Kewajiban ibadah umat Muslim adalah menjalankan ibadah shalat wajib lima waktu. Ada
shalat fardhu dan shalat sunnah. Shalat fardhu adalah shalat yang wajib
dikerjakan bagi umat Islam yang berjumlah 17 rakaat. Shalat ini
dilakukan dalam lima waktu yang berbeda setiap harinya. Shalat lima
waktu ini bisa dibilang sedikit jika dibandingkan dengan perintah Allah
SWT yang pertama kepada Rasulullah SAW yaitu sebanyak lima puluh waktu
dalam sehari.
Proses yang dilakukan oleh Rasulullah SAW mencapai shalat lima waktu
terdapat dalam peristiwa Isra Mi’raj. Dalam peristiwa itu Rasulullah SAW
berkali-kali memohon kepada Allah SWT agar waktu shalat bisa dikurangi.
Setelah melalui proses panjang maka ditetapkan jumlah shalat menjadi
lima waktu.
Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu
peristiwa penting yang menguji keimanan. Terjadi pada bulan Rajab tahun
ke-12 dari kenabian. Isra’ adalah perjalanan Rasulullah SAW pada malam
hari dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Allah
SWT berfirman,
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا
مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي
بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ
الْبَصِير
“Maha suci Allah, yang telah memerjalankan hamba-Nya (Muhammad)
pada suatu malam, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat,” (QS. Al-Isra: 1).
Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan Nabi SAW dari Masjidil Aqsha ke
Sidratul Muntaha. Tempat beliau menerima perintah shalat dari Allah SWT.
Kata mi’raj berasal dari kata ‘araja, artinya perjalanan naik ke
langit. Kata ini juga digunakan untuk menjelaskan perjalanan naik para
malaikat pencatat amal ke langit. Bentuk lain kata ini menjadi nama
salah satu surah dalam al-Qur’an, surah al-Ma’arij (tempat-tempat naik).
Allah SWT berfirman,
تَعْرُجُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Rabb dalam sehari yang setara dengan lima puluh ribu tahun,” (QS. Al-Ma’arij: 4).
Namun dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj,
kekuasaan Allah SWT berlaku atas Rasulullah SAW. Beliau melakukan
perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, dan dari Masjidil
Aqsha ke Sidratul Muntaha hanya dalam waktu satu malam. Apa saja yang
beliau alami dalam perjalanan Isra’ dan Mi’rajnya?
Imam al-Bukhari meriwayatkan salah satu
sabda Rasulullah SAW tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj, yang
diriwayatkan dari Hudbah bin Khalid, dari Hammam bin Yahya, dari
Qatadah, dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah. Nabi SAW
bercerita tentang malam perjalanan Isra, “Ketika aku berada di
al-Hathim-atau, beliau menyebut, di al-Hijr-dalam keadaan berbaring,
tiba-tiba seseorang datang lalu membelah.”
Qatadah berkata, “Dan aku juga mendengar
beliau berkata, ‘Lalu dia membelah apa yang ada di antara ini dan ini.’
Aku bertanya kepada al-Jarud yang saat itu ada di sampingku, ‘Apa
maksudnya?’ Dia berkata, ‘Dari atas dadanya sampai tempat tumbuh rambut
kemaluan.’”
Rasulullah SAW melanjutkan, “Lalu laki-laki
itu mengeluarkan kalbuku (hati), kemudian dibawakan kepadaku sebuah
tempayan emas yang dipenuhi dengan iman, lalu dia mencuci hatiku, dan
mengisinya dengan iman dan diulanginya. Kemudian didatangkan kepadaku
hewan tunggangan berwarna putih, yang lebih kecil dari bagal namun lebih
besar dari keledai.”
Al-Jarud berkata, “Apakah itu yang dinamakan
buraq, wahai Abu Hamzah?” Anas menjawab, “Ya, buraq itu meletakkan
langkah kakinya pada pandangan mata terjauh.”
“Aku menungganginya,” lanjut Nabi SAW, “Aku
berangkat bersama Jibril hingga sampai di langit dunia. Jibril lalu
meminta dibukakan pintu langit, dan dia ditanya, ‘Siapa?’ Jibril
menjawab, ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi, ‘Siapa orang yang bersamamu?’
Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Ditanyakan lagi ‘Apakah dia telah diutus?’
Jibril menjawab, ‘Ya.’ Maka dikatakan, ‘Selamat datang baginya dan ini
sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang’.”
“Maka pintu langit pertama pun dibuka.
Setelah melewatinya, aku berjumpa dengan Adam. Jibril berkata, ‘Ini
adalah bapakmu, Adam. Berilah salam kepadanya.’ Aku lalu memberi salam
kepadanya dan Adam membalas salamku lalu berkata, ‘Selamat datang anak
yang saleh dan nabi yang saleh.”
“Aku kemudian dibawa naik ke langit kedua,
lalu Jibril meminta dibukakan pintu langit kedua kemudian ditanya,
‘Siapa?’ Jibril menjawab, ‘Jibril.’ Ditanyakan lagi, ‘Siapa orang yang
bersamamu?’ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Ditanyakan lagi ‘Apakah dia
telah diutus?’ Jibril menjawab, ‘Ya.’ Maka dikatakan, ‘Selamat datang
baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang’.”
“Selanjutnya, aku dibawa naik ke langit
ketiga, lalu Jibril meminta dibukakan pintu langit ketiga. Jibril
kemudian ditanya, ‘Siapa?,’ Jibril menjawab, ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi,
‘Siapa orang yang bersamamu?’ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Ditanyakan
lagi ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab, ‘Ya.’ Maka dikatakan,
‘Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang
datang.’ Pintu langit kedua pun dibuka. Setelah aku melewatinya, aku
berjumpa dengan Yahya dan Isa, keduanya adalah anak dari satu bibi.
Jibril berkata, ‘Ini adalah Yahya dan Isa, berilah salam kepada
keduanya.’ Aku pun memberi salam kepada keduanya dan mereka membalas
salamku lalu berkata, ‘Selamat datang saudara yang saleh dan nabi yang
saleh’.”
“Aku kemudian dibawa naik ke langit keempat. Jibril kemudian meminta
dibukakan pintu langit keempat dan dia ditanya, ‘Siapa?’ Jibril
menjawab, ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi, ‘Siapa orang yang bersamamu?’
Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Ditanyakan lagi ‘Apakah dia telah diutus?’
Jibril menjawab, ‘Ya.’ Maka dikatakan, ‘Selamat datang baginya dan ini
sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang.’ Maka pintu langit keempat
dibuka.
Setelah melewatinya, aku berjumpa dengan Idris. Jibril berkata, ‘Ini adalah Idris, berilah dalam kepadanya.’ Aku pun memberi salam kepadanya. Idris membalas salamku lalu berkata, ‘Selamat datang saudara yang saleh dan nabi yang saleh’.”
Setelah melewatinya, aku berjumpa dengan Idris. Jibril berkata, ‘Ini adalah Idris, berilah dalam kepadanya.’ Aku pun memberi salam kepadanya. Idris membalas salamku lalu berkata, ‘Selamat datang saudara yang saleh dan nabi yang saleh’.”
“Aku kemudian dibawa ke langit kelima. Jibril lalu meminta dibukakan
pintu langit kelima dan dia ditanya, ‘Siapa?’ Jibril menjawab, ‘Jibril.’
Dia ditanya lagi, ‘Siapa orang yang bersamamu?’ Jibril menjawab,
‘Muhammad.’ Ditanyakan lagi ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab,
‘Ya.’ Maka dikatakan, ‘Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya
kedatangan orang yang datang.’ Pintu langit kelima pun dibuka. Setelah
melewatinya, aku bertemu dengan Harun. Jibril berkata, ‘Ini adalah
Harun. Berilah salam kepadanya.’ Aku lalu memberi salam kepadanya. Harun
membalas salamku dan berkata, ‘Selamat datang saudara yang saleh dan
nabi yang saleh.’”
“Aku kemudian dibawa naik ke langit keenam. Jibril meminta dibukakan
pintu langit keenam kemudian ditanya ‘Siapa?’ Jibril menjawab, ‘Jibril.’
Dia ditanya lagi, ‘Siapa orang yang bersamamu?’ Jibril menjawab,
‘Muhammad.’ Ditanyakan lagi ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab,
‘Ya.’ Maka dikatakan, ‘Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya
kedatangan orang yang datang.’ Pintu langit keenam pun dibuka. Setelah
melewatinya, aku mendapatkan Musa. Jibril berkata, ‘Ini adalah Musa.
Berilah salam kepadanya.’ Aku pun memberi salam kepadanya. Musa membalas
salamku lalu berkata ‘Selamat datang saudara yang saleh dan nabi yang
saleh.’ Ketika aku sudah selesai, tiba-tiba Musa menangis. Ditanyakan
kepadanya, ‘Kenapa kamu menangis?’ Musa menjawab, ‘Aku menangis karena
anak ini diutus setelahku, namun orang yang masuk surga dari umatnya
lebih banyak dari orang yang masuk surga dari umatku’.”
“Aku kemudian dibawa naik ke langit ketujuh. Jibril kemudian meminta
dibukakan pintu langit ketujuh, kemudian ditanya, ‘Siapa?’ Jibril
menjawab, ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi, ‘Siapa orang yang bersamamu?’
Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Ditanyakan lagi ‘Apakah dia telah diutus?’
Jibril menjawab, ‘Ya.’ Maka dikatakan, ‘Selamat datang baginya dan ini
sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang.’ Pintu langit ketujuh pun
dibuka. Setelah melewatinya, aku mendapatkan Ibrahim. Jibril berkata,
‘Ini adalah bapakmu, Ibrahim. Berilah salam kepadanya.’ Aku pun memberi
salam kepadanya. Ibrahim membalas salamku dan berkata, ‘Selamat datang
anak saleh dan nabi yang saleh’.”
“Setelah itu ditampakkan kepadaku Sidratul Muntaha, bentuknya seperti
tempayan daerah milik Hajar dengan daunnya mirip telinga-telinga gajah.
Jibril berkata, ‘Ini adalah Sidratul Muntaha.’ Ternyata di dasarnya ada
empat sungai, dua sungai batin dan dua sungai zahir. Aku bertanya,
‘Apakah ini wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Dua sungai batin adalah dua
sungai yang berada di surga, sedangkan dua sungai zahir adalah Nil dan
Eufrat.’ Aku kemudian diangkat ke Baitul Ma’mur dan diberi tiga gelas
minuman. Satu gelas berisi Khamr, satu gelas berisi susu, dan satu gelas
lagi berisi madu. Aku mengambil gelas berisi susu. Jibril berkata, ‘Ini
merupakan fitrah yang kamu dan umatmu berada di atasnya,’ kemudian
diwajibkan bagiku shalat lima puluh kali setiap hari.”
“Saat aku kembali dan lewat di hadapan Musa, dia bertanya, ‘Apa yang
telah diperintahkan kepadamu?’ Aku menjawab, ‘Aku diperintahkan shalat
lima puluh kali setiap hari.’ Musa berkata, ‘Umatmu tidak akan sanggup
melaksanakan shalat lima puluh kali dalam sehari. Demi Allah, aku telah
mencoba menerapkannya kepada manusia sebelum kamu, dan aku juga telah
berusaha keras membenahi Bani Israil dengan sungguh-sungguh. Kembalilah
kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu.’ Aku pun kembali dan
Allah SWT memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat. Aku
kembali menemui Musa. Musa pun mengatakan sebagaimana yang dikatakan
sebelumnya. Aku pun kembali dan Allah memberiku keringanan dengan
mengurangi sepuluh shalat, lalu aku kembali menemui Musa. Musa kembali
berkata sebagaimana yang dia katakan sebelumnya. Aku pun kembali, dan
Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat, lalu aku
kembali menemui Musa. Musa masih berkata sebagaimana yang dia katakan
sebelumnya. Aku pun kembali, dan aku diperintah dengan sepuluh kali
shalat setiap hari. Aku pun kembali dan Musa kembali berkata seperti
sebelumnya. Aku pun kembali kepada Allah. Akhirnya, aku diperintahkan
dengan lima kali shalat dalam sehari. Aku kembali kepada Musa dan dia
berkata, ‘Apa yang diperintahkan kepadamu?’ Aku menjawab, ‘Aku
diperintahkan dengan lima kali shalat dalam sehari.’ Musa berkata,
‘Sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melaksanakan shalat lima kali
sehari. Aku telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelum kamu, dan
aku juga telah berusaha keras membenahi Bani Israil dengan
sungguh-sungguh. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk
umatmu.’ Lalu aku berkata, ‘Aku telah banyak memohon (keringanan) kepada
Rabbku hingga aku malu, Aku telah ridha menerimanya’.”
“Ketika aku telah selesai, terdengar suara yang berseru, ‘Sungguh Aku
telah memberikan keputusan kewajiban-Ku dan Aku telah meringankannya
untuk hamba-hamba-Ku’,” (HR. Al-Bukhari).
Dalam peristiwa Mi’raj ini, Rasulullah SAW berkali-kali memohon
keringanan jumlah shalat kita dari lima puluh waktu menjadi lima waktu.
Selanjutnya apakah yang menyebabkan kita mengeluh?
Sumber : Kerajaan Al-Qur’an/Hudzaifah Ismail/Penerbit: Penerbit Almahira/2012
No comments:
Post a Comment