Fir’aun pernah melihat dalam mimpinya
seolah-olah ada api yang meluncur dari arah Baitul Maqdis, lalu membakar
rumah-rumah kota Mesir dan orang-orang Qibthi, namun tidak membahayakan
Bani Israil. Para dukun berkata kepada sang raja, “Anak ini lahir dari
kalangan Bani Israil. Ia akan menjadi sebab-sebab kehancuran penduduk
Mesir melalui kedua tangannya.”
Maka sang raja pun memerintahkan untuk
membunuh semua bayi laki-laki dan membiarkan bayi perempuan hidup.
Kemudian, Fir’aun memerintahkan untuk membunuh bayi laki-laki dalam
rentang waktu setahun, dan membiarkan mereka hidup (tidak membunuh bayi
laki-laki) dalam rentang waktu setahun. Harun dilahirkan pada tahun
pembunuhan bayi laki-laki. Allah pun mengilhamkan ke dalam hati ibnu
Musa, “Janganlah kamu khawatir dan jangan bersedih, jika Musa pergi maka
Allah akan mengembalikannya kepadamu. Dan Allah akan menjadikannya
sebagai seorang Nabi yang diutus.”
Sang ibu pun menghanyutkan Musa di
sungai Nil. Ia kemudian di pungut oleh para dayang-dayang di dalam
sebuah peti yang tertutup. Ketika istri Fir’aun melihatnya, maka timbul
rasa cintanya yang mendalam. Tatkala Fir’aun dating dan melihatnya ia
memerintahkan untuk membunuhnya, namun istrinya memintanya dari Fir’aun
dan melindunginya dengan beralasan, “(Ia) adalah penyejuk mata hati
bagiku dan bagimu.” (QS.Al-Qashash: 9).
Fir’aun berkata, “Ia penyejuk mata
bagimu, sedang bagiku tidak.” Ketika Musa telah berada di rumah Fir’aun,
para dayang hendak memberinya makan dengan susuan, namun Musa tidak mau
menetek kepada siapa pun dan tidak mau menerima makanan.
Kemudian, mereka (keluarga Fir’aun)
membawa Musa beserta beberapa dukun bayi dan wanita ke pasar dengan
harapan mereka mendapatkan orang yang cocok menyusuinya. Hal itu
terlihat oleh saudari Musa dan ia menunjukkan kepada mereka tentang
seorang ibu penyusu. Lantas mereka pun pergi bersama gadis itu menuju
rumah keluarga yang dimaksud, lalu Musa diambil oleh ibunya. Ketika sang
ibu menyusuinya, Musa langsung menelan tetek sang ibu dan langsung
menyusu. Meliha tkejadian ini mereka pun amat bergembira dan istri
Fir’aun menetapkan gaji untuk sang ibu serta memberinya beragam nafkah.
Musa tumbuh menjadi pemuda dewasa dengan postur tubuh dan perangai
sempurna.
Suatu ketika Musa melihat dua orang
laki-laki yang saling memukul dan saling berbantahan. Yang satu dari
Bani Israil, sedang yang lainnya dari bangsa Qibthi. Orang Israil itu
meminta pertolongan kepada Musa, maka Musa mendekati orang Qibthi
tersebut lantas meninjunya dengan kepalan tangannya, lalu matilah orang
Qibthi itu. Sebenarnya Musa tidak bermaksud membunuhnya, namun ia hanya
sekedar ingin memberinya pelajaran. Sejak saat itu, Musa merasa takut
terhadap Fir’aun dan bala tentaranya.
Saat kondisinya seperti itu, ia kembali
menyaksikan orang Israil yang ditolongnya kemarin bertengkar dengan
seorang Qibthi yang lain. Ketika Musa hendak memukul orang Qibthi
tersebut, si Israil menyangka bahwa Musa menuju ke arahnya untuk
menghukumnya karena kemaren Musa mencela dengan keras dan berkata
kepadan ya< “Kamu benar-benar orang yang sesat.” Maka, ia pun segera
berkata, “Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana
kamu kemarin telah membunuh manusia.” (QS.al Qashash: 19) Orang Qibthi
itu pun pergi dan meminta bantuan Fir’aun untuk menghadapi Musa.
Kemudian, Musa pergi meninggalkan Mesir
berdasarkan nasehat orang yang merasa kasihan kepadanya. Musa keluar
dalam kondisi tidak mengetahui arah jalan. Ia berjalan di jalan yang
menghantarkannya ke Madyan, kaum Nabi Syu’aib ‘alaihis salam. Di Madyan,
Musa mendapati sebuah sumur yang orang-orang berkerumun disekitarnya
untuk member minum kepada kambing mereka. Ia juga menyaksikan dua orang
gadis yang sedang menghalau kambing-kambing mereka berdua agar tidak
berbaur dengan kambing-kambing orang lain. Sudah merupakan kebiasaan
para pengembala apabila mereka telah selesai member minum ternak mereka,
mereka meletakkan batu besar di mulut sumur. Kemudian dua gadis
tersebut bergegas menggiring kambing-kambing mereka agar dapat meminum
sisa-sisa air bekas minuman kambing-kambing orang lain. Tatkala Musa
dating, ia mengangkat batu besar tersebut seorang diri dan meminumkan
kambing-kambing dua gadis tersebut. Amirul Mukminin Umar bin Khaththab
berkata, “Batu itu tidak dapat diangkat, kecuali oleh sepuluh orang.
Musa hanya mengambil satu timba air yang mampu digunakan untuk minum
ternak-ternak kedua gadis tersebut.” Setelah itu Musa kembali ke tempat
yang teduh dan berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan
sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS.al Qashash:24) Doa
itu terdengar oleh kedua gadis tersebut, lalu keduanya memberitahukan
kepada bapaknya perihal Musa ‘alaihis salam. Sang bapak pun menyuruh
salah satu dari keduanya untuk dating menemui Musa dan mengundangnya
kerumah. Gadis yang ditunjuk pun menuju kepadanya dan berkata,
“Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap
(kebaikan)mu member minum ternak kami.” (QS.al Qashash : 25) Bapak dua
gadis itu berkata kepada Musa, “Engkau telah keluar dari wilayah
kekuasaan mereka, sekarang engkau tidak lagi berada dinegerinya.”
Bapa tua itu hendak menikahkan Musa
dengan salah satu dari dua putrinya dengan syarat ia harus bekerja
kepada nya sebagai penggembala kambing selama delapan atau sepuluh
tahun. Ketika waktu yang menjadi kesepakatan tersebut berakhir, Musa
pergi bersama keluarganya menuju Mesir dengan membawa
kambing-kambingnya pada malam gelap-gulita dan dingin. la melihat api
yang menyala-nyala. Ketika Musa menuju api itu, ia berhenti dengan
penuh rasa heran. la diajak bicara oleh Rabbnya yang memerintahkannya
agar pergi menuju Fir’aun. Musa meminta dukungan kepada Allah dengan
saudaranya, Harun, dan Allah mengabulkan permintaan Musa dan menjadikan
Harun sebagai rasul bersamanya.
Bersambung insyaallah..
Sumber: Mukhtasar Bidayah wan Nihayah – Ibnu Katsir, Diringkas oleh Syaikh Ahmad Khani, Penerbit Pustaka as SunnahArtikel: www.KisahIslam.net
No comments:
Post a Comment