Secara umum, anjing memang hewan najis sehingga kalau pun seseorang 
harus bermuamalah dengan anjing, hendaklah dia mengetahui benar hukum 
najis anjing.
Dalam Islam, kalaupun ada larangan memelihara 
anjing, tidak berarti berlaku secara mutlak. Karena ada jenis anjing 
yang boleh diperlihara seperti anjing penjaga atau anjing untuk berburu.
 Bahkan seorang menggunakan anjing untuk berburu justru disebutkan di 
dalam Al-Quran Al-Kariem.
Jadi dalam pandangan Islam, larangan memelihara anjing tidak berlaku
 untuk semua anjing, sebab ada yang dibenarkan untuk memeliharanya 
berdasarkan manfaat dan fungsinya.
Sebelum menjawab pertanyaannya, mungkin
 anda bisa balik bertanya kepadanya. Tanyakan kenapa ayam yang 
disembelih oleh seorang muslim itu boleh dimakan tetapi kalau yang 
menyembelih seorang penyembah berhala menjadi haram. Padahal sama-sama 
ayam dan sama-sama disembelih dengan benar. Tidak ada unsur penyiksaan 
kepada ayam itu dan sudah mengunakan pisau yang tajam.
Kalau dia 
bisa menjawab, maka tentu dia bisa juga menjawab pertanyaannya sendiri. 
Tetapi kalau dia tidak bisa menjawab, maka anda bisa tahu bahwa si 
penanya itu belum mengerti hukum syariah. Bahkan barangkali juga belum 
mengerti hakikat penyembahan manusia kepada Allah Subhanahu Wata`ala.
Mengapa Ada Haram dan Halal Dari Kaca Mata Aqidah
Pertanyaan yang kelihatan sederhana ini sebenarnya bisa saja berakar 
dari belum jelasnya konsep berislam pada diri seseorang. Seharusnya 
sebagai muslim, seseorang memang menyerahkan semua alasan dalam masalah 
ritual keagamaan kepada aturan dari Sang Maha Pencipta.
Pertanyaan mengapa sesuatu diharamkan dan yang lain dihalalkan 
sebenarnya kembali kepada seberapa bagus kualitas seseorang bertuhan 
kepada Allah Subhanahu Wata`ala. Kalau seseorang bertuhan secara 
sempurna, maka pertanyaan itu seharusnya tidak perlu muncul lagi. Sebab 
tuhan dalam konsep Islam adalah sumber hukum dan peraturan. Apapun 
peraturan yang dibuat-Nya, tuhan toh tidak perlu ditanyai mengapa Dia 
membuat peraturan itu.
Yang pasti semua peraturan yang dibuat-Nya
 itu pastilah untuk kemashlahatan manusia juga. Hanya saja mashalahat 
itu tidak harus selalu disebutkan secara eksplisit oleh tuhan. Terkadang
 memang ada penjelasannya dan terkadang memang tanpa penjelasan sama 
sekali. Seolah-olah Dia menghendaki agar manusia itu sendiri yang bisa 
memecahkan rahasia atau hikmah dibalik semua atuan yang dibuat-Nya.
Namun lepas dari manfaat dan hikmah dari sebuah peraturan, intinya 
justru bukan disitu. Intinya adalah pada sejauh mana seorang manusia 
merasa dirinya sebagai hamba dan menjadikan tuhan itu sebagai 
sembahannya. Sehingga yang jadi penilaian sama sekali bukan pada manfaat
 yang akan didapat, melainkan pada sejauh mana seorang hamba merasa 
wajib untuk menjalankan aturan tuhan.
 
 
No comments:
Post a Comment