Thursday, July 14, 2016

Kisah Pedagang Jujur Dan Amanah

Kisah berikut ini semoga dapat menjadi teladan bagi kita dalam upaya menjadikan harta yang kita peroleh dari usaha perniagaan diberkahi oleh Allah.

Yunus bin ‘Ubaid bin Dinar al-Bashri (wafat tahun 139 H)[Biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (6/288) dan “Shifatush shafwah” (32/517).].

Imam panutan dari generasi Tabi’in yang sangat terpercaya dan teliti dalam meriwayatkan hadits Rasulullah , serta sangat wara’ (hati-hati dalam masalah halal dan haram)[Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 613).].
Beliau adalah seorang pedagang kain yang sangat jujur dan selalu menjelaskan cacat barang dagangan beliau sebelum terjadi jual beli [Lihat kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (6/290).]. Bahkan karena kejujuran beliau pernah mengembalikan uang seorang pembeli yang membeli kain beliau dengan harga yang lebih tinggi, karena waktu itu yang menjualnya adalah keponakan beliau. Bagitu pula sebaliknya, jika beliau membeli barang dari seseorang, maka beliau akan membayarnya dengan harga yang sesuai meskipun orang tersebut pada awalnya menawarkannya dengan harga yang lebih murah.

Diriwayatkan dalam biografi beliau, bahwa suatu saat harga kain di suatu daerah dekat Bashrah naik menjadi lebih mahal, yang mana sesuai kebiasaan, jika daerah tersebut harga kainnya naik, maka harga kain di Bashrah pun nantinya ikut naik. Mengetahui hal itu, Yunus bin ‘Ubaid segera membeli sejumlah besar kain kepada pedagang kain lainnya dengan harga pasaran biasa. Setelah selesai membeli barang tersebut, beliau bertanya kepada penjual tersebut: Apakah engkau mengetahui bahwa harga kain naik di daerah anu? Penjual tersebut menjawab: Tidak, kalau saja aku tau tentu aku tidak akan menjualnya kepadamu. Maka Yunus bin ‘Ubaid berkata: (Kalau begitu) kembalikan uangku padamu dan aku akan kembalikan barangmu.
Masya Allah ! Betapa mulia dan agungnya sifat beliau ini dan betapa tingginya sifat jujur dan amanah dalam diri beliau sehingga dengan sebab inilah Allah memberkahi harta beliau dan memudahkan beliau meraih kedudukan yang mulia dalam agama-Nya, sehingga imam adz-Dzahabi menyifati beliau sebagai “seorang imam dan panutan (dalam kebaikan)”[Kitab “Tadzkiratul huffaazh” (1/145).].

Oleh karena besarnya keutamaan dua sifat ini dalam berjual-beli, Rasulullah : “Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi , orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti)”[HR Ibnu Majah (no. 2139), al-Hakim (no. 2142) dan ad-Daraquthni (no. 17)].

Imam ath-Thiibi mengomentari hadits ini dengan mengatakan: “Barangsiapa yang selalu mengutamakan sifat jujur dan amanah maka dia termasuk golongan orang-orang yang taat (kepada Allah ) dari kalangan orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid, tapi barangsiapa yang selalu memilih sifat dusta dan khianat maka dia termasuk golongan orang-orang yang durhaka (kepada Allah ) dari kalangan orang-orang yang fasik (buruk/rusak agamanya) atau pelaku maksiat”[Lihat kitab “Syarhu sunani Ibni Majah” (hal. 155).].
Beberapa pelajaran penting yang dapat kita petik dari kisah di atas:
- Maksud sifat jujur dan amanah dalam berjual-beli adalah dalam keterangan yang disampaikan sehubungan dengan jual beli tersebut dan penjelasan tentang cacat atau kekurangan pada barang dagangan yang dijual jika memang ada cacat padanya[Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (3/278).].
- Inilah sebab yang menjadikan keberkahan dan kebaikan dalam perdagangan dan jual beli, sebagaimana sabda Rasulullah : “Kalau keduanya (pedagang dan pembeli) bersifat jujur dan menjelaskan (keadaan barang dagangan atau uang pembayaran) maka Allah akan memberkahi keduanya dalam jual beli tersebut, tapi kalau kaduanya berdusta dan menyembunyikan (hal tersebut) maka akan hilang keberkahan jual beli tersebut”[HR al-Bukhari (no. 1973) dan Muslim (no. 1532).].
- Berdagang yang halal dengan sifat-sifat terpuji yang tersebut di atas adalah pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Rasulullah dan para shahabat y, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih[HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (23/300, no. 674) dan dinyatakan jayyid (baik/shahih) oleh syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaa-ditsish shahiihah” (no. 2929).].
Adapun hadits “Sembilan persepuluh (90 %) rezki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadits yang lemah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani[Dalam “Silsilatul ahaa-ditsidh dha’iifah” (no. 3402).].

No comments:

Post a Comment

Dukhon

Saat ini di dunia dan juga tentu saja termasuk indonesia, sedang perjadi pandemi yang berasal dari corona. Nama legkapnya virus corona. Ata...