Dibelahan dunia harta bagi sebagian besar orang memang teramat sangat
menyilaukan. Terkadang prihatin, banyak tali silaturahmi putus karena
harta. Banyak orang saling bunuh dengan sesama saudara karena harta.
Banyak keluarga terpecah belah karena harta.
Terutama tentang harta warisan. Banyak yang memperebutkannya sampai
menghalalkan darah orang lain terutama saudaranya sendiri, yang bahkan
tak jarang pada saat pewaris harta itu masih hidup sehat, ahli warisnya
sudah rebut-ribu sendiri. Dimana letak salahnya yah? Apa karena
kurangnya pendidikan agama?
Karena tentunya agama sudah mengaturnya
dengan adil.
Apa karena kurangnya penanaman rasa cinta kasih kepada orang lain,
kepada saudara kandung, orang tua? Sehingga harta bisa dengan mudah
menghapus rasa cinta kasih itu. Atau karena pergaulan? Tak jarang juga
karena semisal pengaruh istri/suami, seseorang yang awalnya nerimo
menjadi seseorang yang haus akan harta atau bisa juga karena pengaruh
saran provokasi seorang pengacara ingin memancing ikan di air keruh.
Kata pepatah bijak orang tua dulu, memakan harta orang lain saudara
sendiri dengan cara yang tidak baik, itu termasuk perbuatan dosa, dan
mengambil hak orang lain itu, sama seperti meminum air laut, semakin
diminum semakin haus, pertanyaan untuk kita semua apakah ada orang suka
minum air laut? Jawaban, hanya orang tidak sehat akal pikiran saja yang
melakukan seperti itu. Namun anehnya di zaman gila sekarang ada saja
orang yang melakukan seperti itu.
Ya ini adalah zaman gila, zaman gila di era globalisasi ini bisa disebut
sebagai bagian prototip dari masyarakat konsumer hampir seluruh
energinya dipusatkan bagi pelayanan hawa nafsu, nafsu kebendaan,
kekuasaan, seksual, ketenaran, popularitas, kecantikan, kebugaran,
keindahan, kesenangan, sementara hanya menyisakan sedikit ruang bagi
penajaman hati, kebijaksanaan, kesalehan dan pencerahan spiritual.
Dimana ekonomi kapitalis merupakan ekonomi bujuk rayu atau ekstasi
ekonomi, ekonomi ekstasi adalah sebuah sistem ekonomi dan kehidupan pada
umumnya yang melepaskan diri dari kriteria struktural oposisi biner
moral/amoral, baik/buruk, nilai guna/nilai tukar, yang disebut juga
ekonomi libido yang memanfaatkan potensi kesenangan dan gairah yang
tersimpan dalam diri tanpa takut akan tabu dan adat, gunakan dan
pertontonkan sebebas-bebasnya keindahan penampilan, kepribadian, wajah,
dan tubuh untuk membangkitkan gairah perputaran modal. Uang dengan cepat
kehilangan maknanya sebagai sistem ukuran bagi produksi dan nilai di
dunia nyata dan penyakit era zaman ini adalah: Konsumerisme,
komodifikasi (jualan), dan kekerasan.
Dan tentu juga perilaku seperti itu adalah termasuk perbuatan yang tidak
disetujui hukum. Karena Indonesia sebagai Negara hukum, dimana hukum
sebagai panglima telah jelas-jelas mengatur hal tersebut, secara
konstitusional dijelaskan bahwa ahli waris sah tidak boleh dirugikan
hak-haknya. Hukum mengatur tegas tentang bagian mutlak ahli waris adalah
bagian dari suatu warisan yang tidak dapat dikurangi dengan suatu
pemberian semasa hidup atau pemberian dengan testament.
Dimana bagian mutlak tersebut yang jika dilanggar oleh ahli waris lain
maka berarti juga telah melanggar konstitusional (Undang-undang 1945)
dimana Hak-hak tersebut antara lain ditegaskan dalam Pasal 28G ayat (1)
UUD 1945 : ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasi.” Demikian juga pada pasal Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 : ”Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”.
Bahkan Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM juga menjamin hak-hak
asasi manusia ini, antara lain: Pasal 29 UU HAM : ”Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak
miliknya.” Demikian juga, pada pasal Pasal 36 UU HAM : ”1. Setiap orang
berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang
lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan
cara yang tidak melanggar hukum. 2. Tidak boleh seorangpun boleh
dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.”
Maka demikian juga tidak ada satupun orang yang bisa menciderai ahli
waris sah, dimana ia sebagai warga Negara Republik Indonesia memiliki
kewajiban hukum dan tanggung jawab untuk menghormati, melindungi,
menegakkan hukum serta mentaati peraturan perundang-undangan berlaku.
Kewajiban dan tanggung jawab ini tidak hanya amanat undang-undang tetapi
bahkan merupakan amanat konstitusi, dimana kewajiban konstitusionalnya
ditegaskan dalam Pasal 28 I ayat (5) UUD 1945 : “Untuk menegakkan dan
melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”.
Dengan begitu secara akal sehat sebenar tidak ada perlu dirisaukan
diantara sekalian hak para ahli waris, prinsipnya jika mereka punya
“good will” mau memahami, mentaati dan patuh hukum, bahwa konteks
tentang bagian mutlak adalah bagian dari warisan yang diberikan
Undang-Undang kepada ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan ke atas.
Dan sebagaimana telah disebutkan dari ketentuan diatas, bahwa bagian
mutlak tidak boleh ditetapkan atau dicabut dengan cara apapun oleh
pewaris, baik secara hibah-hibah yang diberikan semasa pewaris hidup
maupun dengan surat wasiat melalui hibah wasiat (legaat) dan
erfstelling.
Dalam optik hukum, sudah jelas sekali, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menjelaskan pada pasal 830 menyatakan : “Pewarisan hanya terjadi karena
kematian. (KUHPerd. 3, 472.”). Berikutnya pada pasal 832 (s.d.u. dg. S.
1935-486.) menyatakan : “Menurut undang-undang, yang berhak menjadi
ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang
maupun yang di luar perkawinan, dan si suami atau si istri yang hidup
terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah
dan si suami atau si istri yang hidup terlama tidak ada, maka semua
harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang
orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi
untuk itu. (KUHPerd. 141, 520, 852 dst., 862 dst., 873, 1059, 1126 dst.;
S. 1850-3.)”
Kemudian pada pasal 833 menyatakan : “Para ahli waris, dengan
sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak
dan semua piutang orang yang meninggal. Bila ada perselisihan tentang
siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian berhak
memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka hakim dapat
memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu
dalam penyimpanan pengadilan.
Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh
hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta
peninggalan itu, dan memerintahkan pembuatan perincian harta itu, dalam
bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan
pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan
bunga. (KUHPerd. 257 dst., 270 dst., 528, 541, 584, 852 dst., 866, 874
dst., 955 dst., 1023 dst., 1044 dst., 1051, 1126 dst., 1299, 1318, 1528,
1717, 1730 dst., 1743, 1819, 1826; Rv. 7, 248 dst.)”
Berikut pada pasal 914 menyatakan : “Bila pewaris hanya meninggalkan
satu orang anak sah dalam garis ke bawah, maka legitime portie itu
terdiri dari seperdua dari harta peninggalan yang sedianya akan diterima
anak itu pada pewarisan karena kematian. Bila meninggalkan dua orang
anak, maka legitime portie untuk tiap-tiap anak adalah dua pertiga
bagian dari apa yang sedianya akan diterima masing-masing anak itu pada
pewarisan karena kematian.
Dalam hal orang yang meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak atau
lebih, maka legitime portie itu tiga perempat bagian dari apa yang
sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan karena kematian. Dengan
sebutan anak-anak dimaksudkan juga keturunan-keturunan mereka dalam
derajat keberapa pun; tetapi mereka ini hanya dihitung sebagai pengganti
anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan si pewaris. (KUHPerd.
842, 852 dst., 902 dst., 920.)”
Kemudian juga pada pasal 939 menyatakan : “Notaris harus menulis atau
menyuruh menulis kehendak pewaris dalam kata-kata yang jelas menurut apa
adanya yang disampaikan oleh pewaris kepadanya. Bila penyampaian
persoalan dilakukan tanpa kehadiran para saksi, dan naskahnya telah
disiapkan oleh notaris, maka si pewaris harus mengemukakan lagi
kehendaknya seperti apa adanya di hadapan para saksi, sebelum naskah itu
dibacakan di hadapan pewaris.
Sesudah itu wasiat itu harus dibacakan oleh notaris dalam kehadiran para
saksi, dan sesudah pembacaan itu, oleh notaris harus ditanyakan kepada
pewaris apakah yang dibacakan itu telah memuat kehendaknya. Bila
kehendak pewaris itu dikemukakan dalam kehadiran para saksi dan langsung
dituangkan dalam tulisan, maka pembacaan dan pertanyaan seperti di atas
harus dilakukan juga dalam kehadiran para saksi.
Selanjutnya akta itu harus ditandatangani oleh pewaris, notaris, dan
saksi-saksi. Bila pewaris menyatakan tidak dapat melakukan
penandatanganan, atau bila dia terhalang dalam hal itu, maka juga
pernyataan itu dan sebab halangan harus dicantumkan dalam akta wasiat
itu. Setelah dipenuhi segala formalitas itu, hal itu harus dengan tegas
dicantumkan dalam surat wasiat itu. (KUHPerd. 944, 953.)”.
Lalu timbul pertanyaan, mengapa orang tetap saja ada selalu menyimpangi
aturan main hukum tersebut? Jawaban tentunya tidak semua manusia seperti
itu. mungkin sebagian besar orang memang seperti yang anda sebutkan.
karakter itu dibentuk oleh keadaan lingkungan keluarga, masyarakat, dan
sistem yang ada dalam suatu kelompok, misalnya saja pengacara tertentu
yang memang ingin memancing ikan di air keruh atau orang tersebut memang
jauh dari ajaran agama, tidak sanggup untuk mengamalkan apa yang
menjadi perintah dan tidak bisa menjauhi larangan dalam agama, sehingga
orang tesebut akan mementingkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan
kepentingan saudara atau orang lain.
Soal Waris Manusia Bisa Lupa Daratan
C’est la vie! Itulah hidup, manusia bisa lupa daratan, dimana saudara
menjadi orang lain, orang lain menjadi saudara, itulah yang tepat.
Betapa kuat pengaruh harta pada manusia. Tak peduli saudara atau anak
asuh bahkan kawan, harta dapat menjadi pihak ketiga yang memisahkan
hubungan keduanya. Banyak sudah cerita tentang kehidupan tersebut
dipertontonkan kepada kita semua dimana ada dua adik tega membunuh kakak
kandung karena memperebutkan hartawarisan.
Sang kakak berusaha membunuh ibu kandungnya. (sumber,news.liputan6.com,
Juli 5, 2002). Petugas Polsek Karangjati, Kepolisian Resor (Polres)
Ngawi, Jawa Timur, saat ini sedang menangani kasus perebutan warisan
yang berujung pembunuhan di wilayah hukumnya. Kapolsek Karangjati Ajun
Komisaris Polisi Lilik, Jumat, mengatakan, kejadian tersebut melibatkan
kakak beradik tiri, Saridin (71) dan Sriyatun (65), serta suaminya,
Sastro Kardi (74). Ketiganya adalah warga Desa Gempol, Kecamatan
Karangjati, Ngawi.
Sarto Kardi tewas akibat dibacok kapak oleh Saridin. Sedangkan Sriyatun
mengalami luka serius di bagian kepala akibat pukulan yang sama dengan
suaminya. Sriyatun kini menjalani perawatan intensif di RSUD dr Soeroto
Ngawi (sumber :www.antarajatim.com, 07 Okt 2011). Berebut Warisan, Tewas
Bersimbah Darah, Valetinus Pajo (44) tewas bersimbah darah dibunuh
keluarganya sendiri ketika terlibat perkelahian merebut lahan persawahan
di Desa Lalong, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat (sumber :
kompas.com, 1/11/2011). Kemudian, gara-gara perebutan harta warisan,
Sunarti (49) dan anaknya Deki Purwanto (29), warga Kota Biltar, Jawa
Timur, terpaksa digelandang ke kantor Polsek Kanigoro.
(sumber, www.tribunnews.com, 16 Agustus 2013). Polisi berhasil
mengamankan pelaku pembunuhan dua orang yang masih serumpun di Desa
Galung Lombok, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi
Barat. Pembunuhan dilatari perebutan harta warisan. (sumber
:www.republika.co.id, 18 November 2013). Bahkan baru-baru ini, sangat
sadis, di Bandung, anak bantai orangtua karena harta warisan (sumber,
www.merdeka.com, 1 Maret 2014).
Kenyataan itulah fakta, Perebutan warisan sepertinya memang tidak bisa
dianggap remeh karena dapat mengakibatkan hilangnya nyawa. Hubungan
persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisanseperti
rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Dan tak terbantahkan,
banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti
masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil
atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum
yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan.
Bagaimana intrik anggota keluarga yang serakah menciderai haknya saudara
sendiri, dan barangkali kita masih ingat mengenai tentang perebutan
harta dimana Janet dikabarkan menampar putri Michael Jackson, Keluarga
Michael Jackson sedang menghadapi sengketa. Para saudara bintang pop
itu berebut harta senilai $ 500 juta (setara Rp 4, 74
triliun).Perkembangan terbaru drama tersebut terjadi kemarin malam saat
janet Jacksonmenampar putri michael,Paris dan memakinya dengan
kata-kata kasar.
Michael Jackosn, yang meninggal pada 2009, meninggalkan seluruh hartanya
kepada ketiga anaknya dan ibunya serta untuk beberapa badan amal,
tetapi tidak memberikannya sepeser pun kepada saudara kandungnya.
Ketegangan mulai meningkat setelah beberapa anggota keluarga yang tidak
kebagian jatah menuduh surat warisan Michael palsu. Kemudian Putra Tito,
TJ,mengajukan perwalian dari ketiga anak Michael Jackson TJ Jackson
menulis tweet dukungan kepada Paris, “Mereka tidak adil melakukan ini
kepadamu dan saudara-saudaramu. Kita akan tetap berusaha. Aku sayang
kamu.”
Penguasaan Warisan
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, apabila orang tua masih komplit
alias orang tua dua-duanya masih ada terasa hangat dan nyaman. Curahan
ini dan itu bisa di bagikan ke kedua orang tua dan orang tua selalu
meberikan jalan keluarnya. Misalnya kekurangan ini dan itu orang tua
dengan ikhlas akan membantunya. Apabila peristiwa besar tiba dan ngumpul
bersama saudara-saudara semuanya berasa terayomi.
Saling maaf memaafkan dan kelihatan rukunnya karena kalau ada sesuatu
hal selalu diwasiti oleh orang tua. Begitu orang tua sudah tidak ada
alias meninggal dunia, menjadi berubah suasananya bisa jadi yang tadinya
rukun menjadi tidak rukun gara-gara warisan. Apalagi warisannya banyak
ada saja yang berperilaku serakah dan merasa paling berhak dan paling
menang. Akhirnya sampai bertahun-tahun bahkan satu persatu mulai ada
yang meninggalkan dunia tidak membuat kesadaran buat mereka, perang
dingin tetap berjalan terus dan kadang-kadang bergejolah dan memanas.
Kasihan orang tuanya yang ada di alam baka yang telah meninggalkannya.
Para anak-anaknya tidak bisa rukun gara-gara urusan dunia yaitu rebutan
warisan.
Memang Klasik! Namun itulah warisan jika setan mendekat!
Saudara menjadi orang lain, dan orang lain malah menjadi saudara.
Saudara yang kaya bertambah kaya, saudara yang miskin awet miskinnya.
Kadang malah yang kaya serakah dalam hal warisan, sehingga terjadilah
perebutan warisan yang membuat perang saudara yang berkepanjangan dan
satron/tidak akur/tidak rukun padahal pada waktu orang tuanya masih
hidup sudah dibagi dengan proporsional.
Penyakit hati dan sifat buruk manusia itu, pertama Iri hati, dimana Iri
hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat
yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya.
Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran islam adalah iri dalam hal
berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat
menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta
di jalan kebenaran..
Kedua, Dengki, dimana Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang
lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini
sangat berbahaya karena tidak ada orang yang suka dengan orang yang
memiliki sifat seperti ini.
Ketiga. Provokasi, dimana Provokasi adalah suatu sifat yang ingin selalu
berusaha mempengaruhi orang lain agar amarah / marah orang tersebut
meluap dengan tujuan agar dapat memecah belah persatuan dan tali
persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antar sesama.
Keempat, Fitnah, dimana Fitnah lebih kejam dari pembunuhan adalah suatu
kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi
seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi
tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat.
Kelima. Buruk Sangka, dimana Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau
menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas.
Keenam, Khianat, dimana Khianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau
mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya.
Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah
ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang
disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk
mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari
Ahli Waris Serakah Sebagai Konspirator
Intrik penguasaan waris kerap melibatkan instrumentasi hukum atau
pengacara atau Notaris, dimana mereka membuat skenario hukum. ada
artikel sangat menarik yang ditulis dari wartawan m.sindoweekly-magz.com
tentang Pemalsuan Surat berjudul Membongkar Permainan Tiga Hakim.
Dimana didalam artikel tersebut dituliskan sosok pencari keadilan
bernama Agnestesia Heritna mungkin bisa menjadi momok buat para hakim di
Indonesia.
Perempuan berusia 49 tahun ini berusaha membongkar aksi bengal tiga
pengadil di PN Medan. Selasa dua pekan yang lalu Agnes membawa laporan
dugaan surat pemalsuan yang dilakukan Muhammad Nur, SB Hutagalung, dan
Sutejo Bomantoro ke Bareskrim Mabes Polri. Menurut kuasa hukumnya, Indra
Sahnun Lubis, ketiga hakim tersebut membuat keputusan dengan memasukkan
keterangan palsu.
“Hal yang diterangkan saksi di pengadilan, di dalam putusannya diubah
oleh hakim,” tuturnya kepada SINDO Weekly. Menurut Indra, akibat ulah
ketiga hakim tersebut, Akta Jual Beli No.1 bertanggal 4 Oktober 2007 itu
menjadi tidak sah. Padahal, akta ini satu-satunya pegangan resmi Ricky,
anak Agnes, atas kepemilikan rumah beserta tanah seluas 850 meter
persegi di Jalan Siswondo Parman, Gang Soor No.207, Medan.
Indra bilang dalam salinan putusan perkara perdata bertanggal 17
September itu terurai keterangan yang berbeda dengan yang diutarakan
saat persidangan oleh saksi. Misalnya, keterangan saksi Elly Tjandra
yang sebenarnya menguatkan Akta Jual Beli No.1 itu berkekuatan hukum,
malah dibuat menjadi coretan kertas tak berarti. Saksi Elly memastikan
tidak benar jual beli rumah sengketa tersebut hanya formalitas.
Namun, dalam surat yang dikeluarkan hakim, dinyatakan akta itu hanya
formalitas saja. “Ada lagi keterangan dari Reny Sonti Hutabarat yang
menjelaskan akta itu dibuat untuk jual beli tapi dalam ketikan putusan
malah ditulis untuk kompensasi. Ini jelas berbeda,” beber Presiden
Kongres Advokat Indonesia (KAI) itu.
Indra sebagai salah satu advokat yang kerap menyebut pengadilan lebih
korup ketimbang Polri, tak lupa mengkritik celah dalam peradilan
perdata. “Perkara perdata yang diadukan ke pengadilan tipis
kemungkinannya dikabulkan kalau tidak pakai suap,” paparnya. Dalam kasus
ini, lanjutnya, para hakim malah tak mau bertanggung jawab dan berusaha
mengambinghitamkan panitera. “Waktu terbongkar, hakim bertentangan
dengan panitera yang menyalin berita acara sidang,” tambahnya.
Ulah para hakim yang murni tindakan pidana (menurut Pasal 263) membuat
para pelapor lebih suka membawanya ke kantor polisi. Indra khawatir
kalau pengaduan ini disampaikan ke Mahkamah Agung (MA) hanya akan
dipetieskan. “Begitu banyak laporan masyarakat ke MA yang tidak
ditindak,” tuturnya. Akan tetapi, Indra tak mau salah langkah.
Dua hari setelah ke Mabes Polri, dia menemani Agnes memasukkan laporan
pelanggaran kepada MA dan Komisi Yudisial (KY). “Saya ingin polisi dan
KY langsung memproses. Saya juga minta MA memecat hakim-hakim yang
menerima suap ataupun yang melakukan pelanggaran,” tegasnya. Ketika
dikonfirmasi soal laporan tersebut, Kepala Biro Humas MA merasa belum
mendapat kabar.
“Ada banyak aduan. Saya tidak bisa lihat satu-satu. Namun, yang
berhubungan dengan profesionalisme kerja hakim akan ditangani badan
pengawasan,” tuturnya kepada Ferdi Christian dari SINDO Weekly Selasa
pekan ini. Sementara, hakim yang dilaporkan tidak menjawab saat hendak
dikonfirmasi. Hakim Muhammad Nur, misalnya, tak menjawab pesan yang
dikirimkan ke telepon selulernya. Kabarnya, dia sedang cuti.
Laporan Agnes tersebut terjadi sebagai buntut perebutan rumah warisan.
Dalam perkara ini ia melawan kakak iparnya, Stephen Chandra Harris.
Rumah beserta sepetak tanah itu awalnya dimiliki almarhum Cheong Nam Sam
alias Hasan Chandra yang mempunyai tujuh anak, termasuk Stephen dan
David Chandra, suami Agnes. David sebagai anak bontot kerap membantu
biaya pengobatan ayahnya, sehingga diberi kepercayaan memegang akta jual
beli tanah yang disengketakan.
Singkat kata, pada 2007, David dikabarkan membeli harta warisan itu
dengan menyerahkan uang sebesar Rp350 juta kepada abangnya, Stephen.
“Rumah itu dijual atas nama Ricky karena David sudah banyak mengeluarkan
biaya untuk kebutuhan ayah dan ibu kami,” ungkap Elly Chandra selaku
anak sulung.
Nah, surat berharga itu lalu dibawa David. Sayangnya, Maret 2011 dia
meninggal dunia. Stephen yang juga dipanggil Hendrik mengklaim harta itu
miliknya. Ia berani lantaran ayahnya pernah mengalihkan akta jual beli
menjadi Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Kerugian pada 1993. Namun, ibu
mereka ingin warisan itu dimiliki oleh David.
Sejak itu benih sengketa masuk dalam dua kubu meski keluarga sudah
mencoba mendamaikan dengan jalan kekeluargaan. Ricky, ahli waris David,
beserta ibunya kini sudah mengajukan gugatan balik di PN Medan. “Namun,
sampai sekarang Stephen malah kabur,” sebut Indra. Dia pun merasa
pengaduan ke polisi buat tiga hakim itu bukan terkait soal isi sidang
rebutan warisan. “Yang dipermasalahkan sekarang hanya kelakuan hakim
memalsukan keterangan saksi. Itu melanggar hukum,” tuturnya berapi-api.
Beberapa kali gagal menemui tiga hakim yang dituduh, Indra lantas
menemui Ketua PN Medan, Erwin Mangatas, Sabtu pekan lalu. “Saya bilang,
kalau bapak tidak mengusut perkara ini, berarti bapak tidak menempatkan
keadilan untuk keadilan. Sebab, kami juga mendapatkan informasi jika
bapak menerima bagian dalam perkara ini,” celetuknya.
Dia bahkan menuding mafia hukum para hakim di Medan memang ada.
Buktinya, ada hakim pengawas daerah tapi Indra merasa tak pernah
mendengar ada hukuman buat hakim bandel. “Ini pembiaran. Jangan kita
biarkan,” serunya. Bisa jadi Indra benar. Dugaan pelanggaran buat tiga
hakim di Medan memang menambah catatan buruk perilaku sang pengadil.
Agustus lalu Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan juga melaporkan tiga
hakim dari PNMedan lainnya. Sementara, dari catatan KY, Sumatera Utara
terbilang produktif melahirkan hakim nakal.
Provinsi ini posisinya naik ke urutan ketiga sebagai lumbung hakim
pelanggar kode etik dari urutan tahun lalu yang hanya bertengger di
posisi ke lima. Posisi terburuk tahun ini ditempati hakim DKI Jakarta,
kemudian Jawa Timur. Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar, menegaskan sudah
ada 76 laporan yang masuk. “Berada di urutan ketiga itu berarti ada
kemerosotan. Pada 2012 Sumatera Utara masih menempati urutan kelima,”
pungkas dia.
Dalam konteks tersebut terjadi diatas ada titik singgung persamaan, maka
oleh karena itu Penulis sengaja ingin menorehkan juga cerita nyata
tentang keluarga Haryanti di Jakarta, misalnya. Dimana dulu mereka
mempunyai permasalahan seputar warisan terpendam sejak 7 tahun yang
lalu. Awalnya keluarga ini tidak mau membawa masalah ini ke meja hijau
tapi sayangnya, ada ahli waris lain kakak kandungnya sendiri bernama
Soerjani yang beritikad buruk. Karena itu keluarga tersebut akhirnya
memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur hukum.
Konspirasi dimulai dengan perekayasaan kasus perkara pidana “pencurian
hanya sebuah kunci pintu rumah tidak masuk diakal” yang dilakukan oleh
kakaknya dengan dibantu bersama pengacaranya Taripar Simanjuntak SH
merupakan staf dari kantor hukum Rudy Lontoh & Partners melakukan
pelaporan pidana mendampingi orang tua prempuan sudah tua renta ternyata
dipaksa ditakut-takuti oleh kakaknya, dan perkara sangat tidak masuk
akal lagi ketika seorang pembantu rumah tangga yang gajinya hanya cuma
ratusan ribu per bulan kemudian di dalam pemeriksaan memberatkan posisi
adiknya tersebut didampingi oleh pengacara tersebut, maka timbul
pertanyaan berapa pengacara itu dibayar? Dari mana uang seorang pembantu
bisa membayar pengacara tersebut? Aneh bin ajaib seorang pembantu
didampingi pengacara jika hanya cuma sebagai saksi? Dan ternyata otak
dibelakang itu semua adalah kakaknya yang punya motif mau menguasasi
harta semuanya.
Dalam permainan catur, langkah kakaknya bersama pengacaranya sangat jitu
sekali, tujuan dari perekayasaan kasus tersebut agar adiknya terbukti
dan meyakinkan telah mencelakakan Pewaris sehingga akhirnya ia dianggap
tidak patut jadi ahli waris karena dipersalahkan secara hukum.
Sebagaimana menurut pasal 838 . (s.d.u. dg. S. 1917-497.) menyatakan :
“Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan
demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah: 1?. dia yang telah
dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang
meninggal itu; (KUHP 53, 338, 340.) 2?. dia yang dengan putusan hakim
pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan
terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang
diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat
lagi; (KUHPerd. 1372 dst.; Sv. 7 dst., IR. 44; KUHP 311, 317.) 3?. dia
yang telah menghalangi orang yang meninggal itu dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; (KUHPerd.
875, 992 dst.) 4?. dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau
memalsukan wasiat orang yang meninggal itu. (KUHPerd. 833, 839, 912.)”.
Demikian juga pada pada pasal 839 yang menyatakan : “Ahli waris yang
tidak mungkin untuk mendapat warisan karena tidak pantas, wajib
mengembalikan segala hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak
terbukanya warisan itu. (KUHPerd. 579.)”
Model pengacara seperti itu banyak sekali, dan kelakuan model pengacara
seperti itu tepat sekali jika apa yang dikemukakan oleh Wakil Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqqodas, itu adalah
“Pengacara yang bermental jongos, apa pun permintaan kliennya dituruti.
Itu sangat merusak hukum dan proses penegakan hukum,” kata Busyro,
seusai seminar bertajuk Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi di
Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman (Undaris) di Ungaran,
Kabupaten Semarang. Menurut Busyro, walaupun menangani kasus korupsi,
pengacara tidak boleh memutarbalikkan fakta. Jika bertemu dengan fakta,
fakta itu harus diproses, bukan dibolak-balik. “Saat ini, kalau
pengacara membela klien, hukum diputarbalikkan semau nafsunya. Itu bukan
pengacara, nggak profesional. Hartanya jelas nggak barokah,” kata
Busyro. (sumber, kompas.com , 21 Januari 2012).
Meski pada kenyataan yang jahat itu akan dikalahkan oleh kebenaran,
dimana kemudian ketua majelis hakim PT DKI, Parwoto Wignjosumarto SH,
dalam Surat Pemberitahuan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada
tanggal 13 Maret 2009 nomor 69 / PID / 2009 / PT DKI, yang amar
putusannya menyatakan bahwa majelis hakim membatalkan putusan PN Jaksel
nomor 994/PID.B/2008/PN Jakarta Selatan, menyatakan dakwaan kesatu
penuntut umum batal demi hukum, Menyatakan tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam
dakwaan kedua dari penuntut umum, Membebaskan adiknya dari dakwaan kedua
penuntut umum tersebut, Memulihkan hak dalam kemampuan, kedudukan dan
harkat serta martabatnya, dan Membebankan biaya perkara dalam kedua
tingkat peradilan kepada negara. Demikian pula, di Mahkamah Agung dalam
putusannya No. 1300/Pid/ 2009 menyatakan permohonan kasasi dari Jaksa
Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Tersebut tidak dapat
diterima.
Sekarang ini setelah orang tua perempuan meninggal dunia, kakak bersama
pengacaranya Taripar simanjuntak tetap saja merekayasa kasus, dimana
peninggalan dari almarhumah dikuasasi semua, dan sehingga timbul perkara
hukum di PN Jakarta Barat nomor perkara 320, dan diputus dan perkara
tersebut sekarang pada tingkat banding.
Intrik penguasaan waris kali ini dengan melibatkan instrumentasi hukum
atau pengacara atau Notaris, dimana mereka membuat skenario
hukum.mengenai perjanjian Akta Persetujuan Dan Kuasa dibuat oleh
Notaris. Adiknya kedua kali lagi dilicikkan yang semula pada prinsipnya
untuk melindungi dan menjaga kelangsungan hidup Almarhumah saat itu
sakit parah komplikasi sehingga urusan-urusan lain berkaitan dengan
keuangan diserahkan kepada kakaknya..
Semakin aneh lagi proses persidangan, seharus Pengadilan yang mandiri,
netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan
berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum,
kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau
persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum ternyata
tidak ada nilai momentum sebagai pilar utama penegakan hokum sejatinya.
Timbul pertanyaan, ada apa ini semua? Hakim seharus berperilaku adil,
berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri,
berintegrasi tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri,
berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap professional.
”Majelis Hakim yang terdiri Harijanto, SH, MH (Hakim Ketua), Sigit
Hariyanto, SH, MH (Hakim Anggota), dan Julien Mamahit, SH (Hakim
Anggota), Dan salah satu anggota hakim bernama Sigit Hariyanto, SH, MH
menggunakan kamera video merekam saat sidang berlangsung dan kemudian
persidangan tersebut ditutup tanpa ada agenda jadwal sidang berikutnya
oleh Ketua Majelis bernama Harijanto, SH, MH.
Yang tidak dapat diterima akal sehat bahwa kenyataan setelah orang tua
meninggal dunia dimana kakaknya Soerjani sebagai penerima kuasa bersifat
mutlak kuasanya kerena tidak dapat dicabut kembali oleh Pemberi
Kuasanya, bahkan bila si Pemberi Kuasa meninggal sekalipun. Dimana
kemudian kakaknya secara nyata menyalahgunakan kepentingan kuasa
tersebut dengan menghilangkan hak bagian mutlak adiknya sebagai ahli
waris lain sah dari Almarhurmah.
Padahal kakaknya sebagai penerima kuasa bersifat mutlak terlarang
karena Surat Kuasa Mutlak (irrevocable power of attorney) pada saat ini
tidak diperbolehkan lagi yaitu berdasarkan Instruksi Menteri Dalam
Negeri tanggal 6 Maret 1982 nomor 14/1982 jo Jurisprudensi Mahkamah
Agung tanggal 14 April 1988 nomor 2584. Pembuatan kuasa mutlak ini
sebelumnya banyak disalah gunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Dengan kata lain, surat kuasa mutlak tersebut tidak dapat dan tidak
boleh dipraktekan karena tidak sejalan dengan undang-undang yang
berlaku.
Analisa hukum paling sederhanapun akan mengatakan bahwa mengingat
kekuasaan berasal dari pihak pemberi kuasa, dengan meninggalnya pemberi
kuasa, maka kekuasaan yang telah diberikan kepada orang lain yang
berasal dari dirinyapun akan hilang dengan sendirinya
Timbul pertanyaan mengapa “sense of crisis” majelis hakim tersebut tetap
saja dalam putusannya mengabaikan hal fundamesntalisme hukum tersebut?
Jawaban, Aneh !
Dalam kaitan itu, maka tepat sekali apa yang dikemukakan oleh Mantan
Ketua Komisi Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengakui masih banyak hakim
yang belum memahami dan menjalankan kode etik. “Kode etik hanya sebatas
pengetahuan, belum menjadi kebiasaan para hakim,” (sumber :
www.tempo.co, 7 Maret 2014).
Singkatnya, ilustrasi diatas hanya satu dari banyak masalah harta waris.
Dalam alur cerita diatas penulis memulai kisahnya dengan permasalahan
dari harta waris orang tua laki-laki yang dipaksa minta dibuka waris
oleh kakaknya dan kemudian harta waris orang tua perempuan setelah
meninggal dunia yang dikuasai oleh kakaknya. Meski saudara kandung,
sifat dan nasib mereka bagai bumi dan langit. Soerjani adalah kakak kaya
yang serakah. Sementara Haryanti, adik yang kerap ngalah, dan menerima.
Kakaknya yang banyak harta tetap saja berupaya mengambil alih
penguasaan semua peninggalan orang tua mereka untuk adiknya. Adiknya tak
merelakannya. Ia merasa, harta waris tersebut adalah haknya, sekaligus
sumber penghidupannya.
Perselisihan tak berhenti pada mereka. Anak asuh Dodo dan Yeti, turut
berperan dalam keruh persoalan tersebut. Namun Yeti sebagaimana sifat
yang sering ditunjukkan kalangan berada: lebih suka menabur angkuh
kericuhan. Sedangkan Dodo adalah laki-laki acuh tak acuh. Tanpa
persetujuan Adiknya, rumah warisan almarhumah dulu ditempati itu
disertifikat atas nama kakaknya. Adiknya tak terima. Ia meminta kakaknya
mengembalikan kembali rumah seperti semula. Namun dengan penuh
kelicikan kakanya Soerjani dibantu pengacara Cs-nya Taripar Simanjuntak
SH, Manuarang Manalu SH & Mangapul Sitorus, SH mereka semua
bersekutu di kantor hukum Rudy Lontoh & Partners, kakaknya bertahan
mengklaim itu adalah miliknya.
Naif memang naif kita melihatnya, bagaimana harta berperan sebagai
dalang yang memorak-porandakan hubungan persaudaraan. Perseteruan antara
keserahan kakak terhadap adik terus berlangsung. Tak ada yang abadi di
dunia ini, meski seseorang bergelimang harta sekali pun. Begitulah pesan
lain dari penulis. kakaknya yang kaya raya akhirnya tumbang juga oleh
takdir. Semoga sebelum Ia meninggal dan sebelum nyawanya terangkat, ia
akan menulis wasiat berisi permintaan maaf kepada Adiknya atas
kejahatannya semasa hidup. Pada suatu ketika Sakaratul maut mengantarkan
kesadarannya akan ketamakan kakaknya ia lakukan....(sumber : tulisan
Amstrong Sembiring pernah dimuat di media online balytra & lensa
indonesia).
No comments:
Post a Comment