Setelah pasangan Nabi Adam ‘alaihissalam dan Hawa turun ke bumi, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan
anak keturunan kepada mereka. Tidaklah Hawa melahirkan kecuali selalu
kembar laki-laki dan perempuan. Diriwayatkan dari Ibnu Ihasq dalam Tafsir Baghowi dan Tafsir Al-Qurthubi bahwa Hawa melahirkan 40 anak dengan 20 kali mengandung. Wallahu a’lam.
Setelah anak keturunannya mencapai dewasa, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan (membolehkan) kepada Nabi Adam ‘alaihissalam
untuk menikahkan salah satu dari pasangan kembar dengan salah satu dari
pasangan Qabil bersama Iqlimiya yang berparas cantik, sedangkan
pasangan kembar adiknya bernama Habil dan Layudha berparas kurang menarik.
Ketika Nabi Adam ‘alaihissalam hendak menikahkan mereka (Habil dengan Iqlimiya dan Qabil dengan Layudha, red.)
proteslah Qabil dan membangkang dikarenakan saudara Habil jelek dan
saudaranya sendiri cantik. Sehingga ia menginginkan saudara kembarnya
tersebut untuk dirinya sendiri lantaran ia merasa dirinya lebih berhak
atas saudara kembarnya. Berdasarkan wahyu dari Allah, Nabi Adam ‘alaihissalam
memerintahkan keduanya untuk berkurban, siapa yang diterima kurbanya
maka dialah yang berhak atas keutamaan (menikahi saudara kembar Qabil).
Kurban Qabil dan Habil
Qabil adalah seorang petani. Ketika diperintahkan berkurban maka ia
berkurban dengan seikat gandum. Dia pilih gandum yang jelek dari
tanamannya. Dia tidak peduli apakah kurbannya diterima atau tidak,
karena rasa sombong dan dengki sudah menguasainya.
Sedangkan Habil seorang peternak kambing, dia pilih kambing yang muda
lagi gemuk untuk berkurban. Dia berkeinginan agar kurbannya diterima di
sisi Allah Ta’ala. Setelah kurban keduanya dipersembahkan, Allah Ta’ala
menurunkan api berwarna putih dan dengan izin Allah api itu membawa
kurban Habil (sebagai tanda bahwa kurbannya diterima) dan meninggalkan
kurban Qabil.
Al-Qurthubi menukil dari Sa’id bin Jubair rahimahullah dan
lainnya bahwa kambing itu diangkat ke surga dan hidup di sana hingga
diturunkan lagi ke bumi untu dijadikan tebusan bagi Nabi Ismail ‘alaihissalam ketika hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Wallahu a’lam
Melihat yang demikian, di mana kurbannya tidak diterima, spontan
marahlah Qabil hingga berlanjut mengancam Habil untuk membunuhnya. Walau
bagaimanapun, dia tak ingin Habil menikhai saudara perempuannya. Allah Ta’ala berfirman menceritakannya dalam Surat Al-Maidah ayat 27,
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَىْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ
إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ
مِنَ اْلأَخَرِ قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ
مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Ceirtakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan
Habil) dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka
diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang lainnya. Maka
berkata yang tidak diterima kurbannya, ‘Sungguh aku akan membunuhmu.’ Dan berkata yang diteirma kurbannya, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang bertakwa.’
Melihat kakaknya berniat membunuhnya, Habil tidak membela diri.
Sebaliknya, dia menyerahkan dirinya dan tidak ada keinginan melawan. Dia
berkata,
لَئِن بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَآأَنَا
بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ
الْعَالَمِينَ {28} إِنِّي أُرِيدُ أَن تَبُوأَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ
فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَآؤُا الظَّالِمِينَ {29}
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku,
sekali-kali aku tidak menggerakkan tanganku aku membunuhmu. Sesungguhnya
aku takut kepada Allah, Robb sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar
kamu kembali dengan membawa dosa (pembunuhan ini) dan dosa kamu sendiri
yang lain, maka kamu menjadi penghuni neraka, dan yang demkian itulah
pembalasan bagi orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Maidah: 28-29)
Habil melakukan tindakan ini karena Qabil bukanlah orang kafir
melainkan pelaku maksiat, dia khawatir jika melawan akan punya keinginan
seperti Qabil yakni membunuh lawannya. Ini tentu berakibat fatal,
karena nanti kedua-duanya akan masuk neraka.
Tindakan ini juga seperti apa yang dilakukan Khalifah Utsman bin
Affan, pada waktu terjadinya fitnah ia tidak melawan ketika diserang
karena beliau tahu yang dihadapinya orang-orang muslim. Adapaun kepada
orang kafir maka seharusnya mempertahankan diri dan melawan, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Bukhari dan Muslim:
“Apabila dua orang muslim berhadap-hadapan dengna pedang masing-masing, maka pembunuh dan yang dibuuh keduanya masuk neraka.”
Para sahabt bertanya, “Wahai Rasulullah, kalau pembunuh wajar ia masuk
neraka, tetapi kalau yang dibunuh apa gerangan penyababnya?” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya yang dibunuh itu juga berkeinginan membunuh temannya.”
Juga dalam hadits yang shahih riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi:
Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana pendapat Anda (wahai Rasulullah)
jika ada orang (muslim) yang masuk rumah saya lalu menggerakkan
tangannya untuk membunuh saya?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jadilah seperti anak Nabi Adam (ketika dibunuh ia tidak melawan).”
Cara Qabil Membunuh
Diriwayatkan dalam beberapa kitab tafsir, Qabil berkeinginan kuat
untuk membunuh saudaranya, Habil, sekalipun sudah diberikan nasihat dan
peringatan oleh Habil sendiri.
Pada suatu hari ketika Habil sedang menggembala kambing lantas
tertidur lelap, tiba-tiba datanglah Qabil dengan membawa batu lalu
dengan beringas batu itu dilemparkan mengenai kepala Habil hingga
memecahkannya. Riwayat lain menyatakan bahwa Habil dicekik dan digigit
sebagaimama binatang buas ketika menyantap mangsanya, wallahu a’lam. Dan pada akhirnya matilah Habil karenanya.
Setelah Habil meninggal, tanpa rasa belas kasihan Qabil meninggalkan
jenazahnya di tempat terbuka. Dia tidak tahu apa yang mesti dilakukan
kepada jenazah saudaranya karena jenazah Habil adalah yang pertama kali
di atas permukaan bumi. Perbuatan Qabil ini membuahkan malapetaka yang
besar bagi dirinya sendiri. Dia akan menanggung dosa dari pembunuhannya
tersebut—karena ia tidak bertaubat—sekaligus dosa orang yang menirunya
yakni melakukan pembunuhan dengan jalan yang tidak benar. Sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Tidaklah dibunuh suatu jiwa dengan zalim melainkan dosa
pembunuhan itu akan ditanggungpula oleh anak Adam yang pertama (Qabil)
karena dialah yang pertama memberi contoh pembunuhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Barang siapa yan gmemulai perkara baik (yang disyariatkan) maka
baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya sampai terjadinya
hari kiamat. Dan barang siapa yang memulai perkara jelek maka baginya
dosanya dan dosa orang yang mengikutinya sampai terjadinya hari kiamat.” (HR. Muslim)
Dalam keadaan yang demikian, Allah Ta’ala mendatangkan dua
burung gagak yang sedang bertarung, salah satunya mati. Maka yang hidup
mengais-ngais tanah dengan paruhnya membuat lubang untuk menanam burung
gagak yang mati. Qabil mengambil pelajaran dari peristiwa itu tentang
cara mengubur jenazah saudaranya.
Al-Qurtubhi mengatakan, “Hasad atau dengki adalah dosa yang pertama kali
dilakukan di langit dan di bumi, di langit adlaah dengkinya iblis
kepada Nabi Adam ‘alaihissalam dan di bumi adalah dengkinya Qabil kepada Habil.”
Pembunuhan termasuk dosa besar yang mengancam pelakunya masuk neraka.
No comments:
Post a Comment