Fir’aun sangat sombong sebagai orang
yang telah membesarkan Musa, maka Fir’aun mendustakan ayat-ayat yang
dibawa oleh Musa dari sisi Rabbnya Subhanahu wa Ta’ala serta menuduhnya telah bermain sihir. Fir’aun pun menantang Musa, maka Musa berkata kepadanya,
“.. waktu untuk pertemuan (kami
dengan) kamu itu ialah di hariraya dan hendaklah dikumpulkan manusia
pada waktu matahari sepenggalan naik “(Qs. Thaahaa 20: 59)
Fir’aun mengumpulkan seluruh ahli
sihirnya, para pejabat pemerintahannya. dan seluruh warga negerinya.
Musa tampil dengan menasihati dan mengingatkan dengan keras kepada
mereka agar tidak membiasakan diri dengan perbuatan sihir. Para ahli
sihir bermusyawarah dan sepakat untuk melayani Musa dengan pertarungan.
Mereka melemparkan tali dan tongkat, lalu mengelabui mata orang-orang
dengan sihir. Musa menjawab tantangan mereka sebagaimana yang
difirmankan Allah,
“Kemudian, Musa melemparkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu. “(Qs. Asy-Syu’araa: 45)
Seketika itu para ahli sihir mengetahui bahwa yang dibawa Musa bukanlah sihir, maka mereka bersujud dan berkata,
” Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu)Tuhan Musa dan Harun:” (Qs. Asy-Syu’araa': 47-48)
Para tukang sihir itu beriman, maka Fir’aun pun membunuh mereka dengan menyalib mereka pada pangkal pohon kurma.
Fir’aun pun mulai membuka dialog dengan
Musa dan Musa sendiri telah memperlihatkan kepadanya ayat-ayat yang
terang, namun Fir’aun mengingkarinya. Orang-orang Bani Israil lalu
meminta izin kepada Fir’aun untuk keluar menuju hari raya mereka, dan
Fir’aun memberikan izin kepada mereka. Pada malam hari mereka keluar
dengan tujuan mencari negeri Syam. Ketika Fir’aun mengetahui perihal
kepergian mereka, ia sangat marah kepada mereka. Ia segera mengumpulkan
seluruh tentaranya untuk melakukan pengejaran terhadap bani Israil dan
membatalkan kepergian mereka. Mereka keluar dari Mesir dengan dipimpin
oleh Musa Alaihissalam. Adapun mereka, masuk ke Mesir dipimpin oleh bapak Israil, yakni Ya’qub, lebih dari 400 tahun sebelum itu.
Mereka dikejar Fir’aun sampai pada waktu matahari terbit. Kedua kelompok telah saling melihat, sebagaimana firman-Nya,
“Maka setelah kedua golongan itu
saling melihat, berkatalah pengikutpengikut Musa, Sesungguhnya kita
benar-benar akan tersusul’ “(Qs. Asy-Syu’araa': 61)
Rasul yang jujur itu berkata kepada mereka sebagaimana yang difirmankan Allah,
“Musa menjawab, sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Qs. Asy-Syua’raa': 62)
Musa melihat ombak yang saling
menghantam. Ia berkata, “Di sinilah aku diperintahkan.” Ketika itu
saudara-saudaranya, yaitu Harun dan Yusa’ bin Nuun, bersama dengannya.
Musa memukul laut dengan perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian
dengan kehendak, kekuasaan, anugerah, dan rahmat Allah, laut terbelah
menjadi dua. Ketika bani Israil telah berhasil melampaui jalan laut itu,
Musa hendak memukul laut dengan tongkatnya agar kembali menjadi seperti
sedia kala sehingga Fir’aun dan pasukannya tidak dapat melewatinya.
Akan tetapi perintah Allah wajib
dilaksanakan, Dia memerintahkan Musa agar membiarkan laut tetap pada
keadaan dan sifatnya semula, ketika ditinggalkan oleh Musa bersama
kaumnya. Fir’aun dikejutkan dengan apa yang dilihatnya, dan ia yakin
semua itu adalah perbuatan Rabb Yang Maha Agung. Oleh karena itu, ia
tahan kudanya dan tidak bergerak maju. Akan tetapi kesombongan telah
membawanya kepada kebatilan. Dia dan pasukannya tetap hendak mengejar
Musa dan para pengikutnya. Ketika itu dia berkata, “Lihatlah oleh kalian
semua, bagaimana laut bisa terbelah untukku agar aku dapat menangkap
para budakku yang melarikan diri dari sisiku.”
Dia memaksa diri masuk ke laut —yang
terbelah— dan tidak mampu lagi mengendalikan kudanya. Ketika para
tentara melihat Fir’aun telah masuk ke laut, mereka turut masuk di
belakangnya dengan cepat. Mereka seluruhnya secara padu telah berkumpul
di tengah taut. Dalam keadaan seperti itu, Allah Subhanahu wa Ta ‘ala memerintahkan
Musa, lewat wahyu yang diberikan kepadanya, agar memukul laut dengan
tongkatnya, sehingga laut menjadi satu kembali, sebagaimana semula, dan
menghancurkan Fir’aun dan seluruh tentaranya.
Bani Israil menyaksikan, namun sebagian
dari mereka meragukan kematian Fir’aun, sehingga mereka berkata,
“Fir’aun tidak mati.” Allah Subhanahua wa Ta ‘ala pun
memerintahkan laut agar melemparkan jasad Fir’aun yang masih mengenakan
baju perangnya, yang mereka ketahui Itu merupakan tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta ‘ala. Kejadian itu pada bulan Asyura. Oleh karena itu, orang-orang muslim berpuasa pada hari itu. Kaum muslim lebih berhak atas Musa Alaihissalam daripada
bani Israil. Orang-orang Islam juga berpuasa pada sehari sebelum atau
sehari sesudah kejadian itu, agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
orang-orang Yahudi.
Begitu bani Israil keluar dengan selamat
dari laut, kesesatan mereka langsung terlihat nyata menggantikan posisi
syukur nikmat. Mereka lewat di dekat kaum paganis yang menyembah
berhala. Mereka berkata kepada Musa, sebagaimana yang difirmankan Allah,
“Bani Israil berkata, Hai Musa,
buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala), sebagaimana mereka mernpunyai
beberapa tuhan (berhala).” (Qs. Al A’raaf: 138)
Mulailah Musa menghadapi berbagai
kesulitan menghadapi kaumnya. Setelah mereka banyak mengalami kesulitan
dan kesesatan, mulailah Musa berdoa kepada Rabbnya agar memisahkan
dirinya dengan kaumnya.
Di dalam buku-buku versi Yahudi terdapat
berbagai cerita yang tidak masuk akal, yang di dalamnya disebutkan
adanya orang-orang tinggi luar biasa. Disebutkan bahwa ‘Auj bin ‘Inag
memiliki tinggi badan lebih dari 3000 hasta, dan cerita-cerita lain yang
mengada-ada. Mereka tidak memiliki jawaban, melainkan sebagaimana yang
difirmankan Allah,
“Oleh karena itu, pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (Qs. Al Maaidah: 24)
Dikatakan bahwa Yusya’ dan Kalib
langsung merobek pakaian mereka ketika mendengar jawaban ini. Samiri
telah membuatkan mereka patung anak sapi dari emas, dan mereka
menyembahnya. Musa kemudian tiba dengan kemarahan yang luar biasa, lalu
membakar patung tersebut. Begitulah, hati bani Israil memang mudah
sekali menyimpang dari keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tentang sapi, lbnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata,
“Seseorang yang tua-renta di kalangan bani Israil memiliki harta yang
sangat banyak. Dia memiliki keponakan-keponakan yang selalu mengharapkan
kematiannya untuk mewarisi hartanya. Bahkan salah satu dari mereka
hendak membunuhnya. la lakukan kejahatan itu pada malam hari dan dia
mengingkari perbuatannya. Mereka lalu berbondong-bondong datang ke rumah
Nabi Musa ‘Alaihissalam. Musa kemudian berkata kepada mereka, sebagaimana yang difirmankan Allah,
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. “(Qs. Al Baciarah 12I: 67)
Mulailah tawar-menawar dilakukan, sebagaimana kebiasaan bani Israil. Namun kali ini tawar-menawar dengan Nabi Musa Alaihissalam. Setelah
tiga kali mereka merasa ragu, baru akhimya melakukan penyembelihan
sapi. Allah berfirman tentang bani Israil dalam menghadapi perintah
Tuhannya,
“Hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (Qs. Al Baqarah: 71)
Mereka memukul (mayit) dengan sebagian
dari anggota tubuh sapi yang telah mereka sembelih. Tidal ada
maslahatnya untuk mempertanyakan bagian tubuh yang mereka gunakan untuk
memukul mayit orang yang terbunuh. Yang jelas mayit itu bangun setelah
dipukul dengan bagian dari tubuh sapi, lalu berkata, “Aku dibunuh oleh
anak saudaraku.” Kemudian ia kembali mati sebagaimana semula.
Sumber: Ringkasan Bidayah wan Nihayah –
Ibnu Katsir, Diringkas oleh Syaikh Ahmad Khani, Penerbit Pustaka Azzam
& Pustaka as Sunnah.
Artikel: www.KisahIslam.net
No comments:
Post a Comment