Manusia di seluruh dunia tentu membutuhkan rejeki berupa makanan, minuman,
pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan kebutuhan-kebutuhan hidup
lainnya. Untuk itu, manusia harus mencari nafkah dengan berbagai usaha
yang halal. Bagi seorang muslim, mencari rejeki secara halal merupakan
salah satu prinsip hidup yang sangat mendasar. Kita tentu menghendaki
dalam upaya mencari rizki, banyak yang bisa kita peroleh, mudah
mendapatkannya dan halal status hukumnya. Bisa dengan bekerja untuk orang lain atapun perusahaan. Ada malah berdagang sesuai dengan anjuran Rasulullah.
Namun seandainya sedikit yang kita dapat dan susah pula
mendapatkannya selama status hukumnya halal jauh lebih baik daripada
mudah mendapatkannya, banyak perolehannya namun status hukumnya tidak
halal. Yang lebih tragis lagi adalah bila seseorang mencari nafkah
dengan susah payah, sedikit mendapatkannya, status hukumnya juga tidak
halal, bahkan resikonya sangat berat, inilah sekarang yang banyak
terjadi. Kita dapati di masyarakat kita ada orang yang mencuri sandal
atau sepatu di masjid, mencopet di bus kota dan sebagainya. Korban
penganiayaan dari masyarakat sudah banyak yang berjatuhan akibat
pencurian semacam itu.
Dalam satu hadits, Rasulullah saw menyebutkan tentang kecintaan Allah
swt kepada orang yang mencari rizki secara halal meskipun ia bersusah
payah dalam mendapatkannya, beliau bersabda:
ِإنَّ للهَ تَعَالىَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى تَعِبًا فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya Allah cinta (senang) melihat hamba-Nya lelah dalam mencari yang halal (HR. Ad Dailami).
Salah satu cara mencari harta yang tidak terhormat adalah dengan meminta atau mengemis kepada orang lain. Karena itu, sebagai muslim jangan sampai meminta atau mengemis agar kita mendapat jaminan surga dari Rasulullah saw sebagaimana sabdanya:
مَنْ يَتَكَفَّلُ لِى أَنْ لاَ يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا وأَتَكَفَّلُ لََهُ بالْجَنَّةِ
Barangsiapa yang menjamin kepadaku bahwa ia tidak meminta sesuatu
kepada orang, aku menjamin untuknya dengan surga (HR. Abu Daud dan
Hakim).
Mengemis Yang Dibolehkan
Pada dasarnya, mengemis termasuk cara mencari harta yang diharamkan
oleh Allah swt, karena itu, mengemis tidak boleh dilakukan oleh seorang
muslim kecuali bila sangat terpaksa, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ قَبِيْصَةَ بْنِ مُخَارِقِ
الْهِلاَلِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَحَمَّلَتُ حَمَالَةً
فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ
فِيْهَا, فَقَالَ: أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ, فَنَأْمُرَ لَكَ
بِهَا. قَالَ: ثُمَّ قَالَ: يَا قَبِيْصَةُ, إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ
تَحِلُّ إِلاَّ ِلأَحَدٍ ثَلاَثَةٍ: رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ
لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ, وَرَجُلٌ
أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ احْتَاجَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ
حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ: سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ.
وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى
الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لقدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاَقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ
الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ: سِدَادًا
مِنْ عَيْشٍ. فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ, سُحْتًا
يًأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
Qabishah bin Mukhariq al Hilal ra berkata: “aku pernah memikul
tanggungan berat (diluar kemampuan), lalu aku datang kepada Rasulullah
saw untuk mengadukan hal itu. Kemudian beliau bersabda: “Tunggulah
sampai ada sedekah yang datang kepada kami lalu kami perintahkan agar
sedekah itu diberikan kepadamu”. Setelah itu beliau bersabda: Hai
Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh kecuali bagi salah
satu dari tiga golongan, yaitu (1) orang yang memikul beban tanggungan
yang berat (diluar kemampuannya), maka dia boleh meminta-minta sehingga
setelah cukup lalu berhenti, tidak meminta-minta lagi. (2) Orang yang
yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, maka dia boleh meminta
sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. (3). Orang yang
tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari
kaumnya menganggapnya benar-benar miskin, makia dia boleh meminta sampai
dia memperoleh sekadar kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari tiga
golongan tersebut hai Qabishah, maka meminta-minta itu haram yang
hasilnya bila dimakan juga juga haram (HR. Muslim).
Dari hadits di atas, dapat kita pahami bahwa mengemis yang dibolehkan
adalah mengemis yang sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam
kehidupan seseorang, itupun tidak boleh menjadi pekerjaan atau profesi,
karena situasi daurat seharusnya tidak berlangsung lama. Lebih jelas,
ada tiga sebab atau keadaan dibolehkannya mengemis bagi seseorang.
Pertama, orang yang memiliki beban hidup yang tidak mampu ditanggungnya
sehingga dengan kesungguhan dan kerja keras ia dapat berusaha dengan
cara lain yang halal untuk bisa memenuhi kebutuhannya.
Dalam kehidupan sekarang, para pengemis bisa jadi berada dalam
keadaan memiliki tanggungan yang berat, namun karena dari mengemis
ternyata banyak yang diperolehnya meskipun tanpa keras keras, maka ia
malah keasyikan sehingga tidak mau berusaha yang lain. Padahal
seandainya seorang ibu yang kita lihat di jalan-jalan untuk mengemis mau
jadi pembantu rumah tangga saja; makan, minum dan tempat tinggal sudah
terjamin, itupun masih mendapatkan upah setiap bulan. Kalau para preman
yang suka memalak mau berusaha dengan cara berdagang minuman ringan dan
makanan kecil saja, maka ia sudah bisa memperoleh uang, kalau orang
cacat diberikan pendidikan ketrampilan yang membuatnya bisa berusaha dan
berkarya, tentu ia tidak akan menunggu belaskasihan orang lain.
Oleh karena itu, setiap orang seharusnya bisa memahami dan menyadari
bahwa semakin lama beban hidup memang semakin besar sehingga seseorang
dituntut untuk meningkatkan semangat bekerja dan berusaha, termasuk di
dalamnya dengan memperbanyak ketrampilan karena semakin banyak
ketrampilan yang dikuasainya, semakin banyak pula pintu rizki yang bisa
dibuka.
Kedua yang dibolehkan mengemis adalah orang yang tertimpa musibah
seperti bencana alam yang menghabiskan hartanya, bahkan untuk sementara
iapun tidak bisa berusaha sebagaimana biasanya. Di negeri kita, bencana
datang silih berganti bahkan ada bencana yang sudah bisa diperkirakan
seperti banjir, tanah longsor, berbagai penyakit yang muncul akibat
perubahan musim dan sebagainya. Kalau pemerintah tanggap dalam masalah
ini, apalagi dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat, mestinya orang
yang tertimpa musibah tidak akan sampai mengemis, anggaran negara dan
pemerintah daerah harus disediakan dalam jumlah yang banyak untuk
menghadapi situasi darurat akibat bencana alam.
Ketiga, Kemiskinan yang diakui oleh masyarakat di sekitarnya bahwa
dia memang miskin sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok saja seperti
makan dan minum ia tidak sanggup lagi memenuhinya. Bila tidak ada
pilihan lain, maka orang yang ditimpa kemiskinan dibolehkan mengemis
sekadar untuk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Namun, kemiskinan
idealnya tidak sampai membuat seseorang menjadi pengemis, tapi orang
yang berkemampuan apalagi pemerintah harus segera membantu masyarakat
yang miskin dengan mendidik masyarakat dan membuka lapangan kerja yang
luas.
Disamping itu, ketika seseorang mau berusaha lalu membutuhkan modal,
maka permodalan bisa diberikan atau dipinjamkan dari dana zakat, infak
dan sedekah atau memang dana yang disediakan oleh pemerintah sehingga
seseorang bisa berusaha dengan cara yang baik dan tidak lagi menjadi
pengemis.
Dengan demikian dalam situasi terpaksa, seseorang dibolehkan mengemis
hanya untuk mendapatkan rizki sekadar bisa memenuhi kebutuhan pokok,
bukan dengan mengemis itu ia menjadi kaya apalagi sampai menipu orang
lain agar ada belas kasihan kepadanya. Orang yang selama ini menjadi
pengemis harus meninggalkan cara mengemis dan secara serius pemerintah
harus memberi perhatian dalam masalah ini.
Oleh karena itu, motivasi dan memberi pemahaman yang utuh untuk
membantu yang lemah harus dibangun kembali, sedangkan mereka yang
mengalami kesulitan hidup harus mau berusaha semaksimal mungkin dan
tidak menjadikan keadaan dirinya sebagai alasan keterpaksanaan untuk
mendapatkan rizki dengan cara yang tidak terhormat.
No comments:
Post a Comment