Di akhir jaman ini, kredit menjadi hal yang dianggap biasa. Orang kurang memperdulikan di larang atau tidak dalam masalah kredit ini. 
Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum jual 
beli dengan cara kredit. Penyebab dari perbedaan pendapat ulama’ 
tersebut adalah terletak pada adanya penambahan harga sebagai 
konsekuensi dari ditundanya pembayaran apakah ia masuk tidak kepada 
larangan hadits yang berbunyi : “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, 
bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi
 jual beli.” (HR. Tirmidzi Nasa’I dan lainnya). Fatwa  Muktamar pertama al-Mashraf al-Islami di Dubai yang dihadiri oleh 59 
ulama internasional, fatwa Direktorat Jenderal Riset, Dakwah dan Ifta’ 
serta Komisi Fatwa Kementrian Waqaf dan Urusan Agama Islam Kuwait semua 
sepakat bahwa tidak ada larangan bagi penjual menentukan harga secara 
kredit lebih tinggi daripada ketentuan harga kontan. Penjual boleh saja 
mengambil keuntungan dari penjualan secara kredit dengan ketentuan dan 
perhitungan yang jelas.
Fiqh Syafi’iyah, Imam Syirazi berkata : “Kalau seseorang membeli 
sesuatu dengan pembayaran tertunda, tidak perlu diberitahu harga 
kontannya, karena penundaan pembayaran memang memiliki nilai 
tersendiri.” (Lihat Al Majmu An Nawawi 13/16).
Demikian juga ulama’ muta’akhirin semisal syaikh Yusuf Qardhawi dan 
Bin Baz membolehkan praktik jual beli dengan cara kredit. Dalam hal 
muamalah kita diberikan pilihan akan dilakukan dengan cara tunai atau 
kredit, yang penting, memenuhi syarat dan rukun jual beli, barangnya 
jelas, dan aturan kreditnya terbuka dan jelas serta saling ridho 
(antarodin).
Kalaupun kita tidak mampu tunai, alangkah lebih baik jual beli melalui lembaga pembiayaan syariah (syariah finance) 
.https://www.islampos.com/64012-64012/
No comments:
Post a Comment