “Ananda, tidak pantas kita
menghibur diri dengan mengorbankan orang miskin. Kamu kan seorang yang
kaya, dan kamu bisa saja menambah kebahagiaan untuk dirinya. Sekarang
kamu coba masukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam sepatunya,
kemudian kamu saksikan bagaimana respon dari tukang kebun miskin itu”.
Sang murid sangat takjub dengan usulan gurunya. Dia langsung saja
berjalan dan memasukkan beberapa lembar uang ke dalam sepatu tukang
kebun itu. Setelah itu ia bersembunyi
di balik semak-semak bersama gurunya sambil mengintip apa yang akan terjadi dengan tukang kebun
di balik semak-semak bersama gurunya sambil mengintip apa yang akan terjadi dengan tukang kebun
Tidak beberapa lama datanglah pekerja miskin itu sambil
mengibas-ngibaskan kotoran dari pakaiannya. Dia menuju tempat sepatunya
ia tinggalkan sebelum bekerja. Ketika ia mulai memasukkan kakinya ke
dalam sepatu, ia terperanjat, karena ada sesuatu di dalamnya. Saat ia
keluarkan ternyata… uang.
Dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, ternyata juga berisi uang.
keluarkan ternyata… uang.
Dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, ternyata juga berisi uang.
Dia memandangi uang itu berulang-ulang, seolah-olah ia tidak percaya
dengan penglihatannya. Setelah ia memutar pandangannya ke segala penjuru
ia tidak melihat seorangpun.
Selanjutnya ia memasukkan uang itu ke dalam sakunya, lalu ia berlutut sambil melihat ke langit dan menangis. Dia berteriak dengan suara tinggi, seolah-olah ia bicara kepada Allah ar rozzaq :
Selanjutnya ia memasukkan uang itu ke dalam sakunya, lalu ia berlutut sambil melihat ke langit dan menangis. Dia berteriak dengan suara tinggi, seolah-olah ia bicara kepada Allah ar rozzaq :
“Aku bersyukur kepada-Mu wahai Robbku. Wahai Yang Maha Tahu bahwa
istriku lagi sakit dan anak-anakku lagi kelaparan. Mereka belum
mendapatkan makanan hari ini. Engkau telah menyelamatkanku, anak-anak
dan istriku dari celaka”. Dia terus menangis dalam waktu cukup lama
sambil memandangi langit sebagai ungkapan rasa syukurnya atas karunia
dari Allah Yang Maha Pemurah.
Sang murid sangat terharu dengan pemandangan yang ia lihat di balik
persembunyiannya. Air matanya meleleh tanpa dapat ia bendung.
Ketika itu Syekh yang bijak tersebut memasukkan pelajaran kepada
muridnya, “Bukankah sekarang kamu merasakan kebahagiaan yang lebih dari
pada kamu melakukan usulan pertama dengan menyembunyikan sepatu tukang
kebun miskin itu?”
Sang murid menjawab, “Aku sudah mendapatkan pelajaran yang tidak akan
mungkin aku lupakan seumur hidupku. Sekarang aku baru paham makna
kalimat yang dulu belum aku pahami sepanjang hidupku, “Ketika kamu memberi kamu akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih banyak dari pada kamu mengambil”.
kalimat yang dulu belum aku pahami sepanjang hidupku, “Ketika kamu memberi kamu akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih banyak dari pada kamu mengambil”.
Sang guru melanjutkan pelajarannya.
Dan sekarang ketahuilah bahwa pemberian itu bermacam-macam,
Dan sekarang ketahuilah bahwa pemberian itu bermacam-macam,
Memaafkan kesalahan orang di saat mampu melakukan balas dendam adalah
suatu pemberian, Mendo’akan temanmu di belakangnya (tanpa
sepengatahuannya) itu juga suatu pemberian. Berusaha berbaik sangka dan
menghilangkan prasangka buruk darinya juga suatu pemberian. Menahan diri
dari membicarakan aib saudaramu di belakangnya adalah pemberian lagi.
Ini semua adalah pemberian, supaya kesempatan memberi tidak
dimonopoli oleh orang-orang kaya saja. Jadikanlah semua ini pelajaran,
wahai.. ananda!
Semoga bermanfa’at.
No comments:
Post a Comment