Monday, April 16, 2018

Saudara Sekandung Yang Rakus Harta Warisan

Hasil gambar untuk harta warisan
Dibelahan dunia harta bagi sebagian besar orang memang teramat sangat menyilaukan. Terkadang prihatin, banyak tali silaturahmi putus karena harta. Banyak orang saling bunuh dengan sesama saudara karena harta. Banyak keluarga terpecah belah karena harta. Terutama tentang harta warisan. Banyak yang memperebutkannya sampai menghalalkan darah orang lain terutama saudaranya sendiri, yang bahkan tak jarang pada saat pewaris harta itu masih hidup sehat, ahli warisnya sudah rebut-ribu sendiri. Dimana letak salahnya yah? Apa karena kurangnya pendidikan agama? 

Karena tentunya agama sudah mengaturnya dengan adil. Apa karena kurangnya penanaman rasa cinta kasih kepada orang lain, kepada saudara kandung, orang tua? Sehingga harta bisa dengan mudah menghapus rasa cinta kasih itu. Atau karena pergaulan? Tak jarang juga karena semisal pengaruh istri/suami, seseorang yang awalnya nerimo menjadi seseorang yang haus akan harta atau bisa juga karena pengaruh saran provokasi seorang pengacara ingin memancing ikan di air keruh. Kata pepatah bijak orang tua dulu, memakan harta orang lain saudara sendiri dengan cara yang tidak baik, itu termasuk perbuatan dosa, dan mengambil hak orang lain itu, sama seperti meminum air laut, semakin diminum semakin haus, pertanyaan untuk kita semua apakah ada orang suka minum air laut? Jawaban, hanya orang tidak sehat akal pikiran saja yang melakukan seperti itu. Namun anehnya di zaman gila sekarang ada saja orang yang melakukan seperti itu. 

Ya ini adalah zaman gila, zaman gila di era globalisasi ini bisa disebut sebagai bagian prototip dari masyarakat konsumer hampir seluruh energinya dipusatkan bagi pelayanan hawa nafsu, nafsu kebendaan, kekuasaan, seksual, ketenaran, popularitas, kecantikan, kebugaran, keindahan, kesenangan, sementara hanya menyisakan sedikit ruang bagi penajaman hati, kebijaksanaan, kesalehan dan pencerahan spiritual. Dimana ekonomi kapitalis merupakan ekonomi bujuk rayu atau ekstasi ekonomi, ekonomi ekstasi adalah sebuah sistem ekonomi dan kehidupan pada umumnya yang melepaskan diri dari kriteria struktural oposisi biner moral/amoral, baik/buruk, nilai guna/nilai tukar, yang disebut juga ekonomi libido yang memanfaatkan potensi kesenangan dan gairah yang tersimpan dalam diri tanpa takut akan tabu dan adat, gunakan dan pertontonkan sebebas-bebasnya keindahan penampilan, kepribadian, wajah, dan tubuh untuk membangkitkan gairah perputaran modal. Uang dengan cepat kehilangan maknanya sebagai sistem ukuran bagi produksi dan nilai di dunia nyata dan penyakit era zaman ini adalah: Konsumerisme, komodifikasi (jualan), dan kekerasan. Dan tentu juga perilaku seperti itu adalah termasuk perbuatan yang tidak disetujui hukum. Karena Indonesia sebagai Negara hukum, dimana hukum sebagai panglima telah jelas-jelas mengatur hal tersebut, secara konstitusional dijelaskan bahwa ahli waris sah tidak boleh dirugikan hak-haknya. Hukum mengatur tegas tentang bagian mutlak ahli waris adalah bagian dari suatu warisan yang tidak dapat dikurangi dengan suatu pemberian semasa hidup atau pemberian dengan testament. Dimana bagian mutlak tersebut yang jika dilanggar oleh ahli waris lain maka berarti juga telah melanggar konstitusional (Undang-undang 1945) dimana Hak-hak tersebut antara lain ditegaskan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 : ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Demikian juga pada pasal Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 : ”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”. Bahkan Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM juga menjamin hak-hak asasi manusia ini, antara lain: Pasal 29 UU HAM : ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.” Demikian juga, pada pasal Pasal 36 UU HAM : ”1. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. 2. Tidak boleh seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.” Maka demikian juga tidak ada satupun orang yang bisa menciderai ahli waris sah, dimana ia sebagai warga Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban hukum dan tanggung jawab untuk menghormati, melindungi, menegakkan hukum serta mentaati peraturan perundang-undangan berlaku. 

Kewajiban dan tanggung jawab ini tidak hanya amanat undang-undang tetapi bahkan merupakan amanat konstitusi, dimana kewajiban konstitusionalnya ditegaskan dalam Pasal 28 I ayat (5) UUD 1945 : “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”. Dengan begitu secara akal sehat sebenar tidak ada perlu dirisaukan diantara sekalian hak para ahli waris, prinsipnya jika mereka punya “good will” mau memahami, mentaati dan patuh hukum, bahwa konteks tentang bagian mutlak adalah bagian dari warisan yang diberikan Undang-Undang kepada ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan ke atas. Dan sebagaimana telah disebutkan dari ketentuan diatas, bahwa bagian mutlak tidak boleh ditetapkan atau dicabut dengan cara apapun oleh pewaris, baik secara hibah-hibah yang diberikan semasa pewaris hidup maupun dengan surat wasiat melalui hibah wasiat (legaat) dan erfstelling. Dalam optik hukum, sudah jelas sekali, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan pada pasal 830 menyatakan : “Pewarisan hanya terjadi karena kematian. (KUHPerd. 3, 472.”). Berikutnya pada pasal 832 (s.d.u. dg. S. 1935-486.) menyatakan : “Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan si suami atau si istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan si suami atau si istri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu. (KUHPerd. 141, 520, 852 dst., 862 dst., 873, 1059, 1126 dst.; S. 1850-3.)” Kemudian pada pasal 833 menyatakan : “Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal. Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka hakim dapat memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan pengadilan. Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan pembuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 257 dst., 270 dst., 528, 541, 584, 852 dst., 866, 874 dst., 955 dst., 1023 dst., 1044 dst., 1051, 1126 dst., 1299, 1318, 1528, 1717, 1730 dst., 1743, 1819, 1826; Rv. 7, 248 dst.)” Berikut pada pasal 914 menyatakan : “Bila pewaris hanya meninggalkan satu orang anak sah dalam garis ke bawah, maka legitime portie itu terdiri dari seperdua dari harta peninggalan yang sedianya akan diterima anak itu pada pewarisan karena kematian. Bila meninggalkan dua orang anak, maka legitime portie untuk tiap-tiap anak adalah dua pertiga bagian dari apa yang sedianya akan diterima masing-masing anak itu pada pewarisan karena kematian. Dalam hal orang yang meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak atau lebih, maka legitime portie itu tiga perempat bagian dari apa yang sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan karena kematian. Dengan sebutan anak-anak dimaksudkan juga keturunan-keturunan mereka dalam derajat keberapa pun; tetapi mereka ini hanya dihitung sebagai pengganti anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan si pewaris. (KUHPerd. 842, 852 dst., 902 dst., 920.)” Kemudian juga pada pasal 939 menyatakan : “Notaris harus menulis atau menyuruh menulis kehendak pewaris dalam kata-kata yang jelas menurut apa adanya yang disampaikan oleh pewaris kepadanya. Bila penyampaian persoalan dilakukan tanpa kehadiran para saksi, dan naskahnya telah disiapkan oleh notaris, maka si pewaris harus mengemukakan lagi kehendaknya seperti apa adanya di hadapan para saksi, sebelum naskah itu dibacakan di hadapan pewaris. Sesudah itu wasiat itu harus dibacakan oleh notaris dalam kehadiran para saksi, dan sesudah pembacaan itu, oleh notaris harus ditanyakan kepada pewaris apakah yang dibacakan itu telah memuat kehendaknya. Bila kehendak pewaris itu dikemukakan dalam kehadiran para saksi dan langsung dituangkan dalam tulisan, maka pembacaan dan pertanyaan seperti di atas harus dilakukan juga dalam kehadiran para saksi. Selanjutnya akta itu harus ditandatangani oleh pewaris, notaris, dan saksi-saksi. Bila pewaris menyatakan tidak dapat melakukan penandatanganan, atau bila dia terhalang dalam hal itu, maka juga pernyataan itu dan sebab halangan harus dicantumkan dalam akta wasiat itu. Setelah dipenuhi segala formalitas itu, hal itu harus dengan tegas dicantumkan dalam surat wasiat itu. (KUHPerd. 944, 953.)”. Lalu timbul pertanyaan, mengapa orang tetap saja ada selalu menyimpangi aturan main hukum tersebut? Jawaban tentunya tidak semua manusia seperti itu. mungkin sebagian besar orang memang seperti yang anda sebutkan. karakter itu dibentuk oleh keadaan lingkungan keluarga, masyarakat, dan sistem yang ada dalam suatu kelompok, misalnya saja pengacara tertentu yang memang ingin memancing ikan di air keruh atau orang tersebut memang jauh dari ajaran agama, tidak sanggup untuk mengamalkan apa yang menjadi perintah dan tidak bisa menjauhi larangan dalam agama, sehingga orang tesebut akan mementingkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan kepentingan saudara atau orang lain. 

Soal Waris Manusia Bisa Lupa Daratan C’est la vie! Itulah hidup, manusia bisa lupa daratan, dimana saudara menjadi orang lain, orang lain menjadi saudara, itulah yang tepat. Betapa kuat pengaruh harta pada manusia. Tak peduli saudara atau anak asuh bahkan kawan, harta dapat menjadi pihak ketiga yang memisahkan hubungan keduanya. Banyak sudah cerita tentang kehidupan tersebut dipertontonkan kepada kita semua dimana ada dua adik tega membunuh kakak kandung karena memperebutkan hartawarisan. Sang kakak berusaha membunuh ibu kandungnya. (sumber,news.liputan6.com, Juli 5, 2002). Petugas Polsek Karangjati, Kepolisian Resor (Polres) Ngawi, Jawa Timur, saat ini sedang menangani kasus perebutan warisan yang berujung pembunuhan di wilayah hukumnya. Kapolsek Karangjati Ajun Komisaris Polisi Lilik, Jumat, mengatakan, kejadian tersebut melibatkan kakak beradik tiri, Saridin (71) dan Sriyatun (65), serta suaminya, Sastro Kardi (74). Ketiganya adalah warga Desa Gempol, Kecamatan Karangjati, Ngawi. Sarto Kardi tewas akibat dibacok kapak oleh Saridin. Sedangkan Sriyatun mengalami luka serius di bagian kepala akibat pukulan yang sama dengan suaminya. Sriyatun kini menjalani perawatan intensif di RSUD dr Soeroto Ngawi (sumber :www.antarajatim.com, 07 Okt 2011). Berebut Warisan, Tewas Bersimbah Darah, Valetinus Pajo (44) tewas bersimbah darah dibunuh keluarganya sendiri ketika terlibat perkelahian merebut lahan persawahan di Desa Lalong, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat (sumber : kompas.com, 1/11/2011). Kemudian, gara-gara perebutan harta warisan, Sunarti (49) dan anaknya Deki Purwanto (29), warga Kota Biltar, Jawa Timur, terpaksa digelandang ke kantor Polsek Kanigoro. (sumber, www.tribunnews.com, 16 Agustus 2013). Polisi berhasil mengamankan pelaku pembunuhan dua orang yang masih serumpun di Desa Galung Lombok, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pembunuhan dilatari perebutan harta warisan. (sumber :www.republika.co.id, 18 November 2013). Bahkan baru-baru ini, sangat sadis, di Bandung, anak bantai orangtua karena harta warisan (sumber, www.merdeka.com, 1 Maret 2014). Kenyataan itulah fakta, Perebutan warisan sepertinya memang tidak bisa dianggap remeh karena dapat mengakibatkan hilangnya nyawa. Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisanseperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Dan tak terbantahkan, banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan. Bagaimana intrik anggota keluarga yang serakah menciderai haknya saudara sendiri, dan barangkali kita masih ingat mengenai tentang perebutan harta dimana Janet dikabarkan menampar putri Michael Jackson, Keluarga Michael Jackson sedang menghadapi sengketa. Para saudara bintang pop itu berebut harta senilai $ 500 juta (setara Rp 4, 74 triliun).Perkembangan terbaru drama tersebut terjadi kemarin malam saat janet Jacksonmenampar putri michael,Paris dan memakinya dengan kata-kata kasar. Michael Jackosn, yang meninggal pada 2009, meninggalkan seluruh hartanya kepada ketiga anaknya dan ibunya serta untuk beberapa badan amal, tetapi tidak memberikannya sepeser pun kepada saudara kandungnya. Ketegangan mulai meningkat setelah beberapa anggota keluarga yang tidak kebagian jatah menuduh surat warisan Michael palsu. Kemudian Putra Tito, TJ,mengajukan perwalian dari ketiga anak Michael Jackson TJ Jackson menulis tweet dukungan kepada Paris, “Mereka tidak adil melakukan ini kepadamu dan saudara-saudaramu. Kita akan tetap berusaha. Aku sayang kamu.” Penguasaan Warisan Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, apabila orang tua masih komplit alias orang tua dua-duanya masih ada terasa hangat dan nyaman. Curahan ini dan itu bisa di bagikan ke kedua orang tua dan orang tua selalu meberikan jalan keluarnya. Misalnya kekurangan ini dan itu orang tua dengan ikhlas akan membantunya. Apabila peristiwa besar tiba dan ngumpul bersama saudara-saudara semuanya berasa terayomi. Saling maaf memaafkan dan kelihatan rukunnya karena kalau ada sesuatu hal selalu diwasiti oleh orang tua. Begitu orang tua sudah tidak ada alias meninggal dunia, menjadi berubah suasananya bisa jadi yang tadinya rukun menjadi tidak rukun gara-gara warisan. Apalagi warisannya banyak ada saja yang berperilaku serakah dan merasa paling berhak dan paling menang. Akhirnya sampai bertahun-tahun bahkan satu persatu mulai ada yang meninggalkan dunia tidak membuat kesadaran buat mereka, perang dingin tetap berjalan terus dan kadang-kadang bergejolah dan memanas. Kasihan orang tuanya yang ada di alam baka yang telah meninggalkannya. Para anak-anaknya tidak bisa rukun gara-gara urusan dunia yaitu rebutan warisan. 

Memang Klasik! Namun itulah warisan jika setan mendekat! Saudara menjadi orang lain, dan orang lain malah menjadi saudara. Saudara yang kaya bertambah kaya, saudara yang miskin awet miskinnya. Kadang malah yang kaya serakah dalam hal warisan, sehingga terjadilah perebutan warisan yang membuat perang saudara yang berkepanjangan dan satron/tidak akur/tidak rukun padahal pada waktu orang tuanya masih hidup sudah dibagi dengan proporsional. Penyakit hati dan sifat buruk manusia itu, pertama Iri hati, dimana Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran.. Kedua, Dengki, dimana Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini sangat berbahaya karena tidak ada orang yang suka dengan orang yang memiliki sifat seperti ini. Ketiga. Provokasi, dimana Provokasi adalah suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar amarah / marah orang tersebut meluap dengan tujuan agar dapat memecah belah persatuan dan tali persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antar sesama. Keempat, Fitnah, dimana Fitnah lebih kejam dari pembunuhan adalah suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat. Kelima. Buruk Sangka, dimana Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas. Keenam, Khianat, dimana Khianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari Ahli Waris Serakah Sebagai Konspirator Intrik penguasaan waris kerap melibatkan instrumentasi hukum atau pengacara atau Notaris, dimana mereka membuat skenario hukum. ada artikel sangat menarik yang ditulis dari wartawan m.sindoweekly-magz.com tentang Pemalsuan Surat berjudul Membongkar Permainan Tiga Hakim. Dimana didalam artikel tersebut dituliskan sosok pencari keadilan bernama Agnestesia Heritna mungkin bisa menjadi momok buat para hakim di Indonesia. Perempuan berusia 49 tahun ini berusaha membongkar aksi bengal tiga pengadil di PN Medan. Selasa dua pekan yang lalu Agnes membawa laporan dugaan surat pemalsuan yang dilakukan Muhammad Nur, SB Hutagalung, dan Sutejo Bomantoro ke Bareskrim Mabes Polri. Menurut kuasa hukumnya, Indra Sahnun Lubis, ketiga hakim tersebut membuat keputusan dengan memasukkan keterangan palsu. “Hal yang diterangkan saksi di pengadilan, di dalam putusannya diubah oleh hakim,” tuturnya kepada SINDO Weekly. Menurut Indra, akibat ulah ketiga hakim tersebut, Akta Jual Beli No.1 bertanggal 4 Oktober 2007 itu menjadi tidak sah. Padahal, akta ini satu-satunya pegangan resmi Ricky, anak Agnes, atas kepemilikan rumah beserta tanah seluas 850 meter persegi di Jalan Siswondo Parman, Gang Soor No.207, Medan. Indra bilang dalam salinan putusan perkara perdata bertanggal 17 September itu terurai keterangan yang berbeda dengan yang diutarakan saat persidangan oleh saksi. Misalnya, keterangan saksi Elly Tjandra yang sebenarnya menguatkan Akta Jual Beli No.1 itu berkekuatan hukum, malah dibuat menjadi coretan kertas tak berarti. Saksi Elly memastikan tidak benar jual beli rumah sengketa tersebut hanya formalitas. Namun, dalam surat yang dikeluarkan hakim, dinyatakan akta itu hanya formalitas saja. “Ada lagi keterangan dari Reny Sonti Hutabarat yang menjelaskan akta itu dibuat untuk jual beli tapi dalam ketikan putusan malah ditulis untuk kompensasi. Ini jelas berbeda,” beber Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) itu. Indra sebagai salah satu advokat yang kerap menyebut pengadilan lebih korup ketimbang Polri, tak lupa mengkritik celah dalam peradilan perdata. “Perkara perdata yang diadukan ke pengadilan tipis kemungkinannya dikabulkan kalau tidak pakai suap,” paparnya. Dalam kasus ini, lanjutnya, para hakim malah tak mau bertanggung jawab dan berusaha mengambinghitamkan panitera. “Waktu terbongkar, hakim bertentangan dengan panitera yang menyalin berita acara sidang,” tambahnya. Ulah para hakim yang murni tindakan pidana (menurut Pasal 263) membuat para pelapor lebih suka membawanya ke kantor polisi. Indra khawatir kalau pengaduan ini disampaikan ke Mahkamah Agung (MA) hanya akan dipetieskan. “Begitu banyak laporan masyarakat ke MA yang tidak ditindak,” tuturnya. Akan tetapi, Indra tak mau salah langkah. Dua hari setelah ke Mabes Polri, dia menemani Agnes memasukkan laporan pelanggaran kepada MA dan Komisi Yudisial (KY). “Saya ingin polisi dan KY langsung memproses. Saya juga minta MA memecat hakim-hakim yang menerima suap ataupun yang melakukan pelanggaran,” tegasnya. Ketika dikonfirmasi soal laporan tersebut, Kepala Biro Humas MA merasa belum mendapat kabar. “Ada banyak aduan. Saya tidak bisa lihat satu-satu. Namun, yang berhubungan dengan profesionalisme kerja hakim akan ditangani badan pengawasan,” tuturnya kepada Ferdi Christian dari SINDO Weekly Selasa pekan ini. Sementara, hakim yang dilaporkan tidak menjawab saat hendak dikonfirmasi. Hakim Muhammad Nur, misalnya, tak menjawab pesan yang dikirimkan ke telepon selulernya. Kabarnya, dia sedang cuti. Laporan Agnes tersebut terjadi sebagai buntut perebutan rumah warisan. Dalam perkara ini ia melawan kakak iparnya, Stephen Chandra Harris. Rumah beserta sepetak tanah itu awalnya dimiliki almarhum Cheong Nam Sam alias Hasan Chandra yang mempunyai tujuh anak, termasuk Stephen dan David Chandra, suami Agnes. David sebagai anak bontot kerap membantu biaya pengobatan ayahnya, sehingga diberi kepercayaan memegang akta jual beli tanah yang disengketakan. Singkat kata, pada 2007, David dikabarkan membeli harta warisan itu dengan menyerahkan uang sebesar Rp350 juta kepada abangnya, Stephen. “Rumah itu dijual atas nama Ricky karena David sudah banyak mengeluarkan biaya untuk kebutuhan ayah dan ibu kami,” ungkap Elly Chandra selaku anak sulung. Nah, surat berharga itu lalu dibawa David. Sayangnya, Maret 2011 dia meninggal dunia. Stephen yang juga dipanggil Hendrik mengklaim harta itu miliknya. Ia berani lantaran ayahnya pernah mengalihkan akta jual beli menjadi Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Kerugian pada 1993. Namun, ibu mereka ingin warisan itu dimiliki oleh David. Sejak itu benih sengketa masuk dalam dua kubu meski keluarga sudah mencoba mendamaikan dengan jalan kekeluargaan. Ricky, ahli waris David, beserta ibunya kini sudah mengajukan gugatan balik di PN Medan. “Namun, sampai sekarang Stephen malah kabur,” sebut Indra. Dia pun merasa pengaduan ke polisi buat tiga hakim itu bukan terkait soal isi sidang rebutan warisan. “Yang dipermasalahkan sekarang hanya kelakuan hakim memalsukan keterangan saksi. Itu melanggar hukum,” tuturnya berapi-api. Beberapa kali gagal menemui tiga hakim yang dituduh, Indra lantas menemui Ketua PN Medan, Erwin Mangatas, Sabtu pekan lalu. “Saya bilang, kalau bapak tidak mengusut perkara ini, berarti bapak tidak menempatkan keadilan untuk keadilan. Sebab, kami juga mendapatkan informasi jika bapak menerima bagian dalam perkara ini,” celetuknya. Dia bahkan menuding mafia hukum para hakim di Medan memang ada. Buktinya, ada hakim pengawas daerah tapi Indra merasa tak pernah mendengar ada hukuman buat hakim bandel. “Ini pembiaran. Jangan kita biarkan,” serunya. Bisa jadi Indra benar. Dugaan pelanggaran buat tiga hakim di Medan memang menambah catatan buruk perilaku sang pengadil. Agustus lalu Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan juga melaporkan tiga hakim dari PNMedan lainnya. Sementara, dari catatan KY, Sumatera Utara terbilang produktif melahirkan hakim nakal. Provinsi ini posisinya naik ke urutan ketiga sebagai lumbung hakim pelanggar kode etik dari urutan tahun lalu yang hanya bertengger di posisi ke lima. Posisi terburuk tahun ini ditempati hakim DKI Jakarta, kemudian Jawa Timur. Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar, menegaskan sudah ada 76 laporan yang masuk. “Berada di urutan ketiga itu berarti ada kemerosotan. Pada 2012 Sumatera Utara masih menempati urutan kelima,” pungkas dia. Dalam konteks tersebut terjadi diatas ada titik singgung persamaan, maka oleh karena itu Penulis sengaja ingin menorehkan juga cerita nyata tentang keluarga Haryanti di Jakarta, misalnya. Dimana dulu mereka mempunyai permasalahan seputar warisan terpendam sejak 7 tahun yang lalu. Awalnya keluarga ini tidak mau membawa masalah ini ke meja hijau tapi sayangnya, ada ahli waris lain kakak kandungnya sendiri bernama Soerjani yang beritikad buruk. Karena itu keluarga tersebut akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur hukum. Konspirasi dimulai dengan perekayasaan kasus perkara pidana “pencurian hanya sebuah kunci pintu rumah tidak masuk diakal” yang dilakukan oleh kakaknya dengan dibantu bersama pengacaranya Taripar Simanjuntak SH merupakan staf dari kantor hukum Rudy Lontoh & Partners melakukan pelaporan pidana mendampingi orang tua prempuan sudah tua renta ternyata dipaksa ditakut-takuti oleh kakaknya, dan perkara sangat tidak masuk akal lagi ketika seorang pembantu rumah tangga yang gajinya hanya cuma ratusan ribu per bulan kemudian di dalam pemeriksaan memberatkan posisi adiknya tersebut didampingi oleh pengacara tersebut, maka timbul pertanyaan berapa pengacara itu dibayar? Dari mana uang seorang pembantu bisa membayar pengacara tersebut? Aneh bin ajaib seorang pembantu didampingi pengacara jika hanya cuma sebagai saksi? Dan ternyata otak dibelakang itu semua adalah kakaknya yang punya motif mau menguasasi harta semuanya. Dalam permainan catur, langkah kakaknya bersama pengacaranya sangat jitu sekali, tujuan dari perekayasaan kasus tersebut agar adiknya terbukti dan meyakinkan telah mencelakakan Pewaris sehingga akhirnya ia dianggap tidak patut jadi ahli waris karena dipersalahkan secara hukum. Sebagaimana menurut pasal 838 . (s.d.u. dg. S. 1917-497.) menyatakan : “Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah: 1?. dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu; (KUHP 53, 338, 340.) 2?. dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi; (KUHPerd. 1372 dst.; Sv. 7 dst., IR. 44; KUHP 311, 317.) 3?. dia yang telah menghalangi orang yang meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; (KUHPerd. 875, 992 dst.) 4?. dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu. (KUHPerd. 833, 839, 912.)”. Demikian juga pada pada pasal 839 yang menyatakan : “Ahli waris yang tidak mungkin untuk mendapat warisan karena tidak pantas, wajib mengembalikan segala hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak terbukanya warisan itu. (KUHPerd. 579.)” Model pengacara seperti itu banyak sekali, dan kelakuan model pengacara seperti itu tepat sekali jika apa yang dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqqodas, itu adalah “Pengacara yang bermental jongos, apa pun permintaan kliennya dituruti. Itu sangat merusak hukum dan proses penegakan hukum,” kata Busyro, seusai seminar bertajuk Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi di Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman (Undaris) di Ungaran, Kabupaten Semarang. Menurut Busyro, walaupun menangani kasus korupsi, pengacara tidak boleh memutarbalikkan fakta. Jika bertemu dengan fakta, fakta itu harus diproses, bukan dibolak-balik. “Saat ini, kalau pengacara membela klien, hukum diputarbalikkan semau nafsunya. Itu bukan pengacara, nggak profesional. Hartanya jelas nggak barokah,” kata Busyro. (sumber, kompas.com , 21 Januari 2012). Meski pada kenyataan yang jahat itu akan dikalahkan oleh kebenaran, dimana kemudian ketua majelis hakim PT DKI, Parwoto Wignjosumarto SH, dalam Surat Pemberitahuan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tanggal 13 Maret 2009 nomor 69 / PID / 2009 / PT DKI, yang amar putusannya menyatakan bahwa majelis hakim membatalkan putusan PN Jaksel nomor 994/PID.B/2008/PN Jakarta Selatan, menyatakan dakwaan kesatu penuntut umum batal demi hukum, Menyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan kedua dari penuntut umum, Membebaskan adiknya dari dakwaan kedua penuntut umum tersebut, Memulihkan hak dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, dan Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada negara. Demikian pula, di Mahkamah Agung dalam putusannya No. 1300/Pid/ 2009 menyatakan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Tersebut tidak dapat diterima. Sekarang ini setelah orang tua perempuan meninggal dunia, kakak bersama pengacaranya Taripar simanjuntak tetap saja merekayasa kasus, dimana peninggalan dari almarhumah dikuasasi semua, dan sehingga timbul perkara hukum di PN Jakarta Barat nomor perkara 320, dan diputus dan perkara tersebut sekarang pada tingkat banding. Intrik penguasaan waris kali ini dengan melibatkan instrumentasi hukum atau pengacara atau Notaris, dimana mereka membuat skenario hukum.mengenai perjanjian Akta Persetujuan Dan Kuasa dibuat oleh Notaris. Adiknya kedua kali lagi dilicikkan yang semula pada prinsipnya untuk melindungi dan menjaga kelangsungan hidup Almarhumah saat itu sakit parah komplikasi sehingga urusan-urusan lain berkaitan dengan keuangan diserahkan kepada kakaknya.. Semakin aneh lagi proses persidangan, seharus Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum ternyata tidak ada nilai momentum sebagai pilar utama penegakan hokum sejatinya. Timbul pertanyaan, ada apa ini semua? Hakim seharus berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegrasi tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap professional. ”Majelis Hakim yang terdiri Harijanto, SH, MH (Hakim Ketua), Sigit Hariyanto, SH, MH (Hakim Anggota), dan Julien Mamahit, SH (Hakim Anggota), Dan salah satu anggota hakim bernama Sigit Hariyanto, SH, MH menggunakan kamera video merekam saat sidang berlangsung dan kemudian persidangan tersebut ditutup tanpa ada agenda jadwal sidang berikutnya oleh Ketua Majelis bernama Harijanto, SH, MH. Yang tidak dapat diterima akal sehat bahwa kenyataan setelah orang tua meninggal dunia dimana kakaknya Soerjani sebagai penerima kuasa bersifat mutlak kuasanya kerena tidak dapat dicabut kembali oleh Pemberi Kuasanya, bahkan bila si Pemberi Kuasa meninggal sekalipun. Dimana kemudian kakaknya secara nyata menyalahgunakan kepentingan kuasa tersebut dengan menghilangkan hak bagian mutlak adiknya sebagai ahli waris lain sah dari Almarhurmah. Padahal kakaknya sebagai penerima kuasa bersifat mutlak terlarang karena Surat Kuasa Mutlak (irrevocable power of attorney) pada saat ini tidak diperbolehkan lagi yaitu berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Maret 1982 nomor 14/1982 jo Jurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 14 April 1988 nomor 2584. Pembuatan kuasa mutlak ini sebelumnya banyak disalah gunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan kata lain, surat kuasa mutlak tersebut tidak dapat dan tidak boleh dipraktekan karena tidak sejalan dengan undang-undang yang berlaku. Analisa hukum paling sederhanapun akan mengatakan bahwa mengingat kekuasaan berasal dari pihak pemberi kuasa, dengan meninggalnya pemberi kuasa, maka kekuasaan yang telah diberikan kepada orang lain yang berasal dari dirinyapun akan hilang dengan sendirinya Timbul pertanyaan mengapa “sense of crisis” majelis hakim tersebut tetap saja dalam putusannya mengabaikan hal fundamesntalisme hukum tersebut? Jawaban, Aneh ! Dalam kaitan itu, maka tepat sekali apa yang dikemukakan oleh Mantan Ketua Komisi Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengakui masih banyak hakim yang belum memahami dan menjalankan kode etik. “Kode etik hanya sebatas pengetahuan, belum menjadi kebiasaan para hakim,” (sumber : www.tempo.co, 7 Maret 2014). Singkatnya, ilustrasi diatas hanya satu dari banyak masalah harta waris. Dalam alur cerita diatas penulis memulai kisahnya dengan permasalahan dari harta waris orang tua laki-laki yang dipaksa minta dibuka waris oleh kakaknya dan kemudian harta waris orang tua perempuan setelah meninggal dunia yang dikuasai oleh kakaknya. Meski saudara kandung, sifat dan nasib mereka bagai bumi dan langit. Soerjani adalah kakak kaya yang serakah. Sementara Haryanti, adik yang kerap ngalah, dan menerima. Kakaknya yang banyak harta tetap saja berupaya mengambil alih penguasaan semua peninggalan orang tua mereka untuk adiknya. Adiknya tak merelakannya. Ia merasa, harta waris tersebut adalah haknya, sekaligus sumber penghidupannya. Perselisihan tak berhenti pada mereka. Anak asuh Dodo dan Yeti, turut berperan dalam keruh persoalan tersebut. Namun Yeti sebagaimana sifat yang sering ditunjukkan kalangan berada: lebih suka menabur angkuh kericuhan. Sedangkan Dodo adalah laki-laki acuh tak acuh. Tanpa persetujuan Adiknya, rumah warisan almarhumah dulu ditempati itu disertifikat atas nama kakaknya. Adiknya tak terima. Ia meminta kakaknya mengembalikan kembali rumah seperti semula. Namun dengan penuh kelicikan kakanya Soerjani dibantu pengacara Cs-nya Taripar Simanjuntak SH, Manuarang Manalu SH & Mangapul Sitorus, SH mereka semua bersekutu di kantor hukum Rudy Lontoh & Partners, kakaknya bertahan mengklaim itu adalah miliknya. Naif memang naif kita melihatnya, bagaimana harta berperan sebagai dalang yang memorak-porandakan hubungan persaudaraan. Perseteruan antara keserahan kakak terhadap adik terus berlangsung. Tak ada yang abadi di dunia ini, meski seseorang bergelimang harta sekali pun. Begitulah pesan lain dari penulis. kakaknya yang kaya raya akhirnya tumbang juga oleh takdir. Semoga sebelum Ia meninggal dan sebelum nyawanya terangkat, ia akan menulis wasiat berisi permintaan maaf kepada Adiknya atas kejahatannya semasa hidup. Pada suatu ketika Sakaratul maut mengantarkan kesadarannya akan ketamakan kakaknya ia lakukan....(sumber : tulisan Amstrong Sembiring pernah dimuat di media online balytra & lensa indonesia).

No comments:

Post a Comment

Dukhon

Saat ini di dunia dan juga tentu saja termasuk indonesia, sedang perjadi pandemi yang berasal dari corona. Nama legkapnya virus corona. Ata...