Masalah ini pernah beberapa kali saya rasakan. Ya, fenomena pesta berdiri (standing party) di kalangan umat Islam dewasa ini, tampaknya jadi trend dan seolah-olah ingin menunjukan derajat atau kelas tertentu bagi sohibul hajat (tuan rumah) yang mengadakannya. Selama acara berlangsung, misalnya walimahtul ursy (pesta pernikahan), para tetamu terus-menerus berdiri hingga waktu santapan tiba, sehingga makan dan minum tetap dilakukan dengan cara berdiri, tanpa duduk. Bayangkan saja bagi tamu-tamu yang sudah tua, tentu sangat menyiksa dan tentu saja menyakitkan he..he..he...
Konsep pesta berdiri ini memang di”setting” tanpa kursi, kalaupun ada
itu jumlahnya (sedikit) sekali. Mengenai “standing party”, ustadz
Mugiyono,S.Ag,M.Hum, Koordinator Sekretariat Pusat Universitas Islam
Negeri Raden Fatah (UIN RF) Palembang saat menghadiri acara di salah
satu perusahaan besar yang ada di kota Palembang. Menurut dia, penyelanggara acara dengan sengaja membuat konsep acara
standing party selama acara berlangsung. Sebab tidak ada kursi yang
disediakan di sana.
“Konsep pesta standing party adalah trend pesta yang berawal dari
Eropa, yang notabenenya mereka yang menganut ajaran non muslim. Sebab,
makan dan minum berdiri dalam ajaran non muslim diperbolehkan. Islam
agama yang sempurna telah mengajarkan semua tata cara yang baik dalam
kehidupan, salah satunya adab makan dan minum,” tutur ustadz Mugiyono
kepada As SAJIDIN, Senin, 2 Februari 2015.
Lantas bagaimana hukum pesta ala standing party (makan dan minum berdiri) bila dilihat dari sudut pandang syariat Islam?
Ustadz Mugiyono dengan tegas menyatakan, makan dan minum sambil
berdiri hukumnya makruh, artinya tidak disukai dalam Islam. Sebaiknya,
pesta berdiri dihindari umat Islam. Makan minum berdiri diperbolehkan
hanya dalam kondisi tertentu, yakni kalau tidak memungkinkan duduk atau
tidak ada tempat duduk atau tidak bisa duduk. Penghukuman makruh
terhadap makan dan minum sambil berdiri ini dikarenakan ada larangan
dari Rasulullah Saw, namun di sisi lain Rasulullah Saw dan para sahabat
pernah melakukannya. Hal ini dilakukan Rasulullah dan sebagaian sahabat
karena memang tidak memungkinkan untuk duduk.
Ustadz Mugiyono mengutip dari hadits dan keterangan dari sahabat tentang haram dan bolehnya makan dan minum sambil berdiri.
Dari Anas ra, beliau mengatakan bahwa Nabi Saw melarang minum sambil
berdiri (HR. Muslim no. 2024, Ahmad no. 11775). Dari Abu Sa’id
al-Khudriy, beliau mengatakan bahwa Nabi Saw melarang minum sambil
berdiri (HR. Muslim no. 2025). Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw
bersabda, “janganlah kalian minum sambil berdiri. Barang siapa lupa
sehingga minum sambil berdiri, maka hendaklah ia berusaha untuk
memuntahkannya.” (HR. Ahmad no 8135).
Dari Ibnu Abbas beliau mengatakan, “aku memberikan air zam-zam
kepada Rasulullah Saw. Maka beliau lantas minum dalam keadaan berdiri.”
(HR. Bukhari no. 1637, dan Muslim no. 2027). Dari An-Nazal, beliau
menceritakan bahwa Ali ra mendatangi pintu ar-Raghbah lalu minum sambil
berdiri. Setelah itu beliau mengatakan, “Sesungguhnya banyak orang tidak
suka minum sambil berdiri, padahal aku melihat Rasulullah Saw pernah
melakukan sebagaimana yang baru saja kalian lihat.” (HR. Bukhari no.
5615).
Dalam riwayat Ahmad dinyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib ra
mengatakan, “apa yang kalian lihat jika aku minum sambil berdiri.
Sungguh aku melihat Nabi Saw pernah minum sambil berdiri. Jika aku minum
sambil duduk maka sungguh aku pernah melihat Nabi Saw minum sambil
duduk.” (HR Ahmad no 797).
Dari Ibnu Umar beliau mengatakan, “dii masa Nabi Saw kami minum
sambil berdiri dan makan sambil berjalan.” (HR. Ahmad no 4587 dan Ibnu
Majah no. 3301). Di samping itu Aisyah dan Said bin Abi Waqqash juga
memperbolehkan minum sambil berdiri, diriwayatkan dari Ibnu Umar dan
Ibnu Zubaer bahwa beliau berdua minum sambil berdiri. (Al-Muwatha, 1720 -
1722).
Menurut dia, mengenai hadits-hadits di atas sebagian ulama yang
berkesimpulan bahwa minum sambil berdiri itu diperbolehkan, meskipun
yang lebih baik adalah minum sambil duduk. Di antara mereka adalah Imam
Nawawi, dalam Riyadhus Shalihin beliau mengatakan, “bab penjelasan
tentang bolehnya minum sambil berdiri dan penjelasan tentang yang lebih
sempurna dan lebih utama adalah minum sambil duduk.”
Pendapat Imam Nawawi ini setujui oleh Syaikh Utsaimin dalam Syarah
Riyadhus Shalihin, beliau mengatakan, “yang lebih utama saat makan dan
minum adalah sambil duduk karena hal ini merupakan kebiasaan Nabi Saw,
beliau tidak makan sambil berdiri demikian juga tidak minum sambil
berdiri. Mengenai minum sambil berdiri terdapat hadits yang shahih dari
Nabi Saw tentang larangan tersebut. Anas bin Malik ditanya tentang
bagaimana kalau makan sambil berdiri, maka beliau mengatakan, “Itu lebih
jelek dan lebih kotor.” Maksudnya jika Nabi melarang minum sambil
berdiri maka lebih-lebih lagi makan sambil berdiri.
Maksud hadits dari Ibnu Umar yang diriwayatkan dan dishahihkan oleh
Tirmidzi, Ibnu Umar mengatakan, “di masa nabi kami makan sambil berjalan
dan minum sambil berdiri”. Hadits ini menunjukkan bahwa larangan minum
sambil berdiri itu tidaklah haram akan tetapi melakukan hal yang kurang
utama. Dengan kata lain yang lebih baik dan lebih sempurna adalah makan
dan minum sambil duduk. Namun boleh makan dan minum sambil berdiri.
Dalil tentang bolehnya minum sambil berdiri adalah dari Ibnu Abbas,
beliau mengatakan, “Aku memberikan air zam-zam kepada Nabi lalu beliau
meminumnya sambil berdiri.” (Syarah Riyadhus Shalihin, Jilid VII hal
267).
Dia juga menambahkan, seharusnya sebagai pemilik acara yang
berpendidikan apa lagi yang paham agama baiknya untuk tidak mengikuti
konsep pesta orang-orang nonmuslim, makan dan minum berdiri, karena
segala sesuatu yang kita lakukan akan dicontoh oleh anak-anak kita, maka
janganlah mengajarkan anak untuk makan dan minum berdiri.
Senada dengan ustadz Mugiyono, Hj. Sulastri.Lc.M.Pd.I mengungkapakan
kepada As SAJIDIN, hendaknya makan dan minumlah dalam keadaan duduk,
sebab makan dan minum sambil berdiri hukumnya adalah makruh (sesuatu
yang dibenci). Jika, makan dan minum dalam posisi duduk air yang diminum
langsung bisa mengalir ke posisi ginjal.
“ Standing party adalah salah satu bentuk perang pemikiran yang
dilakukan oleh orang-orang Barat. Mereka mengajarkan hal-hal yang
bertentangan dengan syari’at islam dan ada saja orang Islam yang
mengikutinya. Salah satu perang pemikiran yang dilakukan orang barat
adalah dengan cara menyiarkan trend makan minum berdiri di pesta-pesta,”
ujar ustadzah yang pernah menamatkan pendidikan di Yaman ini
Saya ingin bertanya? Apakah kita wanita yang sering mengikuti party dalam acra pernikahan itu di perbolehkan dan memakai baju yang tidak sesuai dengan ajaran islam apakah di perbolehkan?
ReplyDelete