Saturday, March 11, 2017

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Hasil gambar untuk mendekatkan diri kepada allah
Dalam Surat Al-Fatihah ayat 1-5 Allah berfirman:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
“Dengan nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.”
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Segala puji bagi Allah SWT Tuhan sekalian alam.”
الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
“Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.”
ملِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
“Raja di hari pembalasan.”
إَيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.”

Dari ayat pertama sampai ayat kelima surat Al-Fatihah, kita mendapatkan hikmah yang bisa diungkapkan dengan “tak kenal maka tak sayang”. Ungkapan itu memang merupakan pepatah Nusantara yang baru saja adanya, namun pepatah biasanya lahir dari sebuah penalaran fitrah manusia, sedangkan fitrah manusia berasal dari Allah SWT. Makanya, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang kebaikan, beliaupun menjawab:
اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ فَإِنَّ الْبِرَّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ
“Tanyakan saja pada hatimu, sesungguhnya kebaikan itu adalah sesuatu yang jiwa merasa nyaman dengannya dan hati merasa tenang kepadanya.” [HR. Ahmad]

Yang dimaksud hati itu adalah nurani atau fitrah manusia. Maka apapun yang ditemukan oleh fitrah manusia pasti ditemukan juga dalam Al-Qur’an, karena keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu hikmah Allah SWT.
“Tak kenal maka tak sayang” adalah konsep untuk memudahkan interaksi dan hubungan. Kita akan sulit menerima kehadiran orang baru yang tidak kita kenal, maka konsep ini mengarahkan kita untuk berkenalan terlebih dulu, setelah kenal dan ternyata dia sesuai dengan yang kita inginkan maka dengan sendirinya kita akan nyaman bersamanya. 

Nah, konsep ini sebenarnya murni konsep Al-Qur’an, bahkan konsep ini diisyaratkan oleh lima ayat pertama dari surat pertama Al-Qur’an, yaitu ketika ayat pertama hingga keempat menjelaskan sifat-sifat Allah SWT dan ayat kelima adalah isyarat cinta kepada Allah. 

Dalam ayat pertama hingga keempat, Allah SWT memperkenalkan diri sebagai Pencipta kita, Pemelihara kita, Penyayang dan Pengasih kepada kita. Setelah kita mengenal Allah SWT maka dengan sendirinya kita akan menyembah Allah SWT, tanpa disuruh apalagi dipaksa. Makanya ayat kelima bukan perintah menyembah, tapi ungkapan menyembah. 

Kesimpulannya, dari lima ayat pertama surat Al-Fatihah itu, kita mendapat pelajaran dari Allah SWT berkaitan dengan ilmu psikologi, yaitu kalau kita mau orang menyembah Allah, maka perkenalkan Allah SWT pada orang itu, kalau ia sudah mengenal Allah SWT dengan baik maka dengan sendirinya ia akan mecintai Allah SWT dan menyembah-Nya. Kalau kita mau anak kita meneladani Rasulullah SAW, maka perkenalkan beliau pada anak kita, kalau ia sudah mengenal beliau dengan baik maka dengan sendirinya ia akan mencintai dan meneladani beliau. Kalau Anda mau orang lain membeli produk anda yang bagus, maka perkenalkan produk anda pada orang itu, kalau ia sudah mengenal produk anda dengan baik maka dengan sendirinya ia akan menyukai dan membelinya.

Konsep ini adalah konsep yang cerdas dengan hasil memuaskan serta aman. Bila kita pandai memperkenalkan, untuk bisa diterima, kita tidak perlu memaksa atau merengek untuk menawarkan apapun -yang memang baik- kepada siapapun, termasuk menawarkan agama. Makanya Allah SWT berfirman:
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ
“Tidak ada paksaan dalam agama.” [QS. Al-Baqarah : 256]

Da’wah Islam Adalah Kenalkan Islam
Walaupun Allah SWT menghendaki (menyuruh) semua manusia kembali pada Islam, namun Allah SWT tidak perlu memaksa, karena Islam adalah agama fitrah yang asalkan dikenali dengan benar maka pasti akan disukai oleh siapapun. Maka tugas kita sebagai penda’wah adalah memperkenalkan Islam, asalkan kita berhasil memperkenalkan Islam dengan baik kepada pihak yang kita inginkan, maka kita tidak perlu ngotot agar mereka mau menerima Islam.

Konsep inilah yang digunakan dengan baik oleh Walisongo. Ketika Walisongo mendambakan sebuah komunitas yang menjadikan Islam sebagai asas bernegara, mereka menggiring masyarakat Jawa melalui proses pengenalan tentang Islam. Bagi mereka, da’wah adalah memperkenalkan, sama dengan presentasi yang harus lengkap dengan praktek untuk meyakinkan calon konsumen. Maka ketika mereka mau masyarakat Jawa memeluk Islam dan menjadikan Islam sebagai asas bernegara, merekapun berupaya untuk memperkenalkan Islam dengan detail dan membuktikan bahwa Islam memang solusi nyata bagi kebutuhan dan problematika mereka. 

Walisongo memperkenalkan Islam dan membuktikan kemampuan Islam didalam mengatasi problem masyarakat ketika itu, sekaligus kemampuan Islam didalam mengangkat martabat mereka. Ketika Sunan Ampel baru masuk ke Jawa, keluarga Kerajaan Majapahit memberlakukan sistem pembagian kasta yang mendiskriditkan dan menimbulkan ketidak-adilan sosial bagi rakyat jelata. Itulah problem bangsa Jawa yang saat itu amat membutuhkan solusi nyata. Dengan konsep Islam, Sunan Ampel berhasil merubah tatanan sosial, berkat kedekatannya dengan para bengsawan dan berkat kepiawaian beliau dalam mempengaruhi hati yang keras. Sungguh luar biasa, pandangan umum sesuai pembagian kasta yang sudah berabad-abad mengakar di antara para bangsawan dan rakyat jelata, dalam waktu yang singkat dapat dihapus oleh seorang Sunan Ampel. Yang dimaksud pandangan umum adalah kesadaran semua orang bahwa pembagian kasta itu tidak sesuai dengan nurani manusia. Begitu berhasilnya Sunan Ampel mempengaruhi pemikiran kaum bangsawan, sehingga walaupun masih banyak bangsawan yang merasa berat bersanding dengan rakyat jelata, setidaknya mereka merasa malu untuk berkata “kita tidak sederajat”, karena kalimat itu telah dianggap identik dengan “tidak berpendidikan”. 

Berangkat dari perubahan tatanan sosial dan membaiknya moral kaum bangsawan, maka perubahan tatanan ekonomi kemudian menyusul, karena tidak ada lagi monopoli usaha yang selama ini dilakukan oleh kapitalis dari kaum bangsawan.

Seiring dengan membaiknya tatanan sosial dan majunya ekonomi, Walisongo juga membawa bangsa Jawa pada kemajuan di bidang budaya. Ketika Ampel Denta berhasil menjadi Lembaga Pendidikan bergengsi dan dikenal di seantero Nusantara, otomatis Jawa menjadi pusat kunjungan para ulama, ilmuan dan sarjana dari berbagai negeri Nusantara. Hal itu membangkitkan semangat belajar orang Jawa dari kalangan bangsawan hingga rakyat biasa. Sungguh luar biasa, dulu seorang bangsawan bahkan tidak mau dekat-dekat dengan rakyat biasa, namun di Ampel Denta, seorang pangeran Majapahitpun duduk bersanding dengan seorang abdi dalem, baik di Masjid ketika sholat maupun di Pesantren ketika belajar.

Begitulah cara Walisongo memperkenalkan Islam dengan konsep Al-Fatihah ayat satu sampai lima, atau konsep “tak kenal maka tak sayang”, sehingga setelah masyarakat Jawa mengenal Islam dengan baik dan merasakan manfaat Islam bagi kehidupan mereka, maka Walisongo tidak perlu memaksa mereka dengan perintah “u’budullah” (sembahlah Allah), tapi Walisongo cukup berkata “iyyaka na’budu” kemudian diikuti oleh hampir semua masyarakat Jawa. Jangankan hanya mengajak ummat untuk membangun masjid, Walisongo bahkan dengan mudah mengajak ummat membagun Negara Islam, yaitu Kesultanan Demak. Sungguh, tak ada yang lebih dahsyat dari konsep Al-Fatihah, konsep “tak kenal maka tak sayang”.

No comments:

Post a Comment

Dukhon

Saat ini di dunia dan juga tentu saja termasuk indonesia, sedang perjadi pandemi yang berasal dari corona. Nama legkapnya virus corona. Ata...