Secara garis besar periode sejarah kepemimpinan Islam terbagi ke dalam
lima periode utama berdasarkan sebuah Hadits Shahih Nabi riwayat Imam
Ahmad: “Periode an-Nubuwwah (kenabian) akan berlangsung pada kalian
dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang
periode khilafatun ‘ala minhaj an-Nubuwwah (kekhalifahan atas manhaj
kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’aala mengangkatnya,
kemudian datang periode mulkan aadhdhon (penguasa-penguasa yang
menggigit) selama beberapa masa, selanjutnya datang periode mulkan
jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa
masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’aala, setelah itu akan
terulang kembali periode khilafatun ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Kemudian
Nabi Muhammad saw diam,”
(HR Ahmad 17680).
(HR Ahmad 17680).
Periode pertama adalah Kepemimpinan langsung Nabi Muhammad yang disebut sebagai masa An-Nubuwwah (Kenabian). Periode kedua merupakan Kepemimpinan para sahabat utama yakni Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattb, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan julukan Khulafaur Rasyidin. Di dalam hadits tersebut periode ini dikenal sebagai periode Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang mengikuti Manhaj/Sistem/Metode/Cara Kenabian).
Sesudah itu, kata Nabi, pada periode ketiga umat Islam akan mengalami kepemimpinan para Mulkan ’Aadhdhon (Para Raja/Penguasa yang Menggigit). Ini merupakan periode dimana umat Islam memiliki para pemimpin umat yang tetap mengaku dan dijuluki sebagai Khalifah (pemimpin umat). Mereka masih menyebut pemerintahannya sebagai Khilafah Islamiyyah (Kekhalifahan Islam/Pemerintahan Islam), namun pola penetapan seorang khalifah kepada khalifah berikutnya menggunakan cara pewarisan tahta laksana sistem kerajaan turun-temurun, tidak berdasarkan cara musyawarah. Itulah sebabnya mereka dijuluki oleh Nabi sebagai para Mulkan atau Raja-raja.
Kemudian disebut sebagai Mulkan ’Aadhdhon (Para Raja/Penguasa yang Menggigit) karena betapapun keadaannya, para raja tersebut masih ”menggigit” Al-Qur’an dan As-Sunnah, dua sumber utama nilai-nilai dan hukum-hukum Islam, kendati tidak sebaik para Khulafaur Rasyidin yang ”menggenggam” Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pada periode ketiga ini, Dunia Islam tampak mengalami degradasi dibandingkan pada periode
kedua. Namun demikian, sebagai sebuah sistem, maka periode ketiga masih menyaksikan berlakunya sistem Islam dalam hal pemerintahan.
Masalahnya tinggal apakah khalifah (pemimpin) yang memimpin merupakan sosok yang adil ataukah zalim. Ada kalanya adil seperti Umar bin Abdul Aziz, namun ada kalanya juga seorang yang zalim. Periode ini merupakan periode paling lama dalam sejarah Islam, ia berlangsung sekitar 13 abad, semenjak Kekhalifahan Bani Umayyah, lalu dilanjutkan oleh Kekhalifahan Bani Abbasiyyah, kemudian Kekhalifahan Bani Umayyah di Spanyol, dan berakhir dengan Kekhalifahan Turki Utsmani.
Lalu bagaimana gerangan nasib umat Islam selanjutnya? Berdasarkan hadits Nabi riwayat Imam Ahmad tersebut, Nabi menyebutkan bahwa periode keempat disebut sebagai periode Mulkan Jabbariyyan (Para Raja/Penguasa yang Memaksakan Kehendak) alias para penguasa yang memaksakan kehendak yang berarti mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya. Saudaraku, periode itulah yang sedang kita lalui sekarang ini. Suatu periode dimana umat Islam hidup tanpa seorang khalifah (pemimpin umat) yang layak memimpin dan melindungi mereka. Tidak saja kehilangan seorang khalifah, namun umat Islam bahkan tidak lagi dinaungi oleh sistem pemerintahan Islam bernama Khilafah Islamiyyah (sistem pemerintahan Islam Al-Khilafah Al-Islamiyyah) yang tepatnya dimulai sejak tanggal 3 Maret 1924 ketika Mustafa Kemal Pasha di Turki memproklamirkan pembubaran sistem pemerintahan Islam tersebut. Suatu pemerintahan yang sesungguhnya merupakan warisan ideologis-sosial-politik-budaya umat yang bermula sejak kepemimpinan Nabi Muhammad di kota Madinah 15 abad yang lalu. Pada periode inilah umat Islam Babak Belur.
Umat Islam terkotak-kotak (terbagi-bagi) menjadi lebih dari 50 negara. Tidak menjadi satu kesatuan di bawah satu orang pemimpin (khilafah) lagi seperti pada ketiga periode terdahulu. Inilah periode paling kelam dalam sejarah Islam. Umat Islam menjadi “santapan” musuh-musuhnya dikarenakan mereka terpecah-pecah. Bisa kita saksikan sekarang, dimana kita, umat Islam ini menjadi umat yang dengan mudahnya “dipermainkan” oleh orang-orang non-Islam.
Saudaraku, betapapun pahitnya periode keempat ini, tidak selayaknya kita berputus asa dan kehilangan harapan bahwa sesungguhnya harga diri kita sebagai umat terbaik di dunia dapat dibangun kembali.
Sebab berdasarkan hadits periodisasi di atas kita temukan harapan dimana Nabi kita menyatakan bahwa periode keempat ini bukanlah periode terakhir sejarah umat Islam. Masih ada satu periode lagi yang akan kita jelang, yaitu periode kelima, suatu periode berjayanya kembali umat ini dengan tegaknya kembali Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang mengikuti Manhaj/Sistem/Metode/Cara Kenabian).
Pada periode ini, Umat Islam akan menyaksikan munculnya kembali para pemimpin sekaliber Khulafaur Rasyidin di akhir zaman. Umat Islam akan kembali menyatu di bawah satu orang pemimpin (khilafah). Umat Islam akan memiliki kembali rumah syar’i mereka, yaitu Al-Khilafah Al-Islamiyyah (sistem pemerintahan Islam). Umat Islam akan kembali menjadi “pemimpin dunia” seperti pada masa periode pertama, kedua, dan ketiga. Umat Islam akan kembali menjadi umat yang disegani di dunia.
Insya Allah, periode itu akan kita songsong. Yang paling penting sekarang ini umat Islam harus memelihara kesabaran, istiqomah dan optimisme mereka akan masa depannya sebagai umat terbaik di dunia, sebagai umat Rahmatan Lil’Alamin.
Saudaraku, semoga penjelasan singkat mengenai Hadits Shahih Nabi Muhammad SAW riwayat Imam Ahmad ini bisa menjadi penambah semangat kita di dalam beriman dan beribadah kepada Allah SWT. Amin.
No comments:
Post a Comment