Para ulama biasa menyebutkan makanan yang halal dan yang haram. Ini
bertujuan agar kita bisa selektif dalam makanan. Namun hukum asal setiap
makanan adalah halal dan boleh. Inilah hukum asal yang mesti dipahami.
Oleh karenanya, jika para ulama berselisih pendapat dalam makanan,
apakah boleh dikonsumsi ataukah tidak, maka kita kembalikan ke hukum
asal selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Dan patut dipahami
bahwa segala hal yang diharamkan dalam Al Qur’an dan hadits, sudah pasti
dihukumi haram. Itulah yang berlaku pula dalam hal binatang buas yang
akan diulas pada kesempatan kali ini.
Pahami Tiga Macam Nash
Perlu dipahami bahwa makanan itu ada tiga macam, yaitu:
1.Yang terdapat dalil yang menunjukkan halalnya.
2.Yang terdapat dalil yang menunjukkan haramnya.
3.Yang didiamkan oleh syari’at. Sesuatu yang tidak disebutkan (didiamkan) halal ataukah haram adalah sesuatu yang dimaafkan oleh Allah Ta’ala. Dan asalnya, hukumnya halal.
1.Yang terdapat dalil yang menunjukkan halalnya.
2.Yang terdapat dalil yang menunjukkan haramnya.
3.Yang didiamkan oleh syari’at. Sesuatu yang tidak disebutkan (didiamkan) halal ataukah haram adalah sesuatu yang dimaafkan oleh Allah Ta’ala. Dan asalnya, hukumnya halal.
Larangan Memakan Binatang Buas Bertaring
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)
Dari Abi Tsa’labah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan
buas yang bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932)
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي
نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap
binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai
kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)
Pandangan Ulama Madzhab Mengenai Hukum Binatang Buas
Pendapat yang masyhur di kalangan Malikiyah, “Dimakruhkan memakan hewan
buas (pemangsa) baik hewan piaraan seperti kucing dan anjing atau hewan
liar seperti serigala dan singa. Sedangkan mengenai monyet dan kera,
ulama Malikiyah berpendapat boleh memakannya.” Ulama Malikiyah bisa
berpendapat makruh karena mereka menganggap hewan yang diharamkan
hanyalah yang disebut dalam Al Qur’an, surat Al An’am ayat 145. Adapun
hewan buas tidak tercakup dalam ayat tersebut. Sedangkan larangan
memakan hewan setiap hewan yang bertaring dibawa ke hukum makruh menurut
mereka.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bolehnya memakan sebagian
binatang buas seperti “الضّبع” (adh dhobu’, mirip serigala atau anjing
hutan disebut hyena), “الثّعلب” (tsa’lab, anjing hutan disebut rubah)
tupai, “الفنك” (sejenis serigala), “السّمّور” karena taring
binatang-binatang tersebut tidaklah kuat. Ulama Syafi’iyah –menurut
pendapat lebih kuat- berpendapat bahwa kucing rumah maupun kucing liar,
serigala, dan luwak adalah haram.
Ulama Hambali hanya membolehkan
memakan adh dhobu’ (“الضّبع”, sejenis anjing hutan) dari hewan buas
yang ada. Salah satu pendapat Imam Ahmad, menyatakan halalnya rubah dan
kucing jinak.
Halalnya Adh Dhobu’ (الضّبع = hyena)
Hewan
yang kami maksudkan ini hanyalah mirip serigala, namun berbeda. Kami
dapati penyebutan adh dhobu’ dalam bahasa Inggris adalah hyena. Hewan
ini halal karena terdapat nash atau dalil sebagai pendukung.
dhobu_hyena
Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الضَّبُعِ فَقَالَ «
هُوَ صَيْدٌ وَيُجْعَلُ فِيهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ ».
“Aku berkata pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ‘hyena’.
Beliau bersabda, ‘Binatang tersebut termasuk binatang buruan. Jika orang
yang sedang berihrom memburunya, maka ada kewajiban sembelihan domba
jantan’.” (HR. Abu Daud no. 3801. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits tersebut shahih)
Dari Ibnu ‘Abi ‘Ammar, ia berkata,
سَأَلْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الضَّبُعِ فَأَمَرَنِي
بِأَكْلِهَا فَقُلْتُ أَصَيْدٌ هِيَ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ أَسَمِعْتَهُ مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ
“Aku bertanya pada Jabir bin ‘Abdillah mengenai hukum ‘hyena’. Aku pun
dibolehkan untuk memakannya. Aku pun bertanya, “Apakah binatang tersebut
termasuk hewan buruan?” “Iya”, jawab Jabir. Aku berkata, “Apakah engkau
mendengar hukum binatang tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam?” “Iya betul”, jawab Jabir.” (HR. An Nasai nol. 4323. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Nafi’, dari
Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Ada seseorang yang mengabari Ibnu ‘Umar bahwa
Sa’ad bin Abi Waqqosh memakan ‘hyena’.” Nafi’ berkata, “Ibnu ‘Umar
tidaklah mengingkari perbuatan Sa’ad.” (HR. Abdur Rozaq, 4: 513)
Dalil-dalil di atas mendukung hyena atau “الضّبع” termasuk binatang buas yang dikecualikan dan hukumnya halal.
Yang Dimaksud Memiliki Taring
Imam Syafi’i rahimahullah berpendapat, “Dalil di atas (yang menyatakan
haramnya memakan hewan buas yang memiliki taring) menunjukkan akan
halalnya hewan buas yang tidak memiliki taring.”[1]
An Nawawi
rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan memiliki taring–menurut
ulama Syafi’iyah- adalah taring tersebut digunakan untuk berburu
(memangsa).”[2]
Yang dimaksud memiliki taring di sini adalah
taring tersebut digunakan untuk menyerang manusia dan harta mereka,
seperti singa, macan, macan tutul dan serigala. Inilah yang dimaksud
memiliki taring di sini menurut jumhur (mayoritas ulama). Sedangkan Imam
Abu Hanifah berpandangan bahwa setiap pemakan daging (karnivora)
disebut “سبع” (binatang buas). Yang termasuk binatang buas menurut
beliau yaitu gajah, hyena, yarbu’ (hewan pengerat semacam tikus).
Hewan-hewan tersebut haram untuk dimakan. Adapun Imam Syafi’i
berpendapat bahwa binatang buas yang haram dimakan adalah yang menyerang
manusia seperti singa, serigala dan macam. Sedangkan Imam Malik dalam
Muwatho’nya berpendapat setelah menyebutkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Memakam setiap hewan buas yang memiliki taring,
hukumnya haram.” Kata beliau, “Kami berpendapat secara tekstual dari
hadits tersebut.”[3]
Kesimpulan
Pendapat terkuat mengenai
hukum binatang buas adalah haram berdasarkan dalil Abu Hurairah dalam
riwayat Muslim, kecuali hyena (الضّبع) karena terdapat dalil khusus yang
membolehkannya. Sedangkan binatang buas yang bertaring adalah yang
taringnya digunakan untuk memangsa atau menerkam musuhnya.
No comments:
Post a Comment